Hari ke-V (1)

96 21 0
                                    

Lagi-lagi ku hidupkan kembali saat-saat dimana Aku menanggung beban yang dalam...
Luka yang tersembunyi di bawah kulitku

Sakitnya sungguh nyata, layaknya luka yang berdarah...
Wajah yang kulihat setiap kali saat aku mencoba tuk tidur....
menatapku dengan menangis

(Dream Theater - The Enemy Inside)


.
.
.
.
.
.
.

Hari baru saja dimulai, tirai panggung sandiwara yang penuh kesadisan dan kebiadaban manusia telah dibuka kembali.

Aku tak bisa tidur dengan nyenyak seperti biasanya pada malam hari, sedikit terlelap dan kemudian aku terjaga kembali. Hingga akhirnya aku tertidur pulas dan sebuah hantaman keras membangunkanku.

Keadaan sangat kacau, mereka semua panik. Aku melihat Oscar menggoyang-goyangkan badanku. Pendengaranku tak begitu jelas, telingaku berdengung. Udara terasa sangat menyesakkan, hingga bisa menggosongkan paru-paruku. Pandanganku kabur, dan tubuhku rasanya terpanggang. Apa aku sudah mati? Apa ini yang namanya neraka?

Jadi apa inikah akhir dari hidupku? Aku sempat tak bisa menggerakkan badanku sama sekali, hingga sebuah kalimat keluar dari mulut Oscar dengan sangat jelas.

"Bangunlah b*doh, apa kau ingin mati?!" teriaknya

Aku tersadar, keadaan saat itu memang kacau. Terjadi kebakaran, tapi bagaimana bisa? Aku langsung bangkit dan membantu membangunkan L. Dia bisu dan tuli, tak bisa mendengar teriakkanku. Jadi langsung ku gendong dia. Oscar dan lainnya membawa tas berisi perbekalan dan peralatan mereka. Hanya Oscar yang memiliki senjata api, Rico memegang sebuah sekop besar sementara Egi memegang sebuah parang. Ashley dan Tiffany kelihatan sangat panik dan berlindung di tengah ketiga orang itu.

Setelah melihatku sudah siap, mereka langsung berlari keluar ruangan itu. Oscar menendang pintu kamar mandi dengan kuat dan pintu itu langsung menganga.

Hari masih gelap saat itu dan satu-satunya hal yang lebih mengerikan dari kebakaran ini adalah, zombie-zombie yang menunggu kami di luar kamar mandi itu.

Duar.... Duar....

Oscar dengan lincah menembakkan senjatanya pada zombie-zombie itu. Setidaknya ada 5 zombie yang menunggu kami di depan pintu. 2 jatuh oleh peluru dari senjata yang dipegang Oscar, dengan sigap Rico menghantam kepala salah satu dari zombie itu dan langsung terjatuh. Tersisa 2 lagi, namun  di luar dugaanku bahwa Egi berdiri seperti orang mati, tidak melakukan apa-apa dengan parang yang dipegangnya, dan saat itulah salah satu dari zombie itu menyerangnya.

Tak punya pilihan lain, ku angkat kakiku setinggi-tingginya dan kutendang wajahnya, daging yang sudah busuk dan tulang yang sudah mulai lunak membuat kakiku masuk dengan begitu mudahnya dan membuat sebuah kawah besar, di dahi zombie itu.

"B*doh! Apa kau ingin mati disini?!" teriakku padanya

Egi masih saja diam, tak bisa melakukan apa-apa.

Duar....

Bunyi tembakan kembali terdengar, bau mesiu dan arang hasil pembakaran kayu-kayu penyangga di sekolah ini bersatu. Sebuah peluru melesat tepat disamping kepalaku, mengenai sebuah kepala dibelakangku. Lagi-lagi aku lengah, Oscar baru saja menyelamatkan nyawaku. Seorang wanita hampir saja merobek otot-otot leherku.

"Nanti saja terima kasihnya, tak ada waktu untuk saling memarahi, sekarang ayo kita pergi!" teriak Oscar

Kami kembali berlari, perlu diketahui bahwa kami berada pada lantai 3 sekolah ini. Banyak sekali zombie yang mengejar di belakang kami, dan Egi-lah yang berlari paling lambat.

PERSONA : the PlagueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang