Martin baru saja menempelkan gambar pohon maple Yisa di dinding tempat beberapa foto pajangan berada. Sebelum di tempelkan, Ken memberinya bingkai kayu yang hangat sehingga membuat pemandangan salon sedikit terusik karena keberadaan bingkai kayu itu selagi yang lainnya berlapis perunggu atau logam perak.Tapi tak masalah, Martin menyukainya. Ia menyukainya karena dengan gambar itu ia semakin ingin sering bermain ke Jey's Cut. Membayangkan senyum manis Yisa saat menggambar dan tangannya yang terampil melingkar dan melengkung seakan menghidupkan sesuatu yang begitu sendu dalam hatinya.
Sore itu salon tidak ramai. Hanya ada beberapa pelanggan biasa mengantre dan duduk menunggu rambutnya sedang di blow atau di cat warna di depan kursi bercermin besar di depannya. Suara desing dari pengering rambut meramaikan ruangan. Beberapa potongan rambut yang jatuh di lantai salon sesekali di bersihkan oleh petugas kebersihan.
Martin menghampiri Xiangyang, pemegang kasir di Jey's Cut yang sedang sibuk menghitung penutupan untuk akhir bulan di mejanya.
"Kenapa kau menempelkan gambar itu di kumpulan pajangan penghargaan dan foto-foto wisatamu di sana? Nampaknya terlihat tidak cocok," komentar Xiangyang tanpa menoleh ketika ia sampai di meja bermesin kasir dan penuh majalah itu.
"Ken menyuruhku menaruh gambar itu di sana. Padahal, aku sudah bilang pada Yisa untuk menaruhnya di galeri kampus saja."
Xiangyang menoleh dengan sebelah alis dinaikan, terkesiap. "Yisa? Sketsa pohon maple itu milik Yisa?"
Saat ini Martin berusaha mengendalikan diri. "Ya. Jangan terkejut begitu. Kau bisa membuat orang-orang bingung."
Xiangyang membuka mulutnya dengan penuh tekanan seperti hendak berteriak, tetapi tindakan itu ia hentikan kala ponsel dari saku Martin berdering.
"Maaf. Halo, Yisa?"
Terlihat Xiangyang menurunkan alisnya murung, kembali bekerja, sedangkan Martin beranjak keluar salon dan berdiri di pinggir jalan yang lengang.
"Maaf aku harus merepotkanmu lagi."
Martin memandang mobil-mobil yang mulai memadat di persimpangan jalan. Matahari sudah menghuyung ke barat, cakrawala terpoles mendung, rasa udara begitu lembab dan sukar sejuk. Teringat lagi pesan kemarin malam dari Ken kalau hari ini giliran jasa antar-jemputnya untuk mengantar kekasih sahabatnya itu check up.
"Tidak apa-apa. Aku tidak pernah keberatan. Kujemput jam berapa?" Martin memasukkan tangan ke saku, berpikir jernih setiap kali ia memulai aksinya. Berharap ia adalah aktor terbaik dalam relasi hubungan ini.
"Tidak perlu. Kau ada di mana? Aku saja yang ke tempatmu."
"Tidak, tidak apa, Yisa. Rumahmu dan salon, 'kan dekat sekali. Lagi pula, aku pakai motor, jadi bisa lebih cepat. Mobil sedang di pakai pacarmu itu."
"Oh. Baiklah. Sebetulnya aku sudah siap, sekarang. Kau bisa sekarang?"
Martin segera berbalik ke dalam salon dengan gerak tenang sambil tetap berbicara di telepon.
"Ya. Aku jalan sekarang. Bye."
Setelah menutup telepon dan pamit kepada Xiangyang, sebetulnya ia sempat bertanya sekali lagi apa yang ingin pria itu katakan. Tapi Xiangyang malah melengos jutek dan mengabaikannya. Karena tidak begitu penasaran juga, ia pun menaiki motor dan menjemput Yisa di rumahnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/121517575-288-k143241.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Maple (Sudah Terbit)
General FictionCompleted. Tersedia di Gramedia Digital (ebook). Cek ig WWG Publisher for order :) #164 in General Fiction Martin Lun menyembunyikan sesuatu. Di kamarnya yang selalu terkunci, Ken Chu, sahabat masa kecilnya itu selalu bertanya-tanya hingga sekarang...