Semua yang berawal, pasti akan berakhir. Karena segalanya telah digariskan oleh takdir.
●○○○●
Rafa menatap kosong pada atensi di hadapannya. Ia berusaha menyangkal segala pemikiran yang ada di benaknya.
Ia menggelengkan kepalanya berulang, kemudian tertawa bahwa semua ini adalah ilusi. Dan Rafa berharap akan segera sadar dari ilusi yang ia alami sekarang.
Tapi, sekeras apapun ia berusaha, kejadian di tempatnya ini nyata. Bukan mimpi, khayalan, atau imajinasinya sendiri. Kakinya maju ke depan, dan suasana semakin terasa.
Di depannya, semua orang berlalu lalang menggunakan pakaian serba hitam. Sebuah bendera kuning juga telah berkibar. Jadi, bagian mana yang dapat mendukung pemikiran Rafa jika semua ini adalah kesalahan?
"Yang meninggal siapa ya, Pak?" Tanya Rafa pada salah seorang bapak-bapak yang lewat di hadapannya.
"Itu nak----"
"Ayo pak, jenazah akan segera di makamkan." Teriak salah seorang bapak yang berada tak jauh dari mereka, membuat pertanyaan Rafa belum terjawab.
"Saya permisi dulu, nak."
Rafa ingin mencegah, namun sepertinya mereka dalam keadaan tergesa. Dan tak lama, sebuah keranda keluar dengan beberapa orang yang mengangkatnya. Dan, Rafa hampir mengenal semua orang tersebut.
Ada Papa Karen, Vidi, dan Kavi. Wajah mereka bertiga begitu suram, dan sedikit sembab. Kemudian, diikuti rombongan para perempuan. Kevita--Mama Karen yang di sampingnya di dampingi oleh Alena dan sisi lain di dampingi oleh sosok gadis yang Rafa ketahui adik Vidi. Kevita terisak sambil mengikuti langkah rombongan tersebut. Dan itu membuat hati Rafa ketakutan.
Kemanakah Karen? Itu yang menjadi pertanyaan dalam benak Rafa.
Karena rasa penasaran, Rafa mengikuti rombongan tersebut dalam diam. Berharap bahwa apa yang dipikirkannya ini salah.
Sesampainya sebuah tempat pemakaman umum, Rafa mengambil jarak yang sedikit jauh dari rombongan tadi. Ia memperhatikan dalam diam, dan melihat suasana duka dalam rombongan itu. Kevita menangis, begitu pun Kavi, Alena dan lainnya.
Pemikiran Rafa salah bukan? Tolong beritahu Rafa jika ini tidak sesuai pemikirannya.
Kemudian, satu persatu orang meninggalkan pemakaman itu. Hingga suasana sepi, Rafa mulai mendekat ke arah makam yang sedari tadi ia perhatikan.
Dan Rafa menahan napas saat melihat sebuah nama yang terukir pada batu nisan itu. Air mata jatuh dari sudut matanya, terus mengalir tanpa bisa ia hentikan.
KARENINA SARAS KINANTI
Lahir : 02 Desember 19xx
Wafat : 10 Agustus 20xxRafa jatuh terduduk di sebelah gundukan tanah yang masih basah itu. Kemudian kepalanya menggeleng berulang kali, tidak terima jika ini yang terjadi.
Berulang kali Rafa menggelengkan kepalanya, berharap jika ini adalah mimpi, kemudian ia akan terbangun dengan Karen yang berada disampingnya.
Tapi, tidak ada perubahan.
Ini semua adalah nyata.
Karena Rafa tetap merasakan tanah pada genggaman tangannya, yang menandakan jika ini bukanlah mimpi atau pun ilusinya.
"Ras..." setetes air mata kembali jatuh di pipi Rafa, "kenapa kamu pergi? Kenapa kamu malah ninggalin aku bahkan sebelum aku minta maaf sama kamu."
"Kamu marah sama aku, iya?! Aku bakal pergi, asal kamu kembali Ras. Jangan kayak gini, kamu harus kembali..." Rafa terduduk tak peduli jika celananya akan kotor, "aku tau kamu kecewa sama aku, tapi jangan begini membalasnya Ras, terlalu berat untuk aku. Ini sangat menyesakkan Ras..."
Rafa menepuk dadanya berulang kali, menghilangkan sesak yang semakin menjadi. Berharap akan hilang, namun bukannya hilang, malah semakin tak terkendali.
"Kamu nggak mau tahu bagaimana kabar hatiku?" Setitik air mata jatuh di pipinya, "dia merasa sepi, karena sebagian darinya pergi bersamamu Ras."
Hingga tak lama, suara tangisan Rafa semakin keras. Laki-laki itu seakan tak peduli jika nantinya akan ada orang yang melihat kondisinya saat ini. Ia mengabaikan semua kemungkinan itu, karena sekarang ia merasa dunianya runtuh dengan hal telah terjadi di depan matanya.
"Jangan seperti ini Ras jika kamu ingin menghukumku, i-ini..." Napas Rafa tersenggal-senggal karena tangisnya yang tak kunjung reda, "t-terlalu sakit untuk aku terima kenyataannya."
Tangannya terangkat mengusap air matanya kasar, "kamu mau menghukumku seperti apa Ras? Detik ini juga aku bakal melakukannya, tapi kamu harus bangun ya?"
Racauan terus terdengar, berdampingan dengan hembusan angin siang ini. Meskipun panas tengah menyengat kulitnya, tak menghentikan Rafa untuk beranjak dari pemakaman tersebut.
"Atau kamu mau ice cream yang banyak, aku bakal beliin sekarang juga."
"Terus kamu mau ke pasar malam gak? Nanti malem kita ke sana yaa, kamu harus dandan yang cantik. Aku bakal traktir sepuasnya."
Lalu terdengar tawa keras, namun terdengar seperti tawa yang sarat akan rasa frustasi. Mungkin jika ada orang yang melihatnya pasti akan mengira jika pemuda ini adalah orang gila.
"Ras..."
"Bangun yukk..."
"Jangan hukum aku dengan cara seperti ini..."
Kemudian, Rafa mendongak dan menemukan Karen dengan pakaian putih dan tengah tersenyum kepadanya. Wajahnya begitu cantik dan terlihat begitu mengagumkam dimata Rafa.
"Aku udah maafin kamu Raf, jauh sebelum kamu meminta maaf." Senyum lembut Karen terus terpatri diwajahnya, "meskipun luka yang kamu torehkan sulit untuk dihapus, tapi aku berusaha ikhlas menerimanya. Dan sekarang adalah giliran kamu untuk ikhlas, ikhlas menerima kenyataan ini."
"Tapi..."
"Awal selalu berpasangan dengan akhir Raf," sela Karen dengan intonasi suara yang begitu lembut, "dan awal kisah kita memiliki akhir yang seperti ini. Jadi, aku harap kamu bisa menerimanya. Karena, takdir apapun yang telah digariskan Tuhan, itu adalah hal terbaik untuk hamba-Nya."
Rafa kembali terisak mendengar penuturan Karen, sebagian hatinya tak terima. Namun, sebagian lainnya paham jika perkataan Karen adalah sebuah kebenaran.
"Sekarang, kamu jaga diri baik-baik ya. Aku tahu, kamu pasti bisa bangkit dari segala keterpurukan yang kamu alami. Selamat tinggal Raf..."
Kemudian, tak lama wujud Karen terlihat menjauh hingga akhirnya tak lagi nampak.
"SARAS!!!"
"JANGAN PERGI!!!"
♤♤♤
Jadi, gimana?😌
Fany Faradila,
05 Juni 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
K H I A N A T
General FictionPengkhianatan bukan sekedar melukai perasaan, melainkan juga akan meruntuhkan sebuah kepercayaan. Jika sebuah kepercayaan telah dihancurkan, jangan pernah mengharapkan kesempatan kedua yang akan memutar balikkan keadaan. #1 kategori Kepercayaan [13...