Di persimpangan

4.5K 169 8
                                    

"Mencari sesuatu?"

Alana mendongak, melihat siapa yang bertanya.

"Kyaaaaaaaa, ..." ia menghambur, memeluk orang yang paling disayanginya.

"Merindukanku?"

Alana mengangguk bahagia. Ia tidak bisa berkata-kata, terlalu bahagia. Perasaan yang tak bisa dilukiskannya.

Orang itu balas memeluknya, tak kalah erat, "aku juga merindukanmu."

***

Aku terbangun, menatap langit-langit kamar. Mimpi yang sama. Entah sudah ke berapa?

Saat menoleh, tidak ada siapa pun.

Ini tahun ke dua, dan rasanya tetap menyesakkan.

.

Pukul 07.35 waktu indonesia barat.

"Al, ... " seseorang berteriak dari arah dapur. Siapa lagi? Gabby, teman satu kosku. Mungkin dia sedang menikmati sarapan yang pastinya hanya sepiring omelet. Anak itu tidak pandai memasak, biasanya hanya membuat sesuatu yang praktis dan cepat saji. Tapi masakannya enak, ia selalu beralasan, "karena dibuat dengan penuh cinta."

Aku tergelak tiap Gabby mengucapkannya.

Segera kuhampiri asal suara. Kebetulan juga semua persiapan sudah selesai.

"Al, kubuatkan juga untukmu, ayo makan!" Gabby menunjuk sepiring omelet yang masih utuh, juga segelas susu vanilla hangat.

"Terima kasih," ucapku tulus

Hari sabtu, tidak ada pekerjaan yang kuburu, hanya nanti siang ada janji dengan orang kantor.

"Al, " panggil Gabby

Omeletku hampir habis.

"Semalam aku mendengar kamu menangis, " ucapnya ragu-ragu

Aku tersenyum, mengisyaratkan, 'tidak apa-apa, teruskan.'

"Kamu memanggil seseorang, siapa dia?" Gabby ingin tahu

"Aku tidak ingat," jawabku. Benar, aku bahkan tidak tahu siapa yang kupanggil. Orang mengigau mana ingat?

"Dafa, " ucap Gabby

Jeda

Makanku terhenti, omelet yang di mulut entah kenapa susah sekali ditelan. Aku butuh air.

Tapi tidak lama, karena aku segera memasang ekspresi datar, "aku tidak ingat," jawaban itu lagi.

Gabby berhenti bertanya. Aku tahu sebenarnya dia penasaran, tapi tak pernah memaksaku untuk cerita. Dua tahun kami tinggal bersama. Gabby mengerti bagian yang amat privasi bagiku.

Mendadak suasana berubah hening. Hanya suara sendok yang beradu dengan sisa omelet di piring.

"Aku sudah selesai," ucapnya kemudian beranjak ke wastafel, membersihkan bekas makannya.

"Nanti aku pulang agak sore, mo belanja. Kamu nitip, nggak?" Gabby bertanya. Posisi kami saling memunggungi, ia mungkin tidak sadar bahwa aku telah kehilangan selera makan sejak nama itu disebutkan.

"Al, " panggilnya karena tidak ada respon dariku.

Aku sendiri bukannya tidak mendengar pertanyaannya. Tapi mulutku terkunci rapat. Bayangan itu seolah melintas, memaksaku untuk kembali mengingat kejadian-kejadian yang ingin sekali kulupakan. Semua itu karena satu orang, Dafa.

"Al, ... " entah sejak kapan? Gabby sudah berdiri di depanku, ia terlihat cemas.

"Are you oke, dear?" Gabby bertanya lembut, aku membalasnya dengan senyum.

"Aku baik-baik saja,"

"Tadi kamu melamun," potongnya

"Aku hanya sedang mengingat-ingat siapa Dafa," jawabku. Tidak sepenuhnya bohong.

"Lalu?" Gabby ingin tahu

Kembali kugelengkan kepala, "aku tidak punya kenalan bernama Dafa."

Bohong. Ini sudah ke sekian kalinya kusembunyikan masa lalu dari Gabby. Tentu saja temanku itu kecewa, tapi ia dengan cepat mengubah mimik mukanya. Kembali ceria.

"So?"

"Apa?" aku balik bertanya,

"Nitip apa?"

"Oh," balasan yang amat bodoh. Bukannya menyebut nama-nama barang

Gabby berdecak, kesal denganku.

"Ya sudah-lah, lebih baik aku berangkat sekarang." Gabby berlalu

Namun baru beberapa langkah dia menoleh ke arahku, "habiskan makanmu!" Nadanya penuh ancaman

Aku mengangguk sambil tersenyum, Gabby tak pernah main-main dengan ancamannya.

Sepeninggal Gabby aku kembali mengingat kejadian itu, padahal aku sudah berusaha melupakannya. Hidup tetap harus berlanjut.

***

Hai,
Pertama aku ingin ucapkan banyak terima kasih pada kalian yang baca sampai bawah.

Aku anggap ini perjuangan. Tidak mudah menulis cerita ini kembali. Beberapa kali dirombak dan dibenahi, tadinya aku sudah ingin menyerah, tapi, keburu ingat bahwa tidak boleh berhenti di jalan.

Project pertamaku, karena tulisan-tulisan yang lain merupakan repost tulisan di facebook 'Farin Muis' .

Semoga selesai sesuai perkiraan agar bisa menulis cerita lainnya.

Salam kenal,

LoopiesFM

Janji  Alana (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang