Theme 16: Dive

1.8K 211 5
                                    

Semua kejadian di chapter ini terjadi di dalam mimpi Gracia. Chapter ini dipisah jadi dua bagian karena kalo nggak begitu akan membingungkan.

ENJOY!

......................................................................

Terdapat sebuah meja besar dipasang di tengah-tengah ruangan yang gelap gulita, dan Gracia duduk di sana. Dia duduk disebuah sofa berwarna ungu, tertidur pulas. Straitjacketnya hilang, digantikan dengan dress merah panjang yang memeluk tubuhnya dengan sempurna. Kepalanya berada di atas bantal sofa, dia menggunakan tangannya untuk menopang kepala. Terlihat tidak nyaman, tapi Gracia tengah tertidur dan ia tidak memikirkannya.

Sebuah suara halus membuat Gracia membuka matanya. Dia melihat Desy dan Lidya duduk di sisi lain meja, berhadap-hadapan. Mereka memancarkan aura elegan dengan kehadiran mereka. Lidya mengenakan kemeja tanpa lengan berwarna merah gelap dan sebuah dasi kupu-kupu berwarna hitam. Rambutnya dikuncir kuda. Desy mengenakan topi sutra berwarna hijau gelap, dikombinasikan dengan vest berwarna sama dan kemeja putih. Mereka sedang minum teh dan mengobrol dengan satu sama lain.

Gracia ingin bicara tapi dia terlalu lelah untuk bicara. Dia tidak pernah merasa selelah ini sebelumnya. Seakan seluruh tenaganya dihisap habis dan tubuhnya tidak lebih dari seonggok daging tanpa kerangka.

"Oh, kamu udah bangun." Lidya menjadi yang pertama menyapa Gracia dengan suaranya yang selalu terdengar ceria.

Desy mengikuti dengan cengiran lebar.

"Sebenernya, kita mau senang-senang sama kamu," ucap Desy. Dia menatap Gracia dengan rasa penasaran yang besar. "Tapi kamu harus ngomong dulu. Kita gak mau ngobrol sama zombie."

Tiba-tiba saja Lidya muncul di belakang Gracia dengan secangkir teh di tangannya. Gadis yang lebih muda itu menatap Lidya dengan pasif saat ia menyeruput tehnya. Kemudian Lidya menarik Gracia mendekat dan menempelkan bibirnya pada bibir Gracia. Mata gadis yang lebih muda itu membelalak saat Lidya dengan liciknya menyusupkan lidahnya kedalam mulutnya.

Sudah pasti teh meskipun rasanya sedikit keras. Cairan hangat itu memasuki tubuh Gracia, perlahan menghidupkan kembali makhluk yang tadinya tampak tak bernyawa itu meskipun efeknya tidak banyak karena Gracia masih lemah.

"Bisa ngomong sama kita?" Lidya berbisik di bibir Gracia.

"Ya..."

Lidya kembali ke kursinya, melompat layaknya anak kecil, dan tersenyum senang. Sementara itu, Desy menatap Lidya dengan tatapan jijik bercampur heran.

"Harus banget ya?" Tanya gadis yang lebih tinggi.

Lidya tersenyum miring, "Satu-satu, Des. Nanti kamu bakal dapet giliran kok."

"Psh, gak butuh," Desy mengibaskan tangannya. Gadis itu cepat-cepat meminum tehnya dalam satu tegukan tanpa peduli kerongkongannya terbakar.

"Tempat apa... ini?" Bisik si gadis bergaun merah. Suaranya lemah namun masih bisa terdengar.

"Ruang sidang," Lidya menjawab dengan centilnya.

"Sidang? Aku ngelakuin apa?"

Kedua gadis itu memberi Gracia tatapan aneh. Kemudian mereka menatap satu sama lain seakan sedang mengkonfirmasi situasi saat ini. Terdapat kesunyian yang kikuk dan tatapan dari kedua bartender itu membuat Gracia gugup.

"Dia gak inget," Lidya meratap kecewa.

"Lebih tepatnya dia gak mau mengingat. Cewe ini senang melarikan diri," balas Desy sambil mencomot sepotong cake.

August's SnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang