Agenda di hari kedua ialah mengajak Humaira ke sebuah desa cantik diujung Jerman namanya Monschau. Berjarak satu jam perjalanan menggunakan kendaraan umum dari kota Aachen. Jika dihitung dari Köln Hauptbahnhof kesana menempuh perjalanan selama dua jam. Kami berangkat jam delapan pagi dari rumah.
Sebenarnya aku pun sudah mengajak Fira dan yang lain pergi namun mereka sedang tidak berada di Köln. Fira pergi mengunjungi tante nya di Amsterdam, Ilham ke Hannover, sedangkan Putra pulang berlibur ke Indonesia.
Jadilah hanya kami berdua yang kesana.
Monschau desanya sungguh cantik walau kecil, dikelilingi sungai-sungai kecil di sekitar zentrum membuat kita betah berlama-lama disana.
Aku dan Humaira sampai disana jam sebelas an, turun dari bus kami langsung berjalan menelusuri Zentrum.
"Bagus ya sal tempatnya," ujar Humaira saat kami sudah berjalan lima menit sampai di sekitar jembatan kecil.
Kami berfoto-foto di depan jembatan, kiri kanan disuguhi banyak kafe dan toko-toko. Bangunan di Monschau juga unik-unik dan lama yang berciri khas berwarna putih. Satu jam kami mengitari pusat kotanya, puas berkelilimg kami pun singgah ke sebuah kafe, kami memilih membeli kue dan kopi dan duduk menikmati pandangan menarik didepan mata.
"Abis ini kita balik sal?" Tanya Humaira saat aku sedang menyendokkan potongan kue ke mulutku.
"Boleh aja sih, tapi kita harus naik ke bukit itu fir, cuman sepuluh menit kok jalannya juga ada banyak tangga. Kita lihat keindahan pemandangan Monschau dari atas sana," ucapku menunjuk tempat yang memang khusus untuk melihat panorama.
"Oke. Kita nikmatilah dulu lah duduk-duduk disini ya sal. Capek juga jalan terus."
Siang yang begitu ramai. Suara air mengalir terdengar begitu alami. Meskipun diluar cuaca teramat dingin, tak menyudutkan semangat kami untuk melihat ke esaan tuhan yang telah menciptakan bumi dengan segala macam bentuknya.
Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah kamu dustakan? Tertulis tiga puluh satu kali dalam surah Ar-Rahman. Betapa jelasnya tuhan mengingatkan kita berulang-ulang. Tugas kita hanya bersyukur dan tidak mengingkari atas segala nikmat yang telah dikaruniakan-Nya.
Dunia hanya sementara, apa yang kita punya bisa diambil kapan saja. Yang memang tuhan hanya menitipkan saja kepada kita, tidak berhak kita berlarut-larut atas kehilangan sesuatu yang kita anggap menghancurkan dunia kita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salma ( Rindu yang tak pernah usai)
SpirituellesRindu. Ya sebuah kata yang menjadi teman, entah merindu kepada siapa. Namun setiap pertanyaan yang belum bisa terjawab itu seakan ia seperti kata rindu, yang tak akan pernah usai walau sudah berada diujung kisah perjalanan. Salma Azzahra saat ini se...