Chapter - 3

1K 52 0
                                    

"Arghh sakit," Wina mencoba berdiri melangkahkan kakinya, tapi kedua kakinya tidak mau diajak bekerjasama untuk berdiri.

Jeritan kesakitan membuyarkan Morran dari lamunan masa lalu yang kelam. Dia melihat wanita itu mencoba untuk berdiri, tapi terjatuh lagi. Dengan cekatan Morran berlari dan membantu Wina merebahkan diri lagi di ranjang satu-satunya yang ada di pondok itu.

"Kau mau apa?" Morran bertanya sambil membetulkan posisi badan letak semula wanita itu. Dalam sekejap dia bisa mencium wangi tubuh wanita itu. Adrenalinnya berdesir kencang kembali, terpaksa dia berpura-pura berdahem untuk menghilangkan bukti mulai kebangkitan gairahnya.

"Minum," Tanpa menatap pria di depannya Wina melontarkan satu kata yang membuat Morran bergagas mengambilkan satu gelas air putih. Sekali teguk Wina menghabiskan satu gelas air putih dan terbatuk karena minum terlalu cepatnya. Morran menepuk perlahan punggung Wina, " Pelan-pelan," bisiknya.

"Hi, aku Morran. Kau siapa?" ucap Morran sesaat setelah Wina mulai tenang.

"Aku?" Wina terdiam mencoba mengingat siapa dirinya tapi nihil. Dengan tiba-tibanya semua memorinya hilang terbunyar dari otaknya.

Morran memperhatikan raut muka wanita itu, dahinya mengeryit, sepertinya wanita ini tidak mengenal akan dirinya. Atau jangan-jangan dia amnesia. Seulas senyum nampak muncul di sudut bibirnya. 

Jika wanita yang ada di depannya ini tidak ingat siapa dirinya, dia akan memanfaatkan hal tersebut. Keberuntungan kali ini akan ada dipihaknya. Tuhan ternyata masih sayang padanya untuk berencana memiliki wanita yang ada di depannya ini.

"Ia kamu, kamu tidak ingat aku kah?" Morran mulai lagi bertanya sambil menelisik raut muka wanita itu. Nihil tak ada reaksi apapun.

Wina menggelengkan kepalanya pelan. Entahlah dia tidak bisa mengingat apapun. Siapa dirinya pun takda memori diotaknya. Yang dia ingat hanya tiba-tiba dia terbangun dengan rasa kehausan di tenggorokannya dan rasa sakit yang hampir seluruh badan, nyeri, perih luka yang ia rasakan saat ini.

"Aku, siapa aku?" Wina menatap Morran dengan tatapan yang tak terbaca.

Hati Morran berlonjak ria, ingin rasanya bersyukur sambil berteriak kencang tapi ditahannya demi tujuannya nanti. Dengan tiba-tiba Morran memeluk Wina dengan pelukan eratnya. Hidungnya mengendus wangi tubuh Wina. 

Ya Tuhan sungguh rasanya nikmat saat memeluk tubuh wanita ini apalagi bisa melebur bersamanya. Dikecupnya tengkuk Wina cepat sebelum mengurai pelukannya perlahan.

"Ingat aku, aku adalah suamimu, Morran dan kamu adalah Melisa, istriku" Morran menatap tajam saat mengatakan kata keramat suami ke wanita dihadapannya.

Deg

Hati Morran berdetak kencang, denyutnya semakin cepat, takut kalau wanita itu dapat melihat kebohongan yang terpancar dari matanya.

Bola mata wanita itu membelalak melebar, seakan tak percaya apa yang diucapkan pria yg ada dihadapannya.

"Kau suamiku, aku tak percaya ini. Aku telah menikah. Aku tidak ingat sama sekali. Aku tidak ingat kau. Tidak ingat pernikahan kita. Ya Tuhan," Wina menggelengkan kepala sambil memegang kepalanya. Sesaat sakit menghampiri kepalanya lagi dengan perlahan. "Argh"

"Tenang, jangan dipaksakan apapun untuk mengingat lagi. Biarkan dulu seperti air yang mengalir. Suatu saat kalau Tuhan mengizinkan kamu akan mengingat semuanya lagi," hibur Morran. 

Morran kembali memeluk Wina, sambil berbisik ditelinganya. "Kita mengalami kecelakaan pesawat saat berangkat bulan madu ke Bunaken. Pesawat jatuh, aku berusaha menemukan kamu istriku selama berhari-hari dan akhirnya kutemukan kau berada di rumah salah satu penduduk tempat ini dalam keadaan tidak sadarkan diri. Aku membawamu langsung ke pondok ini. Pondok milik salah satu penduduk yang baik hati kepada kita. Aku bahagia. Bahagia kau ada disampingku lagi, menemukan belahan hidupku lagi" dusta Morran dengan lancarnya mengalir.

Air mata buaya menetes. Dia memang terlanjur bahagia, senang bukan karena membohongi wanita ini. Bahagia karena merasakan kembali apa yang namanya meginginkan seseorang setelah sekian tahun lamanya.

"Apa kau benar-benar suamiku," Ulang Wina meminta kepastian pada pria yang di depannya itu.

Dengan anggukan tegas Morran membenarkan hal tersebut. Di ciuminya perlahan wajah Wina, mengecup kening, mata, hidung sambil berbisik pelan " Aku benar-benar merindukannmu, meski kamu tidak ingat aku," Jantungnya Morran masih bergetar. 

Pertama dia mencium wanita di depannya rasanya bagai surga dunia yang hanya sampai di gerbangnya saja.

"Kalau kau benar-benar suamiku mengapa aku tak bisa merasakan sesuatu pada diriku," Wina berucap pernyataan yang tak membutuhkan jawaban dari Morran. " Maksudnya jantungku tidak berdebar kencang seperti seseorang yang merindukan kekasihnya. Apa kau membohongi, mau menipuku?"



Tobe next continue,..

Kritik, Saran ditunggu ^^

Mengapa Aku (MA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang