Maaf saja tidak akan pernah mengembalikan apa yang telah tiada menjadi selalu ada.
●○○○●
"Oke, akan saya pertimbangkan."
Memutus panggilan, seorang laki-laki langsung melempar asal ponselnya. Untungnya jatuh tepat di atas sofa. Bukan tanpa sebab ia melakukan itu, kepalanya berpikir keras, apa yang harus dilakukan untuk kedepannya.
Dibenaknya, ia hanya ingin mendapatkan sebuah maaf. Syukur-syukur jika ia bisa mendapatkan kesempatan, namun rasanya itu sangat sulit.
Tangannya mulai membuka laci yang berada tepat di sebelah ranjangnya, meraih kunci mobil dan menuju sofa untuk mengambil ponsel yang tadi dilemparkannya.
Dan melajukan mobilnya menuju sebuah café yang dulu pernah dikunjunginya bersama perempuan yang sangat dicintainya.
Perempuan yang telah disia-siakannya.
Dan sialnya, sekarang menjadi perempuan yang begitu dirindukannya.
Setelah sampai pada tujuannya, ia mencari-mencari tempat untuk dirinya. Dan kebetulan, tempat yang menjadi favorit perempuan itu, sedang kosong.
Ah, perempuan itu kembali hinggap dipikirannya.
Tak lama setelah ia duduk, seorang waitress datang memberikan buku menu padanya. Dan lagi-lagi, menu yang disukai perempuan itu langsung terlihat jelas oleh matanya.
"Kamu mau pesen apa?"
"Aku es krim aja deh."
"Gak pesen makan?"
Perempuan yang ditanyai itu menggeleng, "enggak! Es krim aja."
"Kamu belum makan, Saras." Balas sang lelaki dengan sabar, mengingat betapa keras kepalanya perempuan yang duduk di depannya kini.
"Aku maunya es krim, Raf! Pokoknya aku cuma mau beli es krim, titik!"
"Oke, cuma es krim." Pasrah Rafa, "tapi pulang dari sini, kamu harus makan. Deal?"
Karen, perempuan yang sedari tadi berdebat dengan Rafa hanya mengangguk malas menyetujui keinginan lelaki di hadapannya ini. Karena, sekeras apapun ia menolak, ia akan kalah.
"Oke," Karen menatap Rafa, "tapi gak janji." Dan sebuah cengiran muncul dari wajah Karen.
Tatapam tajam langsung dilayangkan Rafa pada Karen, membuat Karen yang melihatnya langsung mencebikkan bibir.
"Iya-iya, nanti aku makan di rumah."
"Good!" Tangan laki-laki itu terangkat dan mengelus pelan pucuk kepala Karen, "aku hanya gak mau kamu jatuh sakit. Jadi makan yang teratur yah, jangan buat aku khawatir."
Memori itu kembali menghantui benaknya, dan itu membuatnya tersenyum sendu jika mengingat semua momen bersama Karen.
Senyum perempuan itu, membuat rindu Rafa semakin menggebu-gebu. Dan sayangnya, Rafa tidak bisa melampiaskannya untuk saat ini, bahkan---selamanya?
Tidak! Rafa menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia tidak ingin hal itu terjadi, ia akan berusaha sebisa mungkin bertemu dengan Karen. Rafa tidak ingin penyesalan yang dialaminya semakin mendalam.
Dan perhatiannya teralih saat mendengar bunyi kursi berderit, menandakan seseorang menariknya. Saat mendongak, rahang Rafa mengeras begitu melihat siapa yang berada di depannya. Tangannya terkepal tanpa bisa ia kendalikan, dan matanya menatap tajam seseorang yang sekarang tengah tersenyum penuh penyesalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
K H I A N A T
General FictionPengkhianatan bukan sekedar melukai perasaan, melainkan juga akan meruntuhkan sebuah kepercayaan. Jika sebuah kepercayaan telah dihancurkan, jangan pernah mengharapkan kesempatan kedua yang akan memutar balikkan keadaan. #1 kategori Kepercayaan [13...