Malam dan hujan. Itu tak akan menjadi sesuatu yang menyenangkan untukku. Apalagi saat suara petir ikut mengiringi, tak akan ada kata 'nyenyak' dalam tidurku. Aku memilih keluar kamar untuk menyalakan televisi, berharap tak akan ada pemadaman listrik. Aku benci gelap kalau ingin tahu, bagiku kegelapan merupakan musuh terbesarku, mengalahkan 'hujan' dan 'petir'.
Membosankan. Aku menguap untuk kesekian kalianya, mematikan televisi karena tidak menemukan channel yang bagus.
Kesialan sepertinya sedang ingin berdekatan dengan ku. Aku baru berdiri saat lampu tiba-tiba saja mati. Aku mengumpat, memilih untuk kembali duduk dari pada kembali ke kamar dengan resiko terantuk benda, karena ini sungguh gelap, aku tidak bisa melihat apapun.
Aku mencoba untuk tenang, tapi sangat sulit. Tanganku bergetar pelan, keringat dingin mulai keluar. Teringat pada ponsel di saku piama, aku langsung mengeluarkannya, cahaya yang dihasilkan dari ponsel sedikit membuatku tenang.
Aku mencari nama 'Itachi' dikontak telepon dan langsung memencet tombol 'call'. Tak butuh lama Itachi mengangkat telepon dariku.
Itachi : Ada apa?
Aku : Bisakah kau datang ke tempatku?
Itachi : Ketakutan, huh?
Aku : Diam, sialan! Aku tidak memaksamu, jika tidak mau ya sudah.
Aku langsung memutuskan sambungan. Tanganku yang masih gemetaran memegang ponsel dengan erat.
Aku yakin Itachi pasti akan datang, dia tak akan tega membiarkan aku ketakutan seorang diri.
.
Aku nyaris menjerit saat tangan seseorang menyentuh pundakku, tapi saat ku dengar suara milik orang tersebut, aku langsung menghela napas lega.
"Kau benar-benar ketakutan, Naruto?" pertanyaan itu penuh dengan ejekan, tapi aku memilih diam, karena pada kenyataannya aku memang ketakutan.
Aku tidak mendengar suara pintu yang terbuka, dia lewat mana coba? Masa bodohlah, yang penting sekarang aku sudah tidak sendirian lagi.
Itachi duduk di sampingku, aku langsung menyenderkan kepala ke bahunya.
"Apa kau sudah merasa lebih baik?" tanya Itachi penuh perhatian, suaranya terdengar lembut saat bertanya, tidak seperti pertanyaannya yang sebelumnya. Aku menggumam 'hm' sebagai jawaban. "Mau kupeluk?" tawarnya.
"Tidak mau, nanti kau macam-macam padaku!" kataku, dia malah terkekeh. Aku mendengus tak suka.
"Aku hanya akan melakukan 'satu macam' Naruto, bukan 'macam-macam'." sahutnya, aku kembali mendengus, memilih untuk mendiamkannya. "Bukankah kau yang mengundangku? Tidak ingat dengan yang tadi siang?"
Aku mengangkat kepala dari pundaknya, menoleh kearah Itachi yang wajahnya tidak bisa kulihat, aku benci kegelapan. "Tadi siang?" gumamku lebih kepada diri sendiri. Aku mencoba mengingat. Ada banyak hal yang terjadi di hari ini, jadi aku cukup sulit mengingat 'tadi siang' yang dimaksudkan oleh Itachi.
"Hn. Kau melupakannya?" Itachi bertanya dengan nada tak suka, aku semakin berusaha untuk mengingatnya.
"Bukan melupakan, Itachi... tapi tak ingat," jawabku.
Aku bisa mendengar suara dengusan darinya, "Sama saja, bodoh!" umpatnya kesal, aku terkekeh pelan. "Atau kau ingin aku ingatkan lagi, huh?" aku merasakan sesuatu yang basah seperti lidah menjilati pipi kiriku, aku lantas menjauhkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONESHOOT (ItaNaru!)
Fiksi PenggemarBaca saja, ya.. Kumpulan Oneshoot (rancu) ItaNaru Naruto © Masashi Kishimoto