Dasi

136 13 0
                                    

Bandung, 04 April 2014. 17:02 A.M

"cewek itu cantik kalo lagi senyum" Mentari menatap Fajar tajam, Fajar hanya tersenyum lebar memperlihatkan gigi putihnya.

"Lo ngaca sana!" Mentari menjawab gombalan Fajar dengan nada ketus.

"Gue mah nggak ngaca juga tetep ganteng kok." Mentari berdecih. "Tapi gue kepo, kenapa lo nyuruh gue ngaca?"

"Biar lo liat, senyum lo tuh mirip kuda!"

"Duh. Mulut lo tuh ya..... Lemes banget. Jadi pengen--"

Mentari mengernyit melihat Fajar menggantungkan kalimatnya sambil tersenyum aneh.

"Pengen apaan?"

"Cium!" Fajar berlari menjauh dari Mentari sebelum Mentari melemparinya batu seperti kemarin. Namun, diluar dugaan, tanpa Fajar tahu, Mentari tersenyum mendengar gombalan receh dari Fajar.

Mentari emang sering kesel sama Fajar.

Tapi

Mentari bersyukur Tuhan kirim cowok spesies aneh buat Mentari.

--------------------------------------------

Awal November, tidak heran jika langit di bulan November tampak mendung. Karena bulan ini, musim kemarau sudah berganti. Seperti saat ini, Mentari sedang kesal mencari-cari sebuah payung polos miliknya. Karena cuaca yang mendung, membuat Mentari ingin membawa payung untuk berjaga-jaga bila nanti siang turun hujan.

"Yaelah, udahlah mending sekarang lo berangkat. Ntar pulangnya lo gue jemput." Mentari mendengus, kakinya ia hentak-hentakkan dengan kesal.

"Lo gamau telat kan? Liat nih udah jam 8 kurang 20 menit."

"Gue gamau sekolah!" Zaki melotot, memperhatikan Mentari yang sedang melipat kedua tangannya di dada.

"Lo serius?" Mentari mengangguk mantap. "Come on! Biasanya lo sakit bisul aja maksain ke sekolah. Lah ini cuma pilek doang gamau sekolah." Mentari melotot mendengar penuturan sepupunya itu.

"Lo tuh yaaa kalo ngomong...." Mentari menggeram. "Ah tau ah mood gue ancur tau ga. Pokonya gue nggak mau sekolah! Lo anter surat izinnya ntar!" Mentari melepas dasi yang di kenakan, melemparnya ke sembarang arah. Zaki yang melihatnya hanya bisa mencibir.

Sebelum Mentari benar-benar masuk ke dalam rumah, Zaki membuka suara sehingga membuat tubuh Mentari mematung di depan pintu. "Tadi malem ada yang nanyain lo. Cowo, seumuran kita kayanya. Dia kesini jam 7an kalo ga salah." melihat Mentari yang tidak memberi respon, Zaki melanjutkan perkataannya. "Pas tau lo sakit dia keliatannya khawatir banget. Btw, dia siapa?"

Fajar.

Satu nama itu terlintas di kepala Mentari, dia yakin Fajar yang tadi malam datang kesini. Tapi untuk apa? Nggak biasanya Fajar datang malam-malam.

Sedetik kemudian Mentari menarik Zaki kearah motor, kemudian memakai helm dengan tergesa-gesa. Sedangkan Zaki hanya mengernyit bingung, melihat Zaki yang hanya terdiam membuat Mentari berdecak kesal.

"Cepetan anterin gue ke sekolah!" Zaki semakin dibuat nggak mengerti oleh sepupunya itu. "Ya ampun Zaki! Cepetan! 15 menit lagi gue telat!"

"Iya iya" Zaki memakai helmnya malas. Mengendarai motornya dengan kecepatan standard membelah jalan raya kota Bandung yang cukup ramai.

"Dasar cewek. Cocok jadi bunglon udah."

Zaki tersenyum puas mengendarai motor dengan tepat waktu. Lihat saja, saat motornya berhenti dengan mulus di depan gerbang sekolah Mentari, saat itu juga bel masuk berbunyi. Sepertinya Zaki memang cocok menjadi pembalap dadakan.

MENTARI, FAJAR & SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang