Bukit Bintang

1.1K 84 1
                                    

Aku kerap mencuri kesempatan berada di sini untuk mengingatmu, kenangan kita, dan penyesalan. Memang bukan masalah buatmu, aku hanya ingin mengungkapnya. Terserah jika kamu menganggap ini sia-sia.

.

"Seumur hidup aku tidak tau ada tempat seindah ini di kota kita. Itu juga kalo nggak kamu ajak, Al." Kak Rendi merentangkan ke dua tangannya, menghirup udara, mengambil sebanyak-banyaknya seolah takut kehabisan stok,memejamkan mata.

Aku tersenyum. Setidaknya kali ini aku tidak sendirian mengunjungi bukit Bintang.

"Karena kamu mengajak kabur pas makan malam, jadi traktir kakak ya?"

"Sebentar lagi ya?" Pintaku

Kak Rendi mengiyakan.

Hening

Hampir satu jam kami menikmati pemandangan dari sini. Menatap kerlip lampu, menghitung lalu-lalang mobil di bawah sana, serta sesekali bertaruh siapa yang paling lama bertahan tanpa berkedip?

Sangat menyenangkan. Meski terlihat kekanakan juga.

Tadi aku sengaja kabur dari rumah, takut berpapasan dengan Dafa, juga menghindari tatapan benci dari Gween. Pengecut sepertiku memang tidak pantas dibela. Tapi aku sungguh tidak siap melihat mereka bersama. Ada rasa sakit setiap menyadari kalau di cerita kami, aku berperan sebagai tokoh antagonis.

"Apa kamu tidak lapar, Al?" Kak Rendi bertanya dan itu mengingatkanku bahwa satu jam lalu aku meminta waktu sebentar, tapi ini bukan sebentar lagi. Pantas saja.

Aku merasa bersalah, "baik lah. Ayo kita makan! Di dekat sini ada rumah makan yang enak sekali, semoga masih ada."

Kami meninggalkan bukit Bintang tanpa tahu ada seseorang mengawasi sejak tadi.

.

Kak Rendi tampak sumringah. Di hadapannya tersaji aneka jenis makanan penggugah selera.

"Aku akan menghabiskan semuanya," ungkapnya dengan mata berbinar. Seolah makanan itu melambai-lambai minta dinikmati.

Aku sebenarnya sama. Hampir seharian ini belum ada makanan yang masuk. Memikirkan akan bertemu Dafa membuat nafsu makan hilang. Hanya sepiring omelet, itu pun setelah dipaksa Gabby.

Ngomong-ngomong soal Gabby, tadi pagi aku sudah mengajaknya. Tapi tidak tahu kenapa, bosnya mendadak menelpon dan memberi pekerjaan.

Satu panggilan masuk. Gabby? Panjang umur teman satuku ini, "ya, ... " kugunakan tangan kiri, Tangan kananku kotor oleh bumbu ikan.

"Sampai di mana?"

"Masih di sini, mungkin aku akan menginap."

Gabby menggerutu di sana, "kamu tahu nggak? Bosku itu orang yang paling nyebelin. Dia bilang ada kerjaan penting, tapi ketika aku datang orangnya malah nggak ada."

Aku hanpir tersedak karena membayangkan pasti muka Gabby lucu sekali saat ini.

"Tau gitu aku ikut ke sana ya? Aku mo liat nenek sihir lagi."

"Gween?" Tanyaku memastikan jika yang dimaksud adalah sepupu perempuanku yang beberapa hari lalu

"Siapa lagi? Apa dia berbuat macam-macam padamu?"

Kak Rendi menoleh sejak kuucapkan nama adiknya dalam perbincangan antara aku dan penelpon. Isyarat matanya seolah bertanya, "ada apa?" dan aku menggeleng cepat.

"By, aku sedang makan. Nanti kutelpon lagi ya?" Setelah mengucap salam segera kuputus panggilan tersebut.

Aku tersenyum pada Kak Rendi, merasa tidak enak telah mengucapkan nama Gween.

Sisanya kami makan tanpa ada obrolan lagi. Benar-benar suasana yang buruk.

.

Mobil yang kami tumpangi memasuki halaman. Sepanjang perjalan tadi tidak ada percakapan.

"Turunlah!"

Aku menatap kak Rendi tidak mengerti?

"Sudah sampai. Apa kamu mau ikut ke garasi?" Kak Rendi tersenyum geli.

Aku menyadari keleletan dalam berfikir, lantas tersenyum. Bergegas turun.

Baru saja akan naik, Gween sudah memasang aura permusuhan. Jika diibaratkan sinetron, saat ini mukanya sudah kena zoom dengan tampilan menyeramkan. Mata melotot, tangan menteteng, atau kalau ingin sangar lagi keluar tanduk.

Tapi ini dunia nyata. Hanya sebentar ia memasang aura permusuhan. Karena detik berikutnya Gween tersenyum manis, menghampiriku.

"Ayo masuk!" Gween menggandengku. Tiba-tiba saja dan aku jelas risih oleh perlakuannya.

Belum padam keterkejutanku, seseorang memelukku.

Aku senang menerimanya, balas memeluk, "Mam."

Ini benar-benar kejutan terindah.

***

Lohaaaaaaaa, ...
Meski telat, aku mau mengucapkan selamat hari kesaktian pancasila dan hari batik nasional.

Sudah pakai batik? Tapi bukan itu point-nya, sudah kah kita menghargai karya bangsa sendiri? Menghargainya? Dan membanggakannya?

Salam loopiesFM

Janji  Alana (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang