Joohyun telah duduk selama berjam-jam dengan memeluk lututnya di samping Sehun. Tak berani jauh dari Sehun. Ia tahu bahwa ia tak bisa melakukan apapun untuk membantu Sehun tapi rasa bersalahnya yang sangat besar mengatakan bahwa ia tak boleh melewatkan satu kedipan mata pun dari sosok pria yang terkapar tak berdaya di hadapannya ini.
Sekujur tubuh Sehun memerah kehitaman, masih mengeluarkan asap samar. Erangan kesakitannya telah menghilang. Karena itulah setiap beberapa menit sekali Joohyun rutin memanggil namanya, lega saat Sehun masih merespon.
"1948. Di sebuah negara bernama Indonesia." Sehun bersuara, meski terdengar begitu lemah dan sedikit parau.
Joohyun mengangkat kepalanya yang tadi ia sandarkan di kedua ujung lututnya. Mata Sehun masih tertutup, deru nafasnya juga masih belum stabil.
"Adalah terakhir kali aku seperti ini."
"Apa yang terjadi pada saat itu?" Tanya Joohyun.
Sehun terkekeh samar. "Eunwoo memaksakan gaya hidupnya padaku, menentang keras menjadikan darah manusia sebagai konsumsi utama para vampir. Dan aku, mungkin seperti yang telah kau tahu, keras kepala. Jadi waktu itu aku keluar rumah di tengah hari bolong hanya untuk menghentikan kampanyenya itu. Membiarkanku jadi vampir normal atau membiarkanku lenyap, karena bagiku menjadi vampir vegetarian sama saja dengan hidup namun tidak benar-benar hidup. Dan tentu saja ia memilih pilihan pertama, walaupun ia harus menunggu sampai tubuhku hampir tinggal tulang saja untuk keputusannya itu."
"Konyol..." Ujar Joohyun.
"Setidaknya kekonyolan itu membuahkan hasil. Hasil yang tidak terlalu memuaskan, sebenarnya."
"Kenapa begitu?"
"Setelah hari itu, Eunwoo pergi. Ia bilang ia memang bersedia untuk menghormati keputusanku untuk menjadi vampir normal, tapi untuk hidup berdampingan denganku dengan gaya hidupku itu ia tidak bisa."
"Jadi bagaimana kalian bisa bersama lagi?" Tanya Joohyun penasaran.
"Pada satu titik, aku mulai jenuh. Eunwoo adalah satu-satunya saudara yang kumiliki dan aku sadar betapa aku membutuhkan kehadirannya untuk membunuh the so called immortality yang kami miliki bersama-sama. Jadi selama bertahun-tahun aku mencarinya. Beberapa bulan lalu akhirnya aku menemukannya di negara kelahiran kami ini."
"Kenapa Eunwoo berubah pikiran untuk menerima dirimu yang masih sama seperti dulu?"
"Sebenarnya ia menerimaku karena aku berjanji akan mencoba untuk menjadi vampir vegetarian. Bahkan ketika aku menemukan seorang pria dengan darah dimana-mana —terima kasih pada para zombie itu— aku masih bisa mengendalikan diri semampuku." Sehun membuka matanya dan melanjutkan. "Tapi entah kenapa pengendalian diri itu menjadi tidak penting lagi saat aku menghirup aroma darahmu."
Joohyun mengernyit. "Aku mengacaukan program dietmu..."
Sehun hanya terdiam menyadari kebenaran itu.
"Aku juga yang telah membuatmu seperti ini..."
Kali ini Sehun menggeleng tak setuju. "Tidak. Jangan menyalahkan dirimu sendiri."
"Bagaimana bisa aku tidak menyalahkan diriku sendiri? Kau mempertaruhkan hidupmu hanya untuk menyelamatkanku yang keras kepala ini!" Seru Joohyun. Ia menangis lagi.
Sehun bingung harus bagaimana. Ia benci melihat Joohyun menangis. Ia bersyukur saat serangkaian karangan penyangkalan yang masuk akal melintas di benaknya. "Dengar, Joohyun. Aku menyelamatkanmu untuk menyelamatkan diriku sendiri."
Joohyun menghentikan tangisnya, hanya terisak sesekali. Ia mengernyit. "Apa maksudmu?"
"Ingat darahku yang pertama kali kuberikan padamu? Selain sebagai pelacak, darah itu juga menghubungkan hidupku dengan hidupmu."
Joohyun tambah tak mengerti, kernyitannya semakin dalam.
"Itu artinya jika kau meninggal karena para zombie tadi, maka aku juga akan meninggal."
Joohyun melongo.
"Aku melakukan itu untuk mempertahankan hidupku sendiri, okay? Jadi kau tidak perlu merasa bersalah seperti itu..."
Bulir-bulir air mata mengalir lagi di pipi Joohyun. Kali ini tangisnya histeris.
"Hey..." Sehun kebingungan, ia pikir pernyataan setengah benar —karena hidup mereka berdua memang saling terhubung, mati satu mati bersama— dan setengah bohong —karena tak satu detik pun ia memikirkan tentang hidupnya sendiri saat ia menyelamatkan Joohyun tadi— itu akan membuat Joohyun semakin membaik, tapi ternyata malah sebaliknya. "Kenapa kau malah menangis lagi???"
"KARENA AKU MERASA KONYOL TELAH MENANGISIMU DAN SEMPAT MERASA BERSALAH PADAMU KETIKA PADA KENYATAANNYA KAU MEMANG HANYA SELALU MEMIKIRKAN DIRIMU SENDIRI!!!" Raung Joohyun.
Sehun tersenyum diam-diam. Menghadapi Joohyun yang membencinya lebih menyenangkan daripada menghadapi Joohyun yang merasa bersalah padanya.
Waktu berlalu, menelan tangisan Joohyun dan matahari. Kondisi Sehun kembali normal hanya dalam hitungan detik setelah malam tiba.
Tawa pertama Sehun setelah ia pulih adalah ditujukan untuk mengejek Joohyun. "Lihatlah matamu! Bengkak dan terlihat seperti bibir bebek!"
Joohyun mendengus kesal. "Kau pikir siapa yang membuatku menangis sampai berkali-kali seperti tadi?!" Gerutunya. Lantas melangkah cepat keluar gedung meninggalkan Sehun. Tapi langkahnya melambat dan sikap tubuhnya berubah waspada ketika melihat beberapa mayat hidup yang masih berkeliaran. Lebih sedikit dari tadi pagi memang, tapi ia tidak mau mengambil resiko. Hembusan angin kecil hadir di sebelahnya, mengantarkan kehadiran Sehun.
"Dari semua mobil-mobil itu, menurutmu mobil mana yang masih memiliki bahan bakar penuh?"
Joohyun memutar bola matanya. "Bagaimana aku bisa tahu?"
"Tebak saja."
Dengan dibantu siraman cahaya bulan, Joohyun mengamati mobil-mobil yang terpakir sembarangan di sekitarnya, salah satunya adalah mobil sport putih Sehun yang kehabisan bahan bakar pagi tadi. Pandangannya berhenti pada salah satu yang berwarna hitam. "Yang itu!" Tunjuknya. Dan betapa kagetnya ia saat Sehun membawanya melesat ke dekat mobil yang ditunjuknya hanya dalam beberapa detik saja. "Bisakah kau melakukan itu dengan semacam pemberitahuan terlebih dulu lain kali?"
Sehun hanya menanggapi Joohyun dengan tertawa. "Masuklah. Kita mulai mendapat beberapa perhatian dari para pribumi."
Joohyun menoleh ke belakang. Benar saja. Beberapa mayat hidup dalam jarak yang tidak cukup jauh telah menghadap ke arahnya. Sebagian ada yang memiringkan kepala seolah menimbang-nimbang apakah ia adalah santapan siap saji atau bukan. Ia bergidik sendiri dan segera membuka pintu mobil.
"Bingo! Tebakanmu tidak meleset! Bahan bakarnya masih penuh! Dan coba lihat, kita mendapatkan bonus kunci! Mari kita pulang!"
Joohyun mendesis. "Bisakah kau tidak berteriak? Demi Tuhan, aku hanya berjarak beberapa inci saja darimu!"
Sehun tertawa. "Maaf!" Sehun mengatakan itu dengan teriakan yang lebih kencang.
"SEHUN?!" Joohyun mengeluarkan tatapan membunuhnya.
Lagi-lagi Sehun tertawa. Ia lupa kapan terakhir kali seseorang membuatnya tertawa selain Eunwoo. Rasanya sudah lama sekali.
Sambil memacu mobil, ia menggeleng-geleng kepalanya sendiri dengan tak kentara sambil tersenyum samar. Joohyun memang cantik dan manis, pikirnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
ZOMPIRE | EXO Sehun
FanfictionBae Joohyun telah bertahan hidup selama 3 tahun dalam kiamat zombie, sendirian. Sampai pada suatu malam di sebuah mini market ia ditaklukan oleh seorang vampir berusia 282 tahun, Oh Sehun. Vampir tampan namun gila kontrol itu menjadikannya sebagai k...