3. Berhenti

16K 909 23
                                    

Aku berusaha untuk berhenti berharap, karena pada akhirnya semua itu akan lenyap. Yang akan dihapus oleh waktu, siap tidak siap.

●○○○●

Seseorang perempuan berjalan menjelajahi kampus yang saat ini tengah ramai akan mahasiswa yang berkeliaran. Matanya mengedar, memandang semua sudut untuk mencari sosok yang sangat ingin ditemuinya.

Sosok yang membuatnya kini harus dibayangi rasa bersalah yang tak kunjung usai.

Sosok yang mengajarkan bagaimana keadaan hati selalu dilingkup rasa penyesalan.

Dan sosok yang berhasil membuatnya merasakan apa arti kehilangan.

Hingga matanya tertuju pada seseorang yang dicarinya tengah berbincang dengan orang lain yang ia duga adalah temannya. Karena ia juga tidak tahu siapa orang tersebut.

Kakinya langsung melangkah mendekat ke arah dua orang tersebut, ia terlihat ragu untuk memanggil nama tersebut. Namun, ia harus memanggil nama tersebut agar ia bisa menyelesaikan semua permasalahan.

"Karen?"

Dan orang tersebut tahu, jika tubuh Karen membeku saat ia memanggil namanya. Ia bingung harus seperti apa selanjutnya, otaknya berpikir keras agar ia bisa menyelesaikan semuanya.

"Karen, bisa kita bicara?"

Wajah Karen langsung berubah datar ketika mendegarkan ajakan tersebut.

Bicara? Cihh! Batin Karen

"Gak bisa, " jawab Karen singkat.

Perempuan tersebut berusaha menarik tangan Karen yang langsung ditepis kasar oleh sang empu, "gue mohon, Ren. Sekali ini aja."

"Untuk apa?" Tanya Karen

Perempuan tersebut diam.

"Untuk apa lo mau bicara sama gue? Untuk bahas masalah dulu? Itu udah basi tahu gak, Len!"

Bungkamnya perempuan tersebut, membuat Karen semakin menggebu untuk mencurahkan isi hatinya.

"Dan lo tahu, Len? Akibat ulah lo, gue ngerasain gimana sakitnya di khianatin sama orang yang gue sayang. Dan sampai saat ini, sakit itu masih ada, Len. Gak akan pernah hilang, dan akan selalu membekas sekeras apapun gue coba hilangin!"

Alena, perempuan yang sebenarnya ingin mengatakan sesuatu pada Karen, akhirnya diurungkan melihat Karen yang menunjukkan wajah amarah. Kepalanya menunduk, membenarkan semua ucapan Karen. Rasa bersalahnya semakin membumbung tinggi mendengar semua penuturan Karen. Untungnya keadaan sekitar sepi, ia tak perlu khawatir jika akan menjadi pusat perhatian.

Karen menghela napas panjang, "jadi untuk apa lo mau ngomong lagi sama gue? Minta maaf? Tenang aja! Gue udah maafin lo, tapi kalau lo mau kita balik kayak dulu, sorry... Gue gak bisa dan gak akan pernah bisa! Karena gue bukan orang sebaik itu yang dengan mudahnya maafin kesalahan fatal seseorang."

Dan saat ini Karen tak habis pikir, satu persatu dari masa lalunya kembali hadir setelah dia berusaha untuk melupakannya. Disaat dia ingin berada dalam ketenangan tanpa ada bayangan kenangan masa lalu, ia harus kembali menghadapi orang-orang yang telah merusak kepercayaan yang diberikannya. Karen berdoa dalam hati, semoga semua ini cepat diakhiri.

Karen sangat ingin semua masalah ini berhenti menghantui hidupnya, namun sepertinya takdir ingin menunjukkan sesuatu yang belum diketahuinya.

"Tapi Ren, apa kita gak bisa memulai semua dari aw---"

"Gak bisa," potong Karen cepat, "dan gak akan pernah bisa."

Wajah Alena yang telah berlinang air mata terangkat untuk menatap wajah Karen, ia melihat Karen masih mempertahankan wajah datarnya. Ia tak bisa lagi menikmati senyum Karen yang biasanya selalu disuguhkan perempuan tersebut. Mereka yang dulunya sedekat nadi, sekarang harus sejauh matahari.

K H I A N A TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang