13. Semu

7.1K 388 12
                                    

Teruntuk kamu, yang ada disana. Aku akan memberitahu, diamku adalah pertambahan perasaanku, yang sayangnya tetap akan menjadi semu. Karena kamu, tak akan pernah menjadi milikku.

●○○○●

Langkah kaki kali ini terasa ringan untuk Karen, karena satu persatu masalahnya selesai.

Ia mulai menata ulang hatinya, berusaha membuka lembaran baru di hidupnya.

"Pagi princess!"

Senyum kecil terbit di wajah Karen melihat orang yang menyapanya pagi ini. Vidi dengan sebucket bunga lily, selalu seperti ini. Semenjak Karen telah memaafkannya, Vidi selalu mendatangi rumahnya dengan bunga tersebut.

"Pagi!" Balas Karen, "makasih untuk bunganya." Karen mengambil alih bunga tersebut, dan masuk ke dalam rumah untuk meletakkannya.

"Siap berangkat?"

"Siap!"

Dan satu lagi, Vidi selalu mengantar jemput Karen untuk pergi kuliah. Seperti saat ini, kebetulan keduanya memiliki jadwal pada pagi hari ini, dan Vidi pun tak menyia-nyiakan hal tersebut. Vidi paham, jika Karen hanya menganggapnya sebagai teman. Tak apa. Asal ia bisa selalu dekat dengan perempuan itu, masalah perasaannya, ia bisa menatanya.

Vidi tahu jika Karen memiliki sebuah perasaan pada orang yang bernama Rafa, hal itu bisa dilihatnya ketika Karen bercerita. Binar matanya menunjukkan kebahagiaan, yang sangat jarang bisa ia jumpai. Dan itu semua karena Rafa.

Dan Vidi hanya bisa berdoa semoga Karen bisa menemukan kebahagiaannya, meskipun tanpa dirinya. Vidi sadar diri, dan saat ini ia hanya perlu bersiap menjaga Karen dari segala hal yang bisa saja menyakiti Karen. Termasuk laki-laki yang mendekati Karen.

Karena sekeras apapun mencoba, perasaannya tetap akan menjadi semu. Dan Vidi tak akan mengelaknya.

Sesampainya di parkiran, Vidi memarkirkan motornya.

"Semangat belajarnya, princess!"

Karen menujukkan kedua jempolnya, dan mulai melangkah meninggalkan Vidi yang masih terdiam di atas motornya. Memandangi punggung perempuan itu hingga menghilang di balik belokan lorong kampus.

"Semoga kamu bahagia, Ren!" Lirih Vidi.

●○○○●

Sebuah suara membuat langkah Karen terhenti, ia membalikkan badannya dan menemukan orang yang memang kebetulan ingin dia temui. Disana Alena, dengan senyum tipis segera menyusul langkah Karen.

"Bisa kita bicara?"

"Bisa," balas Karen dengan senyum tipis. Karena saat ini, Karen ingin kehidupannya damai tanpa ada dendam, "tapi gue masih ada kelas, gimana?"

"Gue bakal nunggu," ungkap Alena dengan senang. Karena akhirnya, Karen mau mendengarkan penjelasannya. Ia hanya harus sabar agar semuanya bisa terselesaikan.

Detik berganti menit, menit berganti jam. Hingga tak terasa, Alena menunggu Karen selama 2 jam. Namun, ia tak masalah akan hal itu. Yang penting ia bisa memberikan penjelasan pada Karen.

Alena mengalihkan pandangannya, beberapa mahasiswa mulai keluar dari ruangan yang menjadi tempat mata kuliah Karen berlangsung.

Setelah berbincang menentukan tempat, akhirnya mereka memutuskan untuk berbicara di kantin kampus.

"Jadi, lo mau ngomong apa?"

"Gue mau minta maaf," Alena menggapai tangan Karen untuk digenggamnya, "gue minta maaf karena udah nyakitin lo. Gue terlalu buta untuk membedakan mana rasa suka dan mana rasa iri. Dan karena kebutaan itu, gue harus kehilangan sahabat yang paling berharga." Alena menundukkan kepalanya, tak kuasa menatap Karen.

K H I A N A TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang