枫 - Bab Sembilan Belas

116 21 7
                                    

Menuju bulan-bulan menempuh ujian, Ken telah berhasil menyelesaikan potofolio sialan itu lalu bisa kembali fokus untuk belajar menata rambut di Jey's Cut.  Walaupun Lily, Martin dan kekasihnya sendiri masih sering menemaninya untuk belajar bersama di ruang santai jika senggang, tetapi sebetulnya Ken hanya ingin belajar menata rambut seperti sahabatnya.

Yah, walau memotong dan mengeringkan rambut itu butuh kesabaran penuh, tapi ia menyukai itu. Lagi pula, di samping membalas budi karena sahabatnya sudah sangat baik padanya itu, ia ingin tahu Martin menyembunyikan apa di kamarnya.

Misteri masih belum terungkap.

Maka itu hari ini ia ingin mencoba mencari tahu walau harus susah payah. Dan sebetulnya, ia ingin memberitahu berita baik untuk pria itu hari ini.

Dari dalam salon, Martin baru saja menyelesaikan satu pelanggan yang rambutnya di blow. Sambil mengucapkan terima kasih, ia kembali masuk ke ruang santai dan meraih ranselnya hendak beranjak karena tadi adalah sisa pelanggan dari keramaian siang hari ini.

Ken yang sedang berdiri di ambang pintu bersama Yisa yang sedang tertawa-tawa kecil langsung menghadang jalannya.

"Kau mau ke mana, jagoan?" tanya Ken sambil merangkul punggung Martin yang berkerut heran.

"Pulang. Dari kemarin aku agak lelah," jawabnya ringan, tanpa sadar tersenyum lembut ke arah Yisa yang memandanginya.

Tetapi, ia terlalu cepat untuk menyadari keberadaan sebuah logam emas yang melingkari jari manis gadis itu yang sedang menggenggam ponsel dengan kedua tangan itu. Kemilau itu benar-benar jelas, sampai-sampai ia lupa kalau Ken sedang bertanya sesuatu padanya.

"Martin?"

Dada Martin beringsut.

Luka itu masih ada.

Dan akan terus ada.

"Hei!"

Martin terkesiap kaget, lalu mengangkat senyum lebar, terlalu lebar.

"Sepertinya dia benar-benar lelah, Ken," sahut Yisa tiba-tiba sedikit khawatir.

Ken mendesah, "baiklah. Kalau begitu, kita jalan bersama saja ya sampai perempatan. Rumahmu kan tidak jauh. Lagi pula aku juga masih harus kembali ke sini, jadi mobil kutinggal."

Tapi, topeng itu tetap bertahan.

Menyamarkan luka.

"Kebetulan aku juga tadi naik bus, jadi tidak bawa motor ke sini," sahutnya pelan.

Yisa mengembangkan senyum, seketika itu, Ken menarik keduanya keluar dari salon dan berjalan memasuki trotoar pinggir jalan.

Hingga tanpa ada yang tahu, Martin terus menahan senyum itu.

Terus, sampai ia merasa mati.

***

Pinggir jalan Taizong, kendaraan mulai padat. Mendung menghalau sinar surya. Awan kelabunya memenuhi cakrawala hingga rasanya seperti ada yang ingin jatuh dari atas sana. Angin berembus, bersama para daun kering pertanda akhir tahun. Martin merekatkan mantel wolnya, sambil sesekali tertawa mendengar celotehan dan gurauan Ken di sampingnya sambil berpura-pura tidak melihat permata yang selalu berkilau kala jemari Yisa bergerak-gerak.

Maple (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang