"Sayang, tinggal tiga minggu lagi pertunangan kita. Aku harap kau bisa ambil cuti." Pinta seorang pria dengan raut muka yang nampak sedih.
"Aku sudah tekan kontrak sayang, mau bagaimana lagi?"
Pria itu akhirnya mengalah sambil mengedikkan bahunya "Baiklah...." ucapnya lemah.
"Maaf ya sayang." Wanita itu mendekati dan meraih kedua tangan pria itu, menggenggamnya erat. "Kau memang selalu yang terbaik."
Secuil mimpi itu membangunkan Wina dari tidurnya. Tidurnya gelisah setelahnya. Akhirnya dia menggeliatkan badannya sesaat dan membuka matanya dengan perlahan. Dia sedikit bisa kembali ke alam mimpi, mengingat siapa pria yang ada dimimpinya itu. Akhirnya yang tanpa hasil mengingat pria itu membuat kepalanya malah jadi sakit. Dia menggelengkan kepala dan akhirnya mengusir bayangan pria dimimpinya itu.
Di luar masih nampak gelap. Wina melihat jam diatas meja nakasnya yang menunjukan pukul 02.50 wib. Dilihat samping tidurnya telah kosong. Bersyukur Morran sudah tak ada. Semalam Morran benar-benar telah memperkosanya secara brutal hingga dirinya menangispun tak membuat Morran melepaskan dirinya.
Dia mengeryit sakit pada selangkangannya saat akan melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi. Kembali dirinya terduduk dikasur sambil menghela nafas pelan. Akibat ulah Morran dia harus mengalami hal ini. "Dasar monster" rutukknya dalam hati.
Pintu kamar terbuka tiba-tiba. Muncul sesosok pria yang tak ingin sekali dilihat Wina saat ini. Wina langsung menolehkan wajahnya ke arah lain. Enggan bertatap muka dengan pria itu. Muak saat ini yang dirinya rasakan saat bertemu Morran.
Morran melangkahkan kakinya mendekati Wina dan memegang dagu Wina dipaksakan mendongak ke arahnya. "Tidurlah kembali. Hari masih terlalu pagi."
Wina bergeming. Terdiam menatap tajam Morran. "Jelaskan padaku?! siapa aku?!!" desis Wina.
Morran menyunggingkan senyum devilnya. "Masih perlu mengungkit hal itu kah? Apa kau tak merasakan semalam kita memang mempunyai hubungan hati sebelumnya ? Otakmu selalu berfikir negatif terhadapku sayang, tapi tubuhmu itu tidak. Semalam kau benar-benar melayaniku dengan sangat lihai. Meski awalnya kau memberontak, nyatanya tubuhmu itu sangat memuja tubuhku. Dengan lihai akhirnya kau mau menjamah setiap inci tubuhku. Begitu juga tubuhku ini sudah mencandu tubuhmu. Tubuhmu hanya bergairah padaku." Morran menyeringai dengan salah satu alisnya terangkat.
"Kurang ajar. Berengsek kau !!." Maki Wina namun wajahnya terlihat merona.
"Melisa, tenanglah. Aku hanya menggodamu sayang." Morran merengkuh tubuh Wina membawa ke pelukannya.
Wina meronta, membebaskan tubuhnya dari rangkulan Morran. Dan karenanya itu, dia terjatuh dengan kepala menyentuh lantai terlebih dahulu. Wina meringis. Sakit terasa dikepalanya dan kegelapan langsung menyergapnya.
**
"Apa dia baik-baik saja dokter?" Morran melangkah mendekati seorang dokter yang dia panggil saat Wina tak sadarkan diri.
"Hanya kelelahan. Berikan vitamin ini. Minum secara teratur. Sepertinya baru-baru ini dia mengalami stress yang berkepanjangan. Jangan lupa pula jaga pola makannya."
Setelah mengantarkan dokter itu keluar pintu, Morran lalu merenung sejenak. Apa yang akan dilakukan selanjutnya ?. Bermacam macam rencana positif negatif bermunculan di otaknya. Sebaiknya mulai difikirkan tentang masa depannya bersama Melisa-nya. Dia akan sedikit melunak, memberikan kebebasan pada Melisa-nya untuk bersosialisasi keluar apartement. Dengan begitu mungkin Melisanya akan mempercayainya lagi. Keluar hanya di sekitar kawasan apartement tak akan membuat Morran merasa was-was.
**
Sudah hampir dua bulan Wina terkurung hanya di apartement. Pertengkarannya dengan Morran berlalu seperti angin. Dia belum bisa sepenuhnya mempercayai Morran, saat ini dirinya hanya bisa diam menunggu, berharap nanti suatu saat dia akan bisa mengingat kembali siapa dirinya.
Dia sudah lelah mempertanyakan hal-hal yang cenderung membuat Morran berubah menjadi monster. Dia juga belum dipertemukan dengan keluarga Morran, terutama kedua orangtuanya. Dengan alasan kedua orangtuanya saat ini sedang berada diluar negeri untuk perawatan pengobatan ibunya yang masih sakit.
Setiap hari juga Wina dengan setengah hati melayani Morran ditempat tidur. Ada secuil sisi hatinya merasa bahwa yang dirinya lakukan saat ini adalah salah. Apa Morran menganggap dirinya hanya sebagai penghangat ranjang saja sampai selama ini dia tak pernah diijinkan untuk keluar apartement. Hatinya selalu mempertanyakan hal itu.
**
Saat ini Wina sedang berada di supermarket kawasan apartement. Dirinya merasa bahagia akhirnya bisa merasakan kebebasan. Entah mengapa Morran mengijinkan dia keluar tanpa didampingi pria itu. Bahagia rasanya bisa berbelanja kebutuhannya dengan memilih ini itu sendiri.
Saat sampai di depan kasir. Terlihat seorang kasir pria muda itu tersenyum seraya berkata "Selamat siang nona Wina. Nona Wina yang model itu kan?" Kata kasir itu malu-malu.
Wina bergeming sambil mengerutkan keningnya lalu menggelengkan kepala.
"Iya benar. Tak salah lagi. Anda simodel itu kan?" Kasir itu menyeringai malu lalu mengambil ponselnya dan mengutak atik sesuatu pada alat komunikasi tersebut.
"Lihat ini. Apa ini anda?" Tanya kasir itu menyelidik seraya menunjukkan foto pada ponselnya.
Wina terkejut, matanya terbelalak lebar. Foto yang ditampilkan dilayar ponsel itu menampilkan wajah wanita yang sangat mirip dengannya. Tapi kan namanya Melisa bukan nama Wina seperti yang di ucapkan itu kasir, dirinya membatin.
"Aku Melisa. Mungkin anda salah orang. Wajah wanita yang ada di ponsel itu memang mirip dengan saya tapi pastinya itu bukan saya. Saya bukan seorang model tapi karyawan." Sanggah Wina seraya menaruh keranjang belanjanya ke meja konter kasir. "Jadi berapa, saya buru-buru?"
Si kasir pria terlihat salah tingkah sambil menyengir malu menatap Wina. "Ya iya sepertinya. Maaf. Tapi memang benar dia mirip sekali dengan anda. Bagai pinang dibelah dua. Saya mengidolakan dirinya." Lanjutnya dengan cengiran itu terlihat di raut mukanya.
Setelah selesai berbelanja, dengan langkah cepat Wina berniat kembali ke apartement. Entah mengapa dia merasa tubuhnya akhir-akhir cepat lelah. Dia baru keluar apartement kurang dari satu jam yang lalu hanya untuk berbelanja tapi tubuhnya ternyata tak mendukung, mencium wangi masakan restoran yang dilewatinya membuat perutnya lansung mual seketika. Tanpa melihat situasi di sekitarnya, Wina terus melangkahkan kakinya hingga seketika "Braakkk,...."
To be next continue ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengapa Aku (MA)
RomanceApa yang harus dia lakukan saat mengetahui bahwa yang selama ini dia anggap sebagai suami ternyata bukanlah suaminya --- Wina Abraham--- Dia pasti menjadi milikku selamanya meski aku raih dengan cara kelicikan. Wanita itu membuatku selalu merasa b...