Hari ke-VIII (1)

63 8 4
                                    

Matahari belum bersinar saat itu, di hari ke delapan setelah infeksi terjadi. Keadaan semakin memprihatinkan, darah tergenang dimana-mana, sungguh keadaan yang dapat membuatmu berharap untuk tak pernah dilahirkan di dunia yang hina ini.

Dengan penuh kelelahan dan pegal yang tak punya rasa kasihan terus saja mencambuki sekujur tubuh, kami terus berjalan dari pinggiran kota - tempat manusia laknat dan bengis itu bersembunyi menuju luar kota, dibelakang rumah sakit daerah AZ, yang menjadi tujuan akhir kami. Namun entah mengapa, rasa pesimis menyerangku dan mengatakan pada jiwaku bahwa kami takkan pernah bisa selamat.

Jumlah kami masih lengkap. Aku, Oscar, Tiffany, Luke, Lidya, L dan wanita yang sedari tadi membantuku berjalan, Ashley.

"Apa tak apa kau menggotongku seperti ini sedari tadi?" bisikku lembut padanya.

"Tidak apa, aku hanya mencoba membantu"

Dengan terpincang-pincang aku terus melangkah. Suasana begitu sepi, kami berjalan tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. L nampak lemas, tidak, kami semua sangat lemas, tapi keadaan L lebih buruk dari kami. Hujan turun lagi saat itu dan mengguyur kami sepanjang perjalanan kami. Tertatih-tatih, selangkah demi langkah, mencoba mengumpulkan harapan hidup yang telah lama hancur berkeping-keping.

"Teman-teman, aku rasa kita dapat masalah" cakap Lidya di tengah-tengah kesunyian yang mengepung kami sejak tadi.

"Ada apa?" tanya Oscar dengan sigap. Dengan cepat aku melingkarkan tanganku dan mendorong Ashley ke belakang tubuhku. Entah kenapa, aku sangat ingin melindunginya.

"Bukan, bukan makhluk-makhluk itu, tapi L. Dia - dia sepertinya demam" kata Lidya.

Oscar segera berjalan menghampiri mereka dan meraba dahi L di bawah guyuran hujan.

"Ya, badannya panas. Sebaiknya kita cari tempat untuk berteduh terlebih dahulu" pinta Oscar.

Kami kemudian berjalan memotong jalanan sepi itu, pada saat hari gelap seperti ini, sangat berbahaya tapi kami tak punya pilihan. Jarak kami menuju tempat tujuan kami semakin jauh. Apa kami bisa selamat? Adakah seseorang diluar sana yang dapat mendengarku? Atau aku bicara pada diriku sendiri? Aku ditulikan oleh kesunyian, tidak, ini bukan kesunyian - ini adalah teriakkan penuh penderitaan dalam diam.

Treeet Treet Treett....

"Apa kalian mendengarnya?"

"Ya kami mendengarnya, terdengar seperti....."

"Rentetan senjata! Aku rasa itu adalah tim penyelamat!" cakap Luke

"Tidak, kita tidak boleh gegabah. Luke, kau bawa para wanita dan L berteduh di depan gedung itu! Jangan masuk dan jangan bergerak sedikitpun! Langsung teriak jika ada masalah. Aku dan laki-laki lemah ini akan memeriksa keadaan" jelas Oscar sambil menyindir aku yang dari tadi digotong oleh Ashley.

Luke yang dari tadi menggotong shotgun sawed-off di tangannya menangguk, lalu mengajak wanita-wanita itu bergerak. Aku dan Oscar bergerak pelan menuju sumber bunyi rentetan itu sambil memegang senjata kami.

Dalam perjalanan menuju tempat itu...

"Hei nak"

"Ada apa?"

'Kuharap kau tak tersinggung akan omonganku tadi"

"Hahaha tidak masalah, kita sudah cukup lama bersama. Aku sudah tau sifatmu" jawabku

"Aku ingin bicara serius"

"Mengenai apa?"

"Hubungan kau dan Ashley. Apa kalian pernah bertemu?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PERSONA : the PlagueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang