Lampu lalu lintas berubah merah dalam beberapa detik. Martin sontak menginjak rem ketika persimpangan di jalan Duxin berubah alur.Dari kursi tengah, Lily mencondongkan tubuh melihat langit kota Taipei yang dihiasi gedung-gedung kaca perkantoran yang menjulang-julang melemparkan sinar mentari siang itu.
"Sepertinya sudah lama sekali aku tidak ke Taipei lagi," ujar Lily setengah takjub mengamati keramaian dan hiruk pikuk kota yang berbeda dari Taichung. Beberapa bus kota melintasi persimpangan. Kepadatan penduduk di kota ini nampaknya nyaris tak terbendung. Beberapa pejalan kaki berbondong-bondong menyebrangi jalan, berikut beberapa turis lainnya. Setelah melewati menara Taipei 101, pasti keramaian akan segera berkurang. Maklum, jalanan di sekitar objek wisata biasanya akan lebih ramai dari biasanya, karena tak jauh dari Taipei 101 ada gunung Xiangshan yang terlihat seperti hutan kecil di tengah kota.
Lily merengek ingin ke sana, menikmati pemandangan sewaktu matahari tenggelam nanti sambil mengamati benda bulat itu tenggelam di antara menara-menara gedung yang menjulang, menikmati keindahan kota dari balik alam yang tersisa. Tetapi Ken membantah itu keras-keras. Karena selain sudah ke sana untuk melakukan observasi pemotretan, ia sangat mengutamakan pertemuan spesial Martin dengan Jun Shu, penata rambut artis terkenal itu.
Kembali hijau, Martin segera melaju ke terusan jalan Taipei hingga tak lama mendapat telepon dari Jessica mengenai alamat lengkapnya.
"Rumah Produksi TV Zhejiang, ya. Kau tinggal belok kiri ketika melihat gedung CNN dan Machi Doggie Cafe. Setelah itu kau pasti melihat Zhejiang dengan jelas. Masuklah, setelah itu telepon aku lagi, ya," suara riang Jessica di sebrang sana terdengar lewat pengeras suara.
Ken mengatakan terima kasih lalu menutup telepon sambil berkomentar, "kelihatannya Jessica sangat senang mendengar kau kemari."
Martin tersenyum kecil sambil tetap mengamati jalan. "Ini bukan keputusan yang mudah. Jadi ketika mendengarku menerima tawaran ini, dia sangat senang."
"Kau bilang ini bukan keputusan yang mudah?" tanya Ken sedikit heran, mendadak bibir Martin sedikit pucat.
"Ya---meninggalkan Taichung bersama dengan memori lama itu sulit. Kau tahu, seperti ketika kau ingin meninggalkan Taipei ke Hongkong saja," ujarnya sedikit tergagap, tapi berhasil dikendalikan. Lily mundur dari percakapan, memilih sibuk dengan ponselnya di jok belakang.
"Aku tahu. Tetapi, ini mimpimu, kan? Kau harus berani meninggalkan kenyamanan dan menyambut tantangan baru. Mimpi itu mengajarimu untuk berkembang hingga menyentuh sesuatu yang tidak pernah kau bayangkan, Martin! Apa kau tidak gemetar ketika membayangkan semua orang akan mengenalmu? Kau pasti akan jadi orang hebat! Dan aku pasti ikut terkenal juga!" gurau Ken sambil tertawa. Sedangkan Martin hanya terkekeh pelan, menyadari kalau apa yang semua Ken katakan itu justru hal yang menyulitkan untuk diterima.
Menyentuh yang diinginkan.
Meninggalkan kenyamanan.
Tetapi, luka itu adalah napasnya.
Apa ia bisa bangkit dari antara sendu dan gulana yang selama ini menyelimuti hingga mati rasa?
Kemudian Martin memutar kemudi dan masuk ke gedung Zhejiang yang berdiri di antara gedung-gedung pertokoan di sampingnya. Ken dan Lily berteriak girang segera melompat keluar dari mobil sementara meninggalkannya sendirian di mobil.
![](https://img.wattpad.com/cover/121517575-288-k143241.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Maple (Sudah Terbit)
Genel KurguCompleted. Tersedia di Gramedia Digital (ebook). Cek ig WWG Publisher for order :) #164 in General Fiction Martin Lun menyembunyikan sesuatu. Di kamarnya yang selalu terkunci, Ken Chu, sahabat masa kecilnya itu selalu bertanya-tanya hingga sekarang...