Ke Titik Awal

1.2K 82 0
                                    

Saat Alana menoleh, dia mendapati Gween dengan (?) seseorang yang mirip Dafa. Meski sama persis, dia tahu bukan Dafa yang ada di hadapannya. Laki-laki yang dikenalnya itu tidak pernah memasang muka tidak bersahabat.

Berbeda dengan Alana, Gween tampak berkaca-kaca, dia siap menghambur namun tertahan, rasa bersalahnya lebih besar. Kemarin hampir saja dia mencelakai sepupunya, berjuang antara hidup dan mati. Kalau bukan karena Rafael yang mengajaknya ke mari, maka dia tidak akan memiliki keberanian untuk menampakkan diri. Seluruh keluarga membencinya, apalagi Alana?

"Mo sampai kapan kalian diam-diaman?" Rafael memecah keheningan, kembaran Dafa ini sudah bosan berada di suasana yang melo seperti ini. Dia ingin urusannya cepat selesai, kemudian pulang, dan tidur. Dafa sudah membuat semua orang sibuk setelah kejadian itu, tidak hanya dirinya, Sam, Damian, dan Azka, teman-temannya pun ikut menanggung perbuatannya.

.

Gween dan Alana duduk agak jauh dari Rafael, laki-laki 26 tahun itu memberi ruang privasi untuk ke duanya. Setelah mengakui semuanya, Rafael pikir Alana akan mengamuk, tapi tidak. Kekasih Dafa itu justru memeluk sepupunya, meminta maaf, karena baginya, dia ikut andil sampai Gween bertindak di luar kendali.

"Jadi, itu kembarannya Dafa?" Alana bertanya yang diangguki Gween

"Kenapa?" Gween balik bertanya---

Alana tersenyum, "kupikir dia tidak punya kembaran."

"Kamu saja yang nggak pernah liat," sahut Gween, dia sudah bersikap biasa, sering tersenyum, seperti diangkat beban-bebannya.

Alana diam, sebenarnya dia ingin menanyakan Dafa tapi tidak mungkin. Mereka baru berbaikan-----Gween yang mencium gelagat sepupunya itu tersenyum simpul.

"Dafa ke luar negri," ucap Gween lirih

Alana menoleh, dia tidak salah mendengar, telinganya masih berfungsi dengan baik.

.

Alana pov.

Gween mengatakan Dafa pergi untuk waktu yang lama guna mengurus anak cabang perusahaan ayahnya.

Gween sempat membisikkan pengakuan yang mengejutkan sebelum pulang bersama Rafael tadi. Aku tersenyum, apalagi? Tapi yang membuatku berpikir, kenapa di saat semua telah berakhir Dafa memilih pergi? Apa sudah ada perasaan lagi?

.

Author pov.

Alana kembali mengunjungi bukit bintang di kotanya. Sejak pertemuannya dengan Gween kemarin, dia tidak berhenti memikirkan Dafa.

Kenapa dia pergi? Kenapa dia tidak menjelaskan? Atau memang  mereka tidak ditakdirkan bersama? Dia mengingat mimpinya

**
"Mencari sesuatu?"

Alana mendongak, melihat siapa yang bertanya.

"Kyaaaaaaaa, ..." ia menghambur, memeluk orang yang paling disayanginya.

"Merindukanku?"

Alana mengangguk bahagia. Ia tidak bisa berkata-kata, terlalu bahagia. Perasaan yang tak bisa dilukiskannya.

Orang itu balas memeluknya, tak kalah erat, "aku juga merindukanmu."

**

Alana ingat, dia adalah Dafa, sahabatnya, orang yang dicintainya. Tapi hubungan itu entah berkembang atau berakhir sejak dia memutuskan pergi dari laki-laki tersebut.

"Mungkin ini saat yang tepat untuk mengakhiri semuanya." Alana menggumam sendiri, tanpa sadar ada seseorang yang sedari tadi mengawasinya, tersenyum.

Pantas saja kembarannya menyukai gadis itu? Dia lucu dan menggemaskan, membuat orang-orang di sekitarnya tertular kebahagiaan.

Rafael berdehem, menyadarkan Alana dari lamunannya, menoleh-lantas-tersenyum canggung. Dia tahu, yang di hadapannya bukan Dafa.

.

"Untukmu." Rafael menyodorkan sebuah kotak musik, Alana menerima meski dipenuhi rasa ingin tahu.

"Ingat sesuatu?"

"Sebuah janji." Alana menjawab lirih. Dia mengingat kotak musik ini. Milik Dafa, dulu dicibirnya-------bagaimana mungkin Dafa menyimpan kotak musik, bertolak belakang dengan sikapnya.

"Dia tidak bisa memberikannya padamu langsung," ungkap Dafa

Alana memaklumi. Apa yang diharapkannya lagi? Hubungan mereka sudah berakhir, tidak bisa diperbaiki. Dafa berhak memilih hidupnya-melanjutkannya dengan siapa pun, yang pasti bukan dirinya.

Alana mencoba tersenyum. Dia mengerti sekarang kenapa dulu Dafa tidak mencegahnya agar tidak pergi, kenapa dia tidak pernah datang menemuinya saat dia sakit, dan tentunya kenapa Dafa tidak menjelaskan apa pun. Dia tidak ingin berhubungan dengannya mau pun Gween.

"Aku pergi dulu, tugasku sudah selesai." Rafael bangkit. Sempat menoleh, Alana bergeming, tak berniat membalas ucapan selamat tinggalnya.

Rafael tak habis pikir, kenapa di saat semua sudah selesai Dafa tak menjemput kebahagiaannya? Kembarannya itu mempersulit diri sendiri. Tapi dia lega juga, tanggungannya selesai.

Rafael menoleh sekali lagi, Alana masih bergeming menatap kotak musiknya dalam diam.

***

Hai 😊  ada yang ingat Alana?

Mungkin karena mendekati ending jadi malas ngelanjutin 😂  a, bo-ong, LoopiesFM terlalu mentok di ide, maaf.

Oke, bersiap melepas Alana dan Dafa, mereka mo pamit, gantian sama Rafael dong, dia juga pengen cerita.

Ini cerita yang absurd, tapi makasih banget buat yang udah nyimpen JA di list, makasih banget.

Tinggal 1 part, semoga bisa selesai sebelum tahun baru. Dan, maaf kalau ceritanya nggak sesuai prediksi.

LoveAll ...

Janji  Alana (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang