Reuni

1.2K 90 3
                                    

Tidak ada yang menyangka bukan? Aku datang ke rumah ini kembali. Rumah yang selama dua tahun kutinggalkan.

Sebelum memasuki rumah, aku berdiam diri---lebih tepatnya menata hati. Bukan apa-apa, kemungkinan terbesar hanya lah Dafa yang duduk bersama Gween membahas susunan acara untuk dua minggu lagi. Masih kemungkinan bukan? Bisa saja dia sibuk di tempat lain, menyebar undangan? Atau membereskan pekerjaan.

Dan lagi-lagi aku berasumsi sendiri.

"Alana?"

Aku menoleh, mendapati kak Rendi yang bersiap menghamburku. Dengan cepat kuhalau ke dua tangannya. Risih dipeluk meski itu hal yang biasa bagi kami. Tapi itu kan dulu, saat kami masih sama-sama kecil dan sering keluar ingus.

Kak Rendi menatapku sumringah, "akhirnya kamu pulang!" Ungkapnya

Aku tersenyum. Andai saja dia tahu jika alasanku tak pernah datang karena Gween, akankah dia membenciku?

"Lihat, kamu bertambah cantik!"

Apa aku tidak salah, Gween kemarin mengatakan sebaliknya. Masih ingat kan kedatangannya ke rumahku?

"Ayo masuk! Aku tidak sabar menunjukkan padamu koleksi terbaru selama kamu pindah, " kak Rendi membawaku masuk, mengabaikan tatapan orang-orang di ruang keluarga---menuntunku ke lantai atas, kamarnya.

"Kak?" Ucapku ketika sampai di lantai atas. Jujur aku penasaran dengan beberapa orang yang ada di bawah tadi

Kak Rendi berhenti sebelum mencapai kamarnya, "ya. Ada apa Al?"

"Orang-orang tadi siapa?"

"Abaikan saja! Aku tidak suka dengan mereka. Sejak rencana pernikahan Gween dipercepat, orang-orang itu selalu mengusik ketenanganku di rumah. Untunglah kamu datang, jadi aku ada teman." Ungkap kak Rendi panjang lebar

Aku berencana menanyakan tentang orang tuaku apa sudah sampai, tapi tertahan dengan kemunculan Gween

"Lebih cepat dari yang kubayangkan," nadanya penuh sindiran.

Ketukan sepatu dari langkahnya seakan menggema di ruangan ini. Entah kenapa aku mulai membenci gayanya yang sok cantik, tapi Gween memang cantik.

"Gween, kamu di sini, tidak menemui tamumu?" Kak Rendi memutus keheningan yang entah sejak kapan tercipta di antara kami berdua

"Aku baru akan turun, tapi melihat Princess pulang, ... aku ingin menyambut terlebih dulu." Gween menggunakan sebutan itu lagi. Apa dia tidak menyukai kedatanganku?

"Dia akan melihat koleksiku, jadi turun saja! Pasti tunanganmu sudah menunggu."

Aku memperhatikan dua kakak-beradik yang sepertinya tidak akur. Rasanya mereka sedang saling sindir.

"Lihat, Princess! Belum apa-apa kakak tersayangku sudah membelamu. Terima kasih kak, aku juga tidak ingin berlama-lama dengan kalian." Gween berlalu, dia sempat menyenggol bahuku, menatap penuh itimidasi. Tapi aku tidak takut.

"Al, jangan melamun. Ayo masuk!"

Aku bergegas mengikuti Kak Rendi. Tidak ada salahnya aku bermain di sini. Bukankah tadi kak Rendi menyebut tunangan pada Gween, itu artinya Dafa ada di sini dan aku belum siap bertemu.

.

Author pov.

"Lama sekali Gween, apa kau mengeluarkan berlian?" Farah teman dari pihak Gween yang bertugas sebagai pembawa acara di pernikahan nanti bertanya ketika melihat Gween yang baru kembali dari kamarnya setelah setengah jam padahal pamit hanya ingin ke toilet.

Gween tak langsung menjawab, ia mengambil duduk di sebelah Dafa, menatapnya penuh tanya.

"Kau melihat pengkhianat tadi kan?" Gween berbisik, tapi cukup terdengar oleh teman-temannya yang lain

Dafa tersenyum. Ada rasa tidak suka ketika Ann disebut pengkhianat meski sejujurnya ia merasa dikhianati.

"Kenapa dia di sini?" Dafa ingin tahu

"Permintaan keluarga besar," jawab Gween

Dafa tak bertanya lagi.

Mereka melanjutkan kembali melanjutkan pembicaraan soal acara yang akan dilaksanakan dua minggu lagi.

Tanpa disadari orang-orang, Alana menatap sedih pada kebersamaan itu. Ia bertanya pada diri sendiri, kenapa belum bisa melupakan semuanya.

Diam-diam Rendi melakukan hal yang sama. Sebagai seorang kakak dia merasa harus melindungi ke duanya. Dia menyayangi Alana dan Gween sama besarnya, tak ingin hanya karena satu laki-laki hubungan ke duanya hancur.

.

Alana memainkan ponsel pintar Rendi, ada game yang baru saja didownloadnya. Ia beralasan saat meminjamnya, hape bututnya sudah kelebihan aplikasi---jadi ia ingin meminjamnya sebentar. Hanya sebentar.

Rendi memperhatikan Alana, cukup lama sampai sang obyek merasa risih.

"Aku tau aku bertambah cantik, tapi kakak tak perlu terpesona seperti itu dong." Alana mengerucut. Terlihat lucu.

Rendi tertawa gemas. Sejak dulu mereka bisa akur, bahkan saling bercanda. Tidak seperti dengan Gween.

"Kamu baik-baik saja, kan?" Rendi bertanya. Sudah tidak perlu ditutup-tutupi lagi

Alana mengangguk, ia  mengetahui maksud pertanyaan Rendi yang sebenarnya.

"Syukur lah."

Kembali hening. Alana mencoba fokus ke ponsel pintarnya lagi. Tapi tidak tahu kenapa ia malah ingin menangis.

Rendi membiarkannya. Alana membutuhkan waktu. Ya, waktu. Meski sebanyak apa pun waktu belum tentu mengembalikan hatinya seperti semula.

***

714 kata, lebih banyak dari yang kemarin. Tadinya mo aku terusin, tapi takut pada mual 😄  jadi dijadiin part selanjutnya. Makin seru ya?

O, ya ... Mas Dafa akhirnya keluar. Tau tuh ke mana ja selama ini? Mungkin mempersiapkan diri buat ketemu Kakak Ann-nya.

Betewe, hanya Dafa loh yang memanggil Alana dengan Ann---katanya itu panggilan sayang. Berdo'a saja Gween tidak tau, bisa makin benci sama Alana.

Part selanjutnya aku sih berharap mereka ada kesempatan bicara, menjelaskan semua kesalah-pahaman.

Author gimana? Tinggal atur, ini kan ceritamu, jadi suka-suka kamu -> batin pembaca

Hahahaha, iya juga. Tapi kadang aku plinplan---biasanya ceritaku sad ending. Gimana dong?

Sek-sek, aku mikir dulu sambil makan. Laper.

Selamat malam semua ...

Janji  Alana (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang