Mungkin cara terbaik untuk melupakan adalah menghilangkan perasaan sebelum semakin terasa menyakitkan.
●○○○●
"Wow!"
Rafa langsung mendongakkan kepalanya saat mendengar suara yang tak asing. Dan benar saja, di depannya sesosok pemuda tengah melirik sinis ke arahnya dengan pandangan yang meremehkan.
"Gue ga nyangka ternyata lo sepengecut ini!"
"Maksud lo?!"
"Menyalahkan orang lain, padahal dirinya sendiri juga menjadi penyebab permasalahan."
"Lo ngomong apaan sih?!"
"Perempuan tadi..." laki-laki itu menunjuk pintu keluar, tempat dimana Amanda meninggalkan tempat itu, "lo salahkan atas rusaknya hubungan lo dengan Karen 'kan?"
Rafa tediam.
"Gak seharusnya lo menyalahkan dia, karena lo juga sama salahnya!" Lanjut si lelaki saat tak melihat tanda-tanda Rafa akan mejawab, "tamu tidak akan masuk jika sang tuan rumah tidak mempersilahkan. Dan untuk kasus ini, lo memberi ruang perempuan itu untuk masuk dalam hubungan lo!"
"Kenapa diam? Apa pernyataan gue bener?!" Suara lelaki itu semakin terdengar sinis saat tak mendengar ada tanggapan sedikitpun dari Rafa, "apa mungkin sekarang lo berada pada fase sangat-sangat menyesal?" Lagi, tak ada tanggapan, "gue rasa emang lo sekarang ngerasain apa yang gue rasain dulu."
"Dan yah, jangan salahkan gue kalau Karen akan kembali jadi milik gue. Karena lo sepertinya gak cinta sama dia." Ujar Vidi---lelaki yang terus saja mencecar Rafa dengan pertanyaannya. Kemudian, Vidi mengambil posisi duduk di depan Rafa dan menangkup kedua tangannya di atas meja seraya menatap Rafa dengan pandangan mengejek, "am i right?"
"ENGGAK!" Bantah Rafa dengan suara nyaring, "gue cinta sama Saras!"
Alis Vidi terangkat sebelah, "slow, Man! Gak usah emosi lah, gue nanya baik-baik kenapa lo nyolot sih. Kalau lo emang cinta, apa buktinya? Apa karena lo pacaran? Tapi nyatanya lo duain kan?"
"G-gu gu-gue..."
Tak lama, derit kursi terdengar. Vidi berdiri dengan tatapan angkuhnya, "gue hanya ingatkan satu hal, kalau Karen kembali jadi milik gue, gue gak akan biarin siapapun merebutnya. Camkan itu!"
●○○○●
Harusnya engkau mengerti
Sakitnya dikhianati
Ku tak pernah bisa membayangkan
Hari-hari tanpamu
"Arghh!" Teriak seorang perempuan saat mengingat apa yang tadi dilihatnya.
Ditambah dengan lagu yang sedang diputar di radio, tangisnya semakin terdengar pilu.
Tangannya berulang kali memukul kemudi, hingga tangannya memerah. Namun, perempuan itu nampak tak peduli dan terus memukulnya. Hingga ketika ia lelah, kepalanya langsung menunduk, bersandar pada kemudi dengan air mata yang terus mengalir.
Kejadian demi kejadian yang menimpanya belakangan ini, membuat kondisinya semakin tersudut. Jika di awal ia berusaha untuk tetap berpikir positif, tapi kali ini tidak bisa. Karena apa yang didengarnya kali ini, benar-benar tidak bisa ia tolerir lagi.
Dan ia dengan segera mengemudikan mobilnya tanpa peduli risiko yang terjadi karena ia masih saja menangis. Semakin lama, kecepatan mobilnya semakin bertambah. Namun, ia tak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
K H I A N A T
General FictionPengkhianatan bukan sekedar melukai perasaan, melainkan juga akan meruntuhkan sebuah kepercayaan. Jika sebuah kepercayaan telah dihancurkan, jangan pernah mengharapkan kesempatan kedua yang akan memutar balikkan keadaan. #1 kategori Kepercayaan [13...