Chapter - 8

802 44 0
                                    

"Sejak kita pulang dari pasar malam semalam, aku perhatikan kau sering melamun dan terdiam, ada apa Morran," ucap Wina dipagi hari itu saat mereka duduk bersama untuk sarapan.

"Aku hanya berfikir kapan kita bisa kembali secepatnya ke Jakarta," dusta Morran lagi seraya mengecup kepala Wina dengan sayang. 

"Apa kau mau minggu depan kita bisa kembali ke Jakarta. Akan aku usahakan mencari pinjaman uang teman dulu. Aku dengar ada wartel di kampung yang lebih jauh lagi dari kampung kemarin. Hari ini aku berencana kesana."

Wina merebahkan kepalanya di pundak Morran. "Aku harap ingin segera bertemu keluargaku. Rupa kedua orangtuaku aku tak ingat sama sekali. Bagaimana kalau aku tak mengenali mereka semua Morran? Aku bahkan tak mengingatmu waktu itu. Tak bisa mengingat apa-apa tentang semua kebersamaan  kita dulu."

"Jangan paksakan untuk mengingat semuanya nanti kepalamu akan sakit lagi. Aku menerimamu apa adanya. Meski kau tak mengingatku. Aku sangat mencintaimu. Tidurlah kembali Melisa, aku ingin pergi ke kampung sebelah."

**

"Bastian, apa kau pernah dengar seorang model wanita bernama Wina Abraham?" Morran menghubungi asisten ayahnya via telepon saat sudah berada jauh dari pondoknya, mencari sinyal selular agar hubungan  line tersebut berjalan lancar.

"Aku pernah mendengar namanya," sahut Bastian dengan pasti dari seberang line.

"Apa yang kau tau mengenai  wanita itu. Ceritakan padaku."

"Wanita itu selalu tampil memukau saat berada di depan kamera. Brand-brand ternama sering menggunakannya untuk brand ambasador mereka. Wanita itu cantik sekali tuan. Aku pernah melihatnya secara langsung sewaktu acara peluncuran produk baru dan dia sebagai ambasadornya. Perusahaan yang mengontraknya itu juga bekerjasama dengan  perusahaan kita. Tapi sudah hampir tiga bulan ini aku tak pernah lagi mendengar tentangnya. Sampai-sampai terdengar berita tunangan wanita itu sudah terlalu putus asa untuk mencari keberadaannya. Dia mengalami kecelakaan pesawat beberapa bulan yang lalu dan mayatnya tak pernah diketemukan sampai saat ini. Dia,...."

"Apa yang kau katakan tadi? tunangannya?.." Potong Morran cepat. Mendengar Melisa-nya sudah mempunyai tunangan membuat hatinya entah mengapa tiba-tiba terasa sakit. Tangannya gemetaran saat memegang erat ponselnya.

"Iya tuan, dia mem,..."

Belum sempat Bastian meneruskan ucapannya Morran memotongnya lagi. Rasa penasarannya semakin menjadi. Secepatnya dia harus pulang ke Jakarta dan membawa serta Melisa-nya itu.

"Apa dia sudah mempunyai tunangan katamu tadi?" ulang Morran meminta kepastian.

"Iya tuan, tapi tunangannya sepertinya sudah tak mencari keberadaannya lagi. Dengar-dengar sudah mau bertunangan dengan wanita lain malah. Kenapa tiba-tiba Tuan menanyakan wanita itu?"

"Karena sekarang wanita itu bersamaku"

Suara di seberang line yang itu terdengar kaget. 

Morran mengingat kembali saat membaca koran bekas pembungkus kacang kemarin. Untung dirinya masih menyimpannya dan membaca ulang bekali-kali. 

Dia sedikit terkejut saat mengetahui bahwa wanita itu bernama Wina Abraham adalah seorang model ternama di tanah air yang cukup terkenal. Sesampai di Jakarta nanti dia akan mencari tahu tentang Melisa-nya ini. Baginya dia adalah Melisa bukan Wina sang model.

Berita di lembaran koran yang sudah tak utuh lagi itu menyebutkan model Wina Abraham dinyatakan hilang saat kecelakaan pesawat terbang. Wajah wanita itu terlihat cantik di halaman koran yang ditampilkan. Tidak seperti saat ini, saat bersamanya. Secara fisik di koran tersebut Melisa-nya berbody sintal, sedangkan sekarang saat bersamanya, terlihat lebih kurus.

Aku tak akan membuatmu seperti dulu lagi. Namamu sekarang Melisa bukan Wina. Saat penyakit lupa ingatanmu itu sembuh, aku tak akan merelakanmu pergi dari sisiku. Meski suatu saat  kau akan membenciku aku akan tetap mencintaimu dan akan selalu mengejarmu.

**

Pesawat jet pribadi itu meninggalkan pondok Morran menuju Jakarta. Perjalanan kurang lebih memakan dua tiga jam itu memberikan waktu Morran untuk bisa beristirahat sejenak. 

Sejak sambungan telepon terakhirnya dengan Bastian, Morran berencana akan langsung pulang ke Jakarta dengan membawa Melisa-nya. Sejak semalam Morran memikirkan bagaimana caranya membawa Melisa-nya pergi dari pondok itu, dia pasti akan banyak bertanya dan membuat Morran harus banyak berbohong lagi pada wanita itu lagi. 

Pagi tadi akhirnya Morran terpaksa memberikan obat tidur pada minuman wanita itu. Dia berharap Melisa-nya akan terbangun saat sudah berada di Jakarta nanti.

Diliriknya Melisa-nya masih tertidur pulas di ranjang dengan tangan yang masih memeluk tubuhnya. Morran tersenyum sendiri saat menatap dan mencium hidung Wina. "Aku sangat mencintaimu. Meski baru bertemu, aku tahu Tuhan menciptakan kamu hanya untukku. Aku harap kau jangan pernah membenciku meski suatu saat kamu akan mengingat kembali masa lalumu." Bisiknya.

Lamunannya kembali lagi saat perbincangan dengan Bastian via telepon kemarin.

"Tuan, benarkah itu? Wanita itu, bagaimana bisa?" lanjut Bastian di seberang line.

"Ceritanya panjang Bas, terlalu buang waktu untuk aku ceritakan via telepon. Sekarang aku ingin cepat kembali ke Jakarta bersama si model itu dan sekarang namanya Melisa. Ingat kau harus memanggilnya Melisa saat bertemu dengannya nanti. Dia mengalami amnesia. Dan cepat persiapkan Jet untuk besok pagi harus sudah ada. Aku akan membawa Melisa dalam keadaan tidak sadar."

"Tapi Tuan, bagaimana nanti dengan keluarga tuan?"

"Untuk sementara aku akan menempatkan Melisa di apartement. Belikan apartemen baru untukku atas nama dia. Rahasiakan hal ini kepada siapapun. Untuk selanjutnya aku akan merencanakannya nanti."

"Baik tuan. Segera saya laksanakan."

Sambungan itu terputus dan Morran telah kembali ke alam sadarnya saat ini saat Bastian masuk ke kamar dan menyampaikan bahwa dua puluh menit lagi sudah berada di Jakarta.

To be next continue, tinggalkan jejak,..

Thank You 

WR

Mengapa Aku (MA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang