"Langsung ke kantin?"
Mentari menghentikan aktifitas memasukkan buku ke dalam tas. Menatap sejenak kearah Shintia sebelum akhirnya kepala Mentari menggeleng pelan. Shintia menghela nafas jengah.
"Lo nggak laper apa? Ini udah jam makan siang."
"Biasa aja tuh." Jawab Mentari acuh.
"Gue laper tau."
"Lo duluan aja, gue mau ke perpus bentar."
"Serius? Gue laper ini."
Mentari mengangguk. Tangannya menutup kembali resleting tas setelah bukunya tersimpan rapih di dalam. Saat hendak melangkah keluar kelas, Mentari mengernyit melihat Adit yang masuk ke kelasnya dengan tergesa-gesa, membuat semua yang berada di kelas menaruh atensi penuh pada laki-laki itu. Karena memang Adit itu berperan sebagai Ketua Kelas di kelas ini.
"Buset rusuh amat lo, kaya abis di kejar setan aja." Sahut anak laki-laki yang masih berada di dalam kelas.
"Iye emang. Gue di kejar Bu Farah, gegara pake kaos kaki merah."
Semua anak laki-laki sontak tertawa sambil sesekali meledek jabatan Adit di kelas. "Ketua Kelas yang nggak cocok jadi panutan ini mah."
"Jadi nggak ada pengumuman nih?" Shintia berdecak kesal saat tahu menit berharganya terbuang sia-sia dengan obrolan nggak penting teman kelasnya.
"Dih kegeeran dia Dit." Rafa menepuk pundak Adit berkali-kali. "Lagian lo maunya ada pengumuman apa hah?"
Shintia berdecak malas. "Berisik lo! Lagian apa salahnya antisipasi, daripada suka ketinggalan pengumuman penting kaya lo!"
"Kalo gue sih nggak masalah, banyak sumbernya kok."
Mentari menyikut Shintia pelan. Memberi kode untuk menghentikan pertengkaran kecilnya dengan Rafa.
"Oh iya Senja?" Adit kembali bersuara, membuat Senja yang sedang membaca novelnya menoleh. Bukan hanya Senja, tapi Mentari dan Shintia pun ikut menoleh kearah Adit.
"Lo di tunggu di depan kelas sama Fajar. Dia bilang, mau ngajak lo ke kantin bareng."
Senja membelalakan matanya. Sedangkan Mentari tertegun beberapa saat sebelum akhirnya Shintia mengguncang bahunya. "Lo nggak papa? Kita ke kantin duluan cepet."
"Kok nggak Fajar aja yang nyamperin gue. Kenapa mesti nunggu di luar?"
Pertanyaan yang di lontarkan oleh Senja membuat Mentari tidak mendengarkan ajakan Shintia. Dia masih merasa penasaran pada kedekatan Fajar dan Senja. Mentari tidak sepenuhnya merelakan kedekatan mereka berdua, maka dari itu dia ingin tahu semuanya yang menyangkut tentang mereka berdya.
"Mana gue tahu." Adit mengangkat bahu acuh, matanya melirik Mentari yang masih berdiri di tempatnya. "Lagian biasanya dia nyamperin Mentari, bukan lo. Belakangan ini juga gue liat Mentari jarang bareng Fajar, kenapa?"
Mentari yang mendengar pertanyaan seperti itu menahan nafasnya kesal. Entah kenapa dadanya terasa sesak, mendengar pertanyaan yang Mentari juga tidak tahu apa jawabannya.
Kenapa Fajar tidak lagi menghampirinya setiap jam istirahat? Kenapa Fajar menjauhinya? Kenapa harus ada masalah yang membuatnya jauh dari Fajar? Kenapa dia dan Fajar tidak dapat sedekat dulu?
KAMU SEDANG MEMBACA
MENTARI, FAJAR & SENJA
AcakAku, Fajar dan Mentari. Aku suka senja, karena senja mempertemukanku dengan Rembulan. Rembulan yang selalu menemani senyap malamku. Aku selalu rindu Fajar, rindu akan kehangatannya. Dan aku kagum pada Mentari, kagum akan sinarnya yang menyinari Faja...