Xiangyang hendak mematikan lampu ruang salon sebelum gerakannya terhenti ketika mendengar lonceng pintu berbunyi. Ia menoleh, mendapati Martin dengan mantel cokelat selututnya memasuki ruangan sambil menebarkan pandangan ke salon yang sudah kosong.
"Ken tidak kemari?" tanya Martin langsung, langkahnya separuh tertahan di ambang pintu kaca salon yang terbuka, membiarkan semilir udara malam menyeruak masuk. Xiangyang bergidik sambil berjalan meraih ranselnya di meja kasir lalu mendorong punggung pria itu untuk keluar.
"Sore tadi dia mampir, mencarimu. Tapi aku bilang kau sedang tidur di rumah, benarkan?" jawab Xiangyang sambil mengunci Jey's Cut tanpa menaikan nada dalam kalimatnya. Martin berdiri di tempat sambil memasukkan tangan ke saku.
"Kurasa tadi dia mencarimu karena ingin merencanakan sesuatu yang sebetulnya tak perlu kau tahu," Xiangyang tak beralih dari kegiatannya, kemudian setelah memutar kunci dua kali, ia baru berpaling memandang Martin yang menatapnya tertegun bingung.
"Maksudmu?" suara pelan pria itu terbawa bersama angin malam yang mengelus tengkuk. Jalanan Taizhong sudah sepi. Sekarang pukul sebelas malam. Beberapa toko hari ini akan memulai hari liburnya untuk menyambut musim gugur yang sebentar lagi tiba. Daun-daun mulai kemerahan, dan beberapa ada yang lebih dulu jatuh ke bumi.
Di antara lampu jalanan yang temaram, Xiangyang kembali berjalan tanpa ingin melanjutkan. Sambil mengunyah permen karet, ia melirik acuh tak acuh ke arah bosnya itu.
Untuk kesekian kali, Xiangyang selalu merasa ingin tahu kenapa pria dengan penuh ketenangan ini sangat kuat menyimpan luka-luka itu sendiri? Padahal, semakin ia berusaha bertahan, pada akhirnya, ia harus menyerah pada akhirnya.
"Jadi kau benar-benar belum tahu, ya?"
Martin tak menjawab, ikut melangkah pelan di sampingnya sambil menunggunya dengan kerut bingung, namun sorot matanya tetap tenang, seperti tidak ada keraguan atau keterkejutan. Padahal, Xiangyang yakin, itu hanya topeng sementara untuk mengatakan pada orang-orang kalau ia baik-baik saja.
"Bagaimana mau tahu kalau kau terus bicara sepotong-potong, begitu?"
Xiangyang menghela napas keras, menyemburkan asap udara dingin yang keluar dari mulutnya. Sambil memandang awan di atas kepalanya, ia berkata, "kau. . . kapan akan melupakan Yisa?"
Walau ia tidak memandang Martin, tapi ia bisa merasakan kalau pria itu sekarang pasti berkerut samar, mencerna pertanyaannya sebelum menjawabnya dengan baik tanpa meninggalkan kesan kalau ia sebenarnya terluka.
"Kenapa bertanya tiba-tiba?" suara Martin terdengar bersamaan dengan langkahnya yang terseok.
"Kau kapan akan melupakan, dia?" ulang Xiangyang dengan menekankan akhir kalimatnya.
Langkah Xiangyang tertutup, untuk sesaat ia bergeming, merasakan tubuh Martin yang juga ikut terhenti di belakangnya dalam jarak dua langkah. Ia menoleh, melihat pria itu menunduk, membiarkan poni di keningnya menenggelamkan sorot mata yang sesungguhnya.
Untuk beberapa detik, udara semakin dingin.
Untuk sepersekian detik, angin membekukan bibir pria itu.
"Martin?"
Martin mengangkat wajah, mengerjap pelan tanpa tersenyum. "Bukan urusanmu, Xiangyang," katanya sambil membuang muka ke samping jalanan. Xiangyang menoleh sepenuhnya ke arah pria itu, "aku tidak peduli ini urusanku atau bukan. Tetapi kau harus segera bangun, Martin. Ini sudah hampir setahun dan kapan kau akan terus memainkan drama ini?"
![](https://img.wattpad.com/cover/121517575-288-k143241.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Maple (Sudah Terbit)
Fiction généraleCompleted. Tersedia di Gramedia Digital (ebook). Cek ig WWG Publisher for order :) #164 in General Fiction Martin Lun menyembunyikan sesuatu. Di kamarnya yang selalu terkunci, Ken Chu, sahabat masa kecilnya itu selalu bertanya-tanya hingga sekarang...