枫 - Bab Tujuh Belas

101 19 6
                                    


Apa yang sebetulnya kau ragukan? Kenapa kau selalu membawa masa lalumu dan berharap ia kembali ke kehidupanmu? Lupakan Martin. Lupakan dan cari kebahagiaanmu sendiri.

Suara Jessica dan bayang-bayang tatapan mata Jun Shu yang melekat hingga per kalimatnya masih terngiang-ngiang memenuhi kepalanya.

Martin meletakkan ponselnya di kasur dengan gusar, mengusap wajahnya yang sudah termenung hampir satu jam namun bayangan akan masa lalu itu malah kembali menguar kuat di dalam kepalanya. Kata-kata Jun Shu tadi, seakan menghidupkan kenyataan yang takut ia akui. Perihal tentang bekerja sama bersama pria itu nampaknya terkesampingkan karena Jun memang pria yang bisa membaca masa lalu seseorang. Namun, ada kemungkinan juga, Jessica telah menceritakan tentang dirinya. Seperti Jun tahu, kalau sebuah masa lalu memang hal yang penting untuk mempersiapkan masa depan.

Dan Jun, ingin ia segera sadar pada jawaban yang seharusnya dipilihnya segera.

Meninggalkan Taichung dan pindah ke Taipei. . .

Astaga.

Martin memejamkan mata, menarik napas lalu dadanya mendadak sesak.

Ia menegakkan punggung, menyandarkan tubuh di dinding kayu kamarnya yang remang-remang. Kepalanya setengah mendongak, menatap ke dinding yang berhadapan dengannya. Satu dinding yang hampir penuh oleh benda-benda itu.

Benda-benda masa lalu yang tiba-tiba memuncak dan ingin ia lepas pergi namun tak mampu.

Udara malam berembus dari jendela kamarnya yang tidak di tutup, membiarkan angin dingin berhamburan memenuhi ruangan. Daun-daun yang berayun di dahan mulai menguning, kering dan gugur.

Satu tahun berlalu.

Dan ia masih tepekur.

Untuk perasaan yang tidak pernah berani ia akui.

Tentang masa lalu.

Di daun kering yang hancur.

***

"Ken, aku sudah baik-baik saja. Berhenti mengkhawatirkan seharian ini."

Yisa dipersilakan duduk di salah satu kursi salon Jey's Cut oleh Ken seakan menjadi pelanggan yang rambutnya ingin di potong. Setelah kemarin istirahat penuh, ia sudah memastikan dirinya sendiri kalau semua saraf di otaknya sudah kembali normal. Yah, walaupun ia merasa belum benar-benar pulih.

Tapi, aneh.

Padahal sebelum-sebelumnya ketika mendengar cerita masa lalu orang lain ia baik-baik saja. Kenapa setiap kali membicarakan masa lalu pacarnya sendiri selalu terjadi hal-hal seperti ini? Ayah memang sering bilang untuk berhenti mengingat tentang hal yang tidak bisa ia ingat, tetapi, kalau tidak diusahakan saja pemikiran atau perasaan itu muncul sendiri, ia bisa apa? Dan jika sudah terjadi, hal yang ditakuti ayahnya pasti terjadi. Ia bisa jatuh pingsan atau lebih parahnya, penyakit itu bertambah buruk.

Tangan Ken menjulur lewat bahunya, kemudian Ken yang berdiri di belakangnya tersenyum samar dari pantulan kaca sambil menyisiri rambut panjangnya yang terbujur itu.

"Aku hanya khawatir. Lain kali, lebih baik aku mencari topik yang lain saja, ya untuk obrolan kita," sahut Ken membuat Yisa tertawa pelan memandangnya dari cermin. Pria itu memajukan bibirnya, menyesal.

Maple (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang