Can't I Love You (2)

1.1K 81 14
                                    

"Aku mencintainya, By, tapi dia menolakku dengan alasan Gween. Sangat tidak masuk akal," Dafa tersenyum getir mengingat ketika dia menyatakan cinta tapi Alana justru menggeleng lemah

"Apa anda tidak berusaha meyakinkannya?" Gabby sudah kembali ke sedia kala. Dia perlu mendengar versi Dafa agar bisa meluruskan semua

"Meyakinkannya?"

Lagi-lagi senyum payah itu, rasanya Gabby ingin menonjok atasannya yang sangat lemah menurutnya.

"Setidaknya anda berusaha meyakinkannya jika cinta kalian layak diperjuangkan." Tapi itu tak terucap karena kehadiran tamu yang sangat mengejutkan.

Kembaran Dafa, Rafael. Laki-laki itu terlihat angkuh dan tidak bersahabat.

"Hey, Raf, "

"Kau bisa mengusir wanita ini?!" Tanpa perlu repot-repot menyapa atau berbasa-basi. Sungguh sikap yang arogan.

Gabby mendelik kesal. Jika Bosnya terkenal ramah dengan senyumnya yang mempesona, Rafael sungguh berbanding balik. Kesan pertamanya adalah, kejam. Tapi itu termaafkan dengan ketampanannya.

"Kenapa masih di sini?!"

Gabby gelagapan. Bingung harus berbuat apa? Di satu sisi dia masih ingin bicara dengan Bosnya perihal Alana tapi di sisi lain kembaran Bosnya mengusir terang-terangan.

"Kita lanjutkan nanti, By." Dafa dengan sikap ramahnya.

Terpaksa Gabby keluar ruangan.

.

Begitu mencapai pintu, Sandy dan Lala langsung menghampiri. Mereka takut Gabby kenapa-napa meski itu bandingannya sangat jauh. Semarah apa pun Bosnya, tidak akan sampai memecat karyawan, apalagi itu Gabby.

"Aku ingin pulang, " ucap Gabby, dia bergegas merapikan pekerjaannya. Dia harus sampai di rumah, menceritakan perihal Dafa.

"Apa kamu dipecat, By?" Sandy bertanya khawatir

Gabby menggeleng. Dafa tidak akan memecatnya. Mana berani? Dan kalau sampai itu terjadi, bisa dipastikan Dafa akan menjadi bulan-bulanannya. Mereka terlalu dekat dan jangan lupakan fakta itu.

"Syukur-lah. Aku kira Bos marah besar dan memecatmu." Ungkap Sandy

"Jangan khawatir, Bos tidak akan memecatku. Kamu tau kan kalau aku punya kuasa meski sedikit," sebenarnya Gabby ragu mengucapkannya. Tapi dia harus menenangkan Sandy yang punya empati sangat tinggi.

"Aku pulang dulu." Gabby sudah beres, dia menepuk Sandy dan Lala bergantian sebelum meninggalkan kantor.

Gabby harus segera sampai di rumah. Menceritakan kejadian hari ini.

.

Tapi Gabby harus menelan kekecewaannya. Pasalnya saat akan mencapai pintu gerbang yang berpagar kayu, Alana dan ke dua orang tuanya telah berada di teras, lengkap dengan koper yang diyakini milik Alana.

Mereka akan pergi? Batin Gabby sedih

"Kalian akan pergi?" Gabby bertanya dengan raut muka sedih yang sangat kentara.

"By, .. " Alana memanggilnya lirih.

"Aku tidak akan membiarkan kamu pergi!" Gabby menggapai koper, membawanya masuk namun ditahan Alana

"Tidak, By!"

"Kamu menyerah?"

Alana menggeleng, "ini demi kebaikan semua."

"Bulshit!" Gabby menghempas tangan Alana dari bahunya, kecewa.

"Kamu selalu merasa lemah, belum apa-apa sudah nyerah, pasrah dengan keadaan. Itu yang membuatmu terlihat bodoh!" Itu adalah kejujuran yang berusaha dipendam Gabby. Dia sudah tidak tahan melihat sahabatnya terus disakiti, padahal bisa saja Alana membalas.

Alana menangis, itu membuat ke dua orang tuanya menatap prihatin putri semata wayangnya. Gabby bahkan ikut menangis.

.

Perjalanan ini hanya diisi dengan kesunyian. Baik Alana, Gabby, atau ke dua orang tua Alana memilih untuk menekuri pikiran masing-masing.

Mereka akan menuju stasiun. Alana memutuskan pulang bukan karena menyerah. Dia ingin kembali memikirkannya, pernikahan Gween dan Dafa sudah di ujung mata. Dia tidak ingin menjadi pihak yang jahat dengan menghancurkannya meski tidak sepenuhnya kesalahan berada di dirinya.

Gween, terutama Dafa turut bersalah. Mereka mengkambing-hitamkan kelemahan Alana yang mudah menanggung kesalahan orang lain.

"Mainlah sesekali, " ucap Alana saat ke duanya berada di ruang tunggu, duduk saling bersisihan---Gabby siap melepas.

Gabby mengangguk lemah.

"Aku pergi dulu." Alana beranjak, Gabby bergeming.

Ketika berada di tempat pemeriksaan tiket, akhirnya Gabby menghampiri, "aku berharap kamu akan kembali ke sini. Meski bukan untuk Dafa atau kenanganmu, datanglah untukku."

Alana mengangguk patuh.

"Al, ... " lirih Gabby

"Sampai jumpa." Alana melambai.

Gabby tak bisa menahan tangis, dia jatuh, tergugu hingga beberapa petugas ingin membantu tapi ragu.

Begitu juga dengan Alana yang berjalan menuju kereta sambil sesekali menyeka air matanya kasar.

"Semua berakhir!" Ucapnya parau.

***

End
.
.
.
.
.
.

Enggak 😄
Baru permulaan kok end? Tadinya emang mau diselesaiin di sini, kan selama ini aku terbiasa nulis cerita sad dan nge-gantung.

Berharap mood balik lagi buat ngelanjutin tulisan ini.

Salam
LoopiesFM

Janji  Alana (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang