Belum di proofread ehehe. ENJOY!
......................................................................
"Disini Jessica Vania. Saat ini kami tengah melakukan pengejaran terhadap penculik Shania Gracia. Nomor polisinya adalah Lima Oscar Charlie Alpha 48. Mobil yang dikendarai penculik sedang menuju Puncak Bogor dalam kecepatan tinggi. Meminta backup! Over!"
Di jalan yang lengang, di tengah hujan badai, dua mobil saling berkejaran. Yang satu mencoba melarikan diri sementara yang lain berusaha keras untuk mengejar. Hujan deras dan kabut tebal melakukan tugas mereka dengan baik mengubah pengejaran sederhana ini menjadi balapan yang mematikan. Kedua mobil tidak menurunkan kecepatan. Mereka menjadi semakin cepat dan semakin cepat lagi.
Mobil kedua dikendarai oleh Jeje dan Kinal. Wanita yang lebih tinggi itu mengontrol mobil. Kakinya terus-menerus bergantian menekan pedal gas dan rem. Matanya fokus pada bentuk mobil van hitam yang tidak terlihat jelas karena hujan di depan mereka. Hujan dan kabut bukanlah apa-apa dibandingkan dengan skill mengemudi sang polwan.
Rrring rring
"Je, angkat hape gue!" Kinal menunjuk pada ponselnya di dalam dashbord.
"Ya? Kinal lagi sibuk, ada apa?" Jawab Jeje.
Kening Jeje berkerut bingung. Tidak lama kebingungan itu berubah menjadi amukan. "Apa?! Dia hilang?"
Fokus Kinal sedikit teralih. Dia melirik sekilas pada Jeje.
"Dan gak ada saksi? Damn! Cari di area sekitar dan jangan berhenti sampai lo nemuin petunjuk!" Jeje menekan tombol merah dan menoleh pada seniornya.
"Dia hilang. Shani hilang!"
Polisi yang lebih tua itu menggertakan gigi. Dia tidak pernah mengira akan jadi seperti ini. Ini harusnya merupakan kasus pembunuhan yang sederhana. Namun, Kinal salah. Tidak ada yang sederhana saat kasusnya melibatkan salah seorang pemimpin kelompok kriminal underground.
"Penculiknya pasti orang... atau kelompok yang sama. Bilang sama yang lain untuk cek bar yang ada di pinggiran kota. Shani mungkin ada disana," perintah Kinal cepat.
Jeje meneriakan perintah melalui ponselnya sementara Kinal masih berkonsentrasi pada jalan. Dia menaikan gigi dan mesin mobilpun menyuarakan kehidupan dan dengan cepat mendekati van hitam.
"Come on! Come on, Goddamnit!" Kinal mengutuk. Tubuhnya condong kedepan seakan hal itu bisa membantu mobil melaju lebih cepat. Pedal gas sudah mencapai batasnya tapi mobilnya masih tertinggal jauh di belakang van.
Tiba-tiba, seseorang keluar dari pintu belakang van. Dia seorang pria dan mengenakan sebuah topeng hitam di wajahnya. Kinal dan Jeje menatap pria itu bingung, benar-benar tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Pria itu menarik sebuah riffle yang biasa digunakan untuk berburu, yang berlaras panjang. Tanpa peringatan, dia menembaki mobil sang polwan. Pelurunya mengenai jendela depan tepat di tengah. Peluru tersebut melesat di antara kepala Kinal dan Jeje dan menembus jendela belakang.
"Bangsat!!" Jeje menghindar ke samping, tangannya berusaha melindungi kepalanya.
Kinal tidak mengatakan apapun tapi mobil mereka kehilangan keseimbangan. Sang polisi mencengkram kemudi dengan erat dan berusaha sekuat tenaga untuk mengontrol mobil yang tengah tidak terkendali. Tembakan lagi. Kali ini, di arahkan ke roda. Roda depan meledak, membuat mobil bergerak zig-zag. Kinal terus menggerakan kemudi mencoba membuat mobil tetap berada pada jalur. Jalan yang licin membuat usahanya menjadi sia-sia karena mobil semakin sulit untuk dikontrol.
Tanpa disadari oleh kedua polisi wanita itu, sebuah truck pick-up berwarna hitam mendekat dengan kecepatan tinggi. Tidak seorang pun dari polwan itu sadar mereka sedang dalam bahaya besar.

KAMU SEDANG MEMBACA
August's Snow
Fiksi PenggemarCredit goes to btwkm13 as the writer. Hanya mengubah bahasa, karakter dan sedikit hal didalamnya. Enjoy!