Chapter - 6

917 56 2
                                    

"Maaf membuatmu terbangun sayang, aku sudah tak tahan lagi menahannya, sudah berberapa hari ini aku menahan hasratku ini, please ijinkan aku sayang, melakukannya sekarang. Ijinkan aku sepenuhnya meminta hakku padamu, menjadikankan pernikahan kita agar lebih lengkap." Morran berucap sambil tangannya masuk ke dalam pakaian Wina dan membelai punggungnya.

"Morran, aku,.,. eemuhhh,....."

Belum sempat Wina berkata, bibir Morran sudah menyambar bibirnya. Morran hanya menempelkan bibir saja. Pertama ciuman itu sangat lembut lalu selanjutnya berubah sangat mendesak. 

Saat erangan keluar dari mulut Wina, Morran langsung memasukan lidahnya, menjelajah kedalam mulut manis itu. Lidah Morran langsung menguasai mulut Wina.Tangan Morran semakin berkeliaran tak tentu arah, mengusap punggung, meremas agresif payudara Wina, memilin putingnya yang membuat Wina semakin mencengkeram baju yang dikenakan Morran.

"Morran aku,...."

"Ada apa sayang? Maafkan aku kalau aku terlalu kasar, aku benar-benar tak sanggup lagi menahan gairah ini," ucap Morran sambil mencium kembali Wina dan tangannya perlahan membuka kancing baju Wina. 

Sedangkan Morran sendiri langsung dengan tergesa-gesa membuka pakaiannya juga  dan hanya tersisa boxer saja. Wina masih memakai bra dan celana dalam yang pernah Morran belikan di pasar perkampungan dulu.

Jilatan-jilatan lidah basah Morran pada seluruh tubuh Wina yang sudah telanjang itu membuat tubuh Wina melenguh nikmat, menggelinjang, mengangkat punggungnya dan memberikan akses dada lebih intim kepada Morran untuk mengecup, menjilat, menggigiti payudaranya dan juga lehernya. 

Erangan terlontar dari mulut Morran, miliknya sudah sangat keras mendambakan pelepasan. "Aku sudah tak tahan lagi sayang, aku akan mencoba pelan-pelan," bisik Morran sambil menyentuh inti Wina yang sudah sangat basah.

Karena kebutuhanya yang sangat mendesak itu, Morran tak bisa menahannya lagi, segera dia menyatukan tubuhnya dengan milik Wina yang sudah basah karenanya. Jerit kesakitan terdengar nyaring dari mulut Wina, tak terasa air mata menetes membasahi pipinya. 

"Maafkan aku sayang buat kamu kesakitan, aku janji setelahnya kamu akan merasakan kenikmatan," bisik Morran ditelinga Wina lalu mencium bibir Wina untuk mengalihkan dari rasa sakit robeknya selaput dara.

Wina merespon ciuman Morran dan mencoba menikmati apa yang di lakukan Morran pada tubuhnya. Melihat respon Wina yang hanya terdiam dengan bola matanya yang menggelap bergairah membuat Morran langsung menggerakan tubuhnya dengan lebih perlahan dan selanjutnya dengan ritme yang lebih cepat.

Selanjutnya mereka berdua bergerak berirama, mengimbangi satu sama lain, menyalurkan hasrat masing-masing dengan menggebu, melepaskan kendali diri masing-masing, menggapai kenikmatan duniawi. 

Gelombang badai menerjang keduanya, peluh keringat membanjiri membuat tubuh keduanya licin dan mengkilap. Desahan, erangan hingga derit dipan terdengar bagai musik mengalun di pagi ditengah hutan belantara itu. 

Keduanya berteriak keras menyebutkan nama masing-masing saat puncaknya mereka capai, bersamaan pelepasan benih Morran yang sengaja ditanamkan ke rahim Wina.

**

Pancaran sinar matahari yang panas masuk melalui jendela pondok itu membuat Wina mengerjap matanya. Terasa tubuhnya sangat lengket dan panas. Digerakkan tubuhnya sedikit dan melihat pria yang sedang memeluknya itu dengan tatapan memuja. 

Seulas senyum nampak di sudut mulut manisnya. Dia sudah menjadi sepenuhnya milik Morran. Pernikahan mereka sudah lengkap. Tiba-tiba semburat merah nampak di kedua pipinya saat mengingat kejadian beberapa jam lalu. 

Dengan liarnya dia bercinta dengan Morran, seakan dirinya wanita jalang yang haus akan belaian. Wina menggelengkan kepala membuyarkan ingatannya yang nakal itu. Untuk menghilangkan imajinasi erotis yang melayang layang di fikirannya Wina dengan pelan-pelan menyentuh rahang Morra yang berjambang dengan pelan dan malu-malu.

"Jangan malu-malu, sentuhlah aku sepuasnya sayang, dimanapun boleh, sesukamu, aku milikmu, hati dan fisik ini hanyalah milikmu Melisa-ku." Morran membuka matanya dan tersenyum jahil menatap wanita itu.

"Apa masih sakit? Maaf aku mungkin terlalu kasar padamu, sudah tak bisa kendalikan diri lagi."

Wina melesakkan wajahnya dileher Morra, menghirup bau keringat pria itu yang sudah bercampur dengan keringatnya sendiri, dan itu tiba-tiba membuatnya menjadi candu baru baginya.

Tanpa menyahut ucapan Morran, Wina menutup matanya lagi. Dia berfikir seandainya dirinya bisa mengingat semua tentang Morran pasti dia sangatlah berbahagia sekarang. Kebahagiaan yang dia rasakan sekarang terasa semu tanpa bisa mengingat kebersamaan mereka dahulu. 

"Wina." Morran kembali memanggil lirih Wina disaat wanita itu menutupkan matanya kembali.

"Iya, aku mendengar yang kau tanyakan. Intinya aku bahagia sekarang," ucap Wina sambil menutupkan kembali matanya. 

Setelah kegiatan panas mereka pagi tadi yang menguras energi tenaga, mereka berdua melanjutkan kembali tidurnya, melelapkan kembali matanya. 

Di hari yang sama di malam harinya mereka berdua mengulang percintaan meraka. Kali ini lebih panas, lebih bervariasi dalam gaya dari pagi tadi. Tidak ada kata lelah letih lesu capek bagi kedua insan yang sedang mabuk asmara itu. Tak pernah ada kata puas dari mulut Morran. 

Morran membuat Melisa-nya mendapatkan beberapa pelepasan puncaknya dan dia berkali kali sudah menyemburkan benihnya di rahim Wina. Entah berapa kali pelepasan yang mereka ciptakan, mereka sendiri tak menghitungnya. Mereka sangat sangatlah menikmati aktivitas panas yang menguras energi itu.


Tinggalkan jejak,. Tobe next continue,...

Mengapa Aku (MA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang