Bae Joohyun telah tersadar sejak beberapa saat lalu. Tapi mengabaikan rasa lapar, pusing, dan lemas yang luar biasa; wanita itu tenggelam dalam kenyamanan yang ia rasakan. Suhu yang hangat... Bantal yang empuk... Seprai yang lembut... Dan selimut yang harum pewangi pakaian... Ia memeluk selimut itu erat, lantas menariknya sampai batas hidung. Menghirup aromanya dalam-dalam. Aroma pewangi pakaian adalah aroma yang paling ia sukai di dunia. Mungkin karena kebenciannya pada parfum? Baginya parfum memiliki aroma yang lebih kuat; terlalu kuat sampai terkadang membuatnya mual-mual. Berbeda dengan aroma pewangi pakaian yang beraroma lebih lembut dan natural. Menyenangkan dan menenangkan.
Ia menghirup aroma pewangi pakaian pada selimut itu lebih dalam lagi. Ia ingat setiap mencuci selimutnya ia selalu menambahkan pewangi pakaian dengan porsi ekstra. Tapi terakhir kali ia melakukan itu adalah sebelum wabah zombie muncul; yang mana itu adalah 3 tahun lalu. Ia ingat benar bahwa terakhir kali ia tidur selimutnya masih bau apek. Jadi jika selimutnya berbau apek dan selimut yang sekarang ia pakai jauh dari kata apek; maka selimut siapakah yang tengah dipakainya saat ini? Pikiran itu membuat ia sadar sepenuhnya.Dengan mata yang telah terbuka lebar-lebar Joohyun dapat melihat langit-langit kamar yang tentu saja asing baginya. Ia duduk tegak dan merasa was-was mendapati dirinya terbangun di sebuah ruangan kamar asing yang luas dan tinggi. Ada perapian yang sejajar dengan kaki tempat tidurnya, lemari pakaian raksasa coklat mengkilap menjulang di samping kanan tempat tidur, karpet beludru merah marun yang terlihat sangat empuk dan halus menjadi alas sebuah sofa hitam berukuran sedang yang menghadap perapian tadi, serta beberapa lukisan abstrak dengan ukuran ekstra besar tergantung di setiap lahan kosong dinding yang dicat abu-abu pucat. Sebuah pintu yang ia tebak adalah pintu kamar mandi terletak di sisi kanan perapian. Sementara pintu berukuran lebih besar terletak di samping kiri tempat tidur; dan ia yakin bahwa pintu itu adalah pintu keluar kamar.
Joohyun segera turun dari tempat tidur dan menuju pintu tersebut. Namun langkahnya tertahan oleh suara pintu lain yang terbuka; pintu kamar mandi.
"Wah, coba lihat siapa yang akhirnya terbangun dari tidur panjangnya! Mimpi indah, Sleeping Beauty?"
Joohyun menoleh ke belakang dan seketika itu juga ia menjerit dan refleks memejamkan matanya rapat-rapat.
Sehun mengernyit. "Hey, Wanita, kenapa kau berteriak? Aku ciptaan paling indah di muka bumi. Tampangku jauh dari kata menyeramkan sampai kau harus bereaksi seperti itu."
"Pakaianmu!" Seru Joohyun.
Sehun melihat ketelanjangannya sendiri dan terkekeh santai. "Oh, benar... Aku baru selesai mandi dan semua handuk di kamar mandi raib entah kemana." Ucapnya sambil berjalan ke arah lemari pakaian, memilih kaos hitam dan celana santai dengan warna serupa lalu mengenakannya. Ia menyisir rambut coklat kopi susunya yang basah dengan asal sambil menghampiri Joohyun.
"Apa kau sudah berpakaian?" Cicit Joohyun.
"Nope." Sehun menyeringai nakal. "Tubuh menakjubkanku masih polos sepolos-polosnya. Masih siap untuk jadi tontonan gratis. Bahkan mungkin santapan gratis kalau kau berminat?"
Joohyun mengepalkan kedua tangannya sampai buku-buku jarinya memutih. "Pakai pakaianmu."
"Oh, ayolah... Aku tahu tadi kau tak berkedip sama sekali menikmati anugerah visual yang aku yakin jarang kau dapatkan."
"Berhenti jadi bajingan dan pakai pakaianmu atau aku akan menancapkan pasak kayu tepat di tengah jantungmu!"
Sehun menahan tawa, mulai tertarik. "Dan darimana ide menusuk jantung vampir dengan pasak kayu ini muncul?"
"Aku menonton beberapa serial televisi tentang vampir, dulu."
Mendengar itu Sehun tak mampu lagi menahan tawanya. "Tak bisa dipercaya aku menggantungkan hidupku yang berharga pada seseorang yang mempelajari kaumku dari Netflix!"
Joohyun mendengus. "Sebagai informasi, Tuan Sok Tahu, aku tidak menontonnya di Netflix!"
"Jadi dimana? Di Amazon? Di Iflix?" Sehun kembali tertawa geli. "Oh, dan sebagai informasi, Nona Keliru Dalam Segala Hal, kau sudah bisa membuka matamu."
"Kau sudah memakai pakaianmu?"
"Sejak tadi, sebenarnya." Sehun menyeringai puas.
Joohyun membuka matanya dan langsung menatap Sehun tajam. "Kenapa kau tidak memberitahuku dari tadi!"
Sehun menyeringai makin lebar. "Karena rasanya menyenangkan membodohimu."
Seberapa besar pun Joohyun ingin melayangkan tendangan mautnya ke pangkal kaki Sehun, ia menahannya mati-matian. Karena itu tidak akan ada gunanya ketika ia hanyalah seorang wanita -manusia mungil yang sedang kelaparan- dan Sehun adalah seorang pria -vampir yang mungkin sedang kelaparan juga-.
"Bisa jelaskan kenapa aku bisa berakhir di sini? Bersamamu?" Tanya Joohyun.
"Errr... Kau tak sadarkan diri setelah aku menghisap darahmu lalu-"
"Maksudmu aku tak sadarkan diri setelah kau hampir menghisap habis darahku. Ya, aku ingat itu. Maksudku adalah; aku punya rumah jadi kenapa kau membawaku ke sini tanpa seizinku?"
"Pertama; aku tidak tahu bahwa kau punya rumah; kalau pun aku tahu kau punya rumah aku tak tahu letaknya dimana; dan waktu itu kau tidak sedang berada dalam keadaan sadar dimana kau bisa mengarahkan kemana aku harus pergi. Kedua; aku tidak butuh izinmu untuk membawamu kemana pun aku mau. Kita punya kesepakatan. Kau adalah kantong darah berjalanku selama seumur hidupmu, apa kau lupa?"
"Setidaknya biarkan aku mengemasi barang-barangku..." Keluh Joohyun.
"Barang-barang apa? Peralatan untuk menggoreng otak zombie? Persetan dengan itu semua karena kau tidak akan membutuhkannya lagi mulai sekarang. Kau aman disini."
"Tapi itu adalah rumahku." Joohyun merasakan matanya memanas. "Banyak kenangan di sana. Kau punya saudara jadi mungkin kau tahu arti dari sebuah keluarga. Dulu aku tahu, tapi sekarang yang aku tahu hanyalah kenangan-kenangan itu."
Sehun terdiam selama beberapa saat. Ia tertegun menyaksikan wanita rapuh di hadapannya, lantas mendekat. Lalu menghapus air mata pertama yang dilihatnya menuruni pipi Joohyun. "Ayo turun. Eunwoo menyiapkan makananmu. Semampunya. Kuharap kau bisa memaklumi. Menjadi vampir selama ratusan tahun membuat kami terpisah dari urusan yang berbau manusia; kecuali darah mereka, tentu saja. Okay, aku bercanda. Ayo, kau butuh makan."
Joohyun hanya berdiam diri, tak bersemangat.
Sehun menghela nafas. "Kau tahu? Jika sekarang kau jadi anak baik yang penurut, maka besok kau kuizinkan pulang ke rumahmu. Untuk mengucapkan selamat tinggal pada... apapun itu."
Mata Joohyun berbinar dan untuk alasan yang tidak diketahui hal itu menimbulkan rasa lega bagi Sehun.
"Benarkah?"
"Yep."
"Bagaimana aku tahu bahwa kau tidak berbohong?" Joohyun memicingkan matanya penuh prasangka.
"Karena aku sendiri yang akan mengantarmu kesana."
"Mungkin aneh jika kukatakan ini padamu yang notabene telah menjadikanku sebagai tahanan untuk seumur hidup tapi," Joohyun tersenyum, "terima kasih banyak..."
"Karena senyummu begitu cantik, tidak masalah." Sehun balas tersenyum.
Joohyun mengernyit. "Berhenti."
"Maaf?"
"Berhenti tersenyum. Kau berkali lipat lebih menyeramkan saat tersenyum." Tuhan tahu Joohyun mengatakan itu demi kebaikan jantungnya.
Raut wajah Sehun berubah drastis. "Kau beruntung aku menganggap darahmu tidak segar saat perutmu sedang kosong."
"Sekarang turun ke bawah."
"Temui Eunwoo di ruang makan."
"Makan yang banyak."
"Agar aku bisa cepat-cepat memakanmu."
"Dalam hitungan 5..."
"4..."
Dan aura membunuh Sehun berhasil membuat Joohyun keluar dari kamar itu bahkan sebelum Sehun mengucapkan hitungan ketiga.
***
MAAF KARENA SEMPET NGILANG🙇🙇🙇
KAMU SEDANG MEMBACA
ZOMPIRE | EXO Sehun
FanfictionBae Joohyun telah bertahan hidup selama 3 tahun dalam kiamat zombie, sendirian. Sampai pada suatu malam di sebuah mini market ia ditaklukan oleh seorang vampir berusia 282 tahun, Oh Sehun. Vampir tampan namun gila kontrol itu menjadikannya sebagai k...