part 1

7K 398 7
                                    

Kalimat yang aku ketik italic, merupakan kilas balik dari kejadian masa lalu sang putri ya.
Selamat membaca bagi yang sudah bisa membaca, dan moga aja masih suka dengan ceritanya.

Seorang  gadis cilik tengah berlari  dengan lincahnya, sambil membawa sekeranjang bunga mawar merah di sela-sela jemari mungilnya. Dari arah belakang istana, terlihat beberapa dayang yang tampak kerepotan mengejar gadis cilik yang gesit bergerak bagai anak kijang tersebut.

"Nona muda Shima hati-hati, nanti anda terjatuh," teriak salah satu dayang  panik, sambil terus mengejar sang nona muda yang tidak lelah berlari. Tapi siapa sangka justru dayang itu sendiri yang malah terjatuh, saat dirinya secara tidak sengaja tersandung ujung batu kolam yang sedikit menjorok keluar, dari jalan setapak kebun istana.

Sang putri pun terhenti seketika, saat mendengar pekikan sang dayang.

"Bibi dayang tidak apa-apa?" tanya sang putri Shima kecil, dengan tatapan polosnya yang tampak merasa bersalah.

+++

Aku menatap sendu hamparan bunga rose yang terbentang  luas dari balik jendela kastil istana yang berteralis.

Pemandangan itu membuatku kembali teringat akan kenangan masa laluku dulu, membuat mataku kembali berkaca, dan buliran itu akhirnya terjatuh pula tanpa dapat lagi aku tahan.

Mengusap pelan wajah mulusku dengan jemari  berpenutup sarung tangan, yang sedikit terasa kasar di kulit parasku ini.

Pintu di belakangku terbuka perlahan, namun tidak menyurutkan aku untuk menoleh walau sejenak.

Suara langkah kaki bergema di ruangan seluas sembilan meter, tanpa perabot apapun kecuali sebuah ranjang sempit berbahan kayu dengan meja kecil di sampingnya.

Dengan cepat aku menghapus airmataku, tidak ingin terlihat lemah di mata mahluk menjijikkan yang kini melangkah ke arahku.

Seorang lelaki berdiri di sampingku. Manik putihnya nampak sangat menakutkan dengan sisik merah gelap yang menutupi seluruh permukaan kulit tangannya yang tak berpenutup, juga sepasang tanduk hitam yang menghiasi kedua sisi kepalanya.

"Apa yang kau pikirkan calon istriku?" tanyanya lembut, walau perkataannya nampak kontras dengan sorot tajamnya yang menusuk hingga ke dalam tulang sumsum ku.

"Aku bukan calon istrimu!" ucapku marah, pada mahluk gotics berpenampilan angkuh yang kini berdiri tepat di sampingku.

Pangeran Eldrad nampak sangat marah mendengar perkataanku. Dengan gerakan kasar dia lalu mendorongku ke sisi dinding kastil di sebelahnya.

Argh...

Aku memekik sakit, saat tanpa sengaja lenganku terbentur keras teralis jendela sewaktu dia mendorongku tadi.  Mengakibatkan memar kebiruan di sana.

"Dengar, kau akan tetap menjadi istriku sekuat apapun kau menolaknya," ucap Eldrad dingin sambil mencengkram keras rahang ku dengan sorot penuh kemarahan.

"Lagipula siapa yang bersedia menikahi gadis cantik yang mulai menjelma menjadi bangsa gotics seperti kami," ucapnya sinis sambil menarik salah satu sarung tanganku, memperlihatkan lengan yang mulai di tumbuhi sisik halus berwarna merah muda.

"Kenapa kau menculikku, apa salahku padamu!" teriakku marah, sambil berusaha menjauh dari cengkraman sebelah tangannya yang masih bertengger di rahangku yang mulai merasakan perih, akibat dari kuku-kuku runcingnya yang menekan dalam.

"Kau bertanya apa salahmu, terus terang kau sama sekali tidak bersalah, sungguh sangat di sayangkan, gadis baik seperti dirimu harus  menanggung dosa Orang tuanya, mungkin ini memang sudah nasibmu Putri, dan kau harus menerimanya," ucapnya dengan senyum mengejek.

"Apa maksudmu, dosa? Dosa apa yang kau bicarakan?" tanyaku tidak mengerti.

Pangeran Eldrad menatapku tajam, tangan yang sempat mencengkram rahangku telah di lepaskannya, membuatku kembali bernapas lega.

"Ayahmu telah membunuh ibu dan Adikku, dan secara perlahan turut pula membunuh Ayahku dalam kedukaannya. Kini aku sebatang kara, dan kau akan menemaniku selamanya sebagai ganti dari keluargaku yang telah di rengut paksa oleh Ayah berengsekmu itu," jawab Eldrad dingin.

"Tidak, itu samasekali tidak benar. Ayahku tidak mungkin berbuat seperti yang telah kau tuduhkan tadi, aku tahu! Dirimu sengaja berbohong padaku, untuk membenarkan segala tindakan kotormu itu," ucapku dengan tatapan marah.

"Aku tidak berbohong Putri,  kau pastinya dapat merasakan kedukaan itu di mataku," jawab pangeran Eldrad dengan sorot sedih,  membuatku tertunduk seketika, saat menyadari tidak ada kebohongan di sana.

"Terima saja takdirmu Putri, dan hidup berdampingan dengan bangsa kami, tempatmu bukanlah lagi di Lucera, tapi disini, bersamaku," ucapnya tak terbantahkan.

"Tidak! Jangan lakukan itu, tolong lepaskan aku, ku mohon... " ucapku lirih, meminta sedikit belas kasihan dari mahluk menyeramkan yang masih berdiri tegak di hadapanku ini.

Tapi, mahluk menyeramkan itu tetap tak bergeming dari keputusannya, dia hanya tersenyum lembut sambil menggeleng pelan, yang lebih mirip seringai menakutkan di mataku.

"Pelayanku akan datang untuk membawakan baju ganti untukmu, sebaiknya kau makan dulu agar tidak jatuh sakit pada hari pernikahan kita," ucap pangeran Eldrad panjang lebar, tanpa memperdulikan wajahku yang kembali di penuhi airmata.

"Jangan menangis putri, kau seharusnya merasa senang karna masih ada yang bersedia menikahimu dengan keadaanmu yang seperti ini," ucap sang pangeran lagi, membuat isak tangisku makin terdengar nyaring.

"Selamat malam putri Shima, ku harap tidur anda nyenyak," ejek sang pangeran, sebelum beranjak pergi dari kamar yang terdapat di puncak paling ujung menara kastil tersebut.

Pangeran Eldrad pun berlalu setelah menyelesaikan kalimatnya, meninggalkanku sendiri dalam ruangan kusam berdinding sedikit kasar dengan pencahayaan seadanya.

Aku melirik sepiring makanan yang entah sejak kapan telah berada di meja kecil tersebut, mendorongnya dengan kasar hingga menimbulkan suara gaduh dengan isinya yang telah berhamburan, memenuhi sebagian lantai dingin tanpa karpet tersebut.

TBC

Putri Shima (sequel The Dark Portal) END  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang