Bandung, Januari 2015. 14:05 P.M
"Kita ini apa sih?"
Mentari menghentikan aktivitas menggambarnya, saat ini mereka berdua sedang ngobrol di halaman belakang rumah Fajar, Fajar sengaja mengajak Mentari ke rumahnya. Mentari menatap Fajar aneh.
"Manusialah."
Fajar menepuk dahinya pelan. Mentari beneran nggak ngerti kode.
"Gue juga tau, sayang."
"Apa?"
"Gue tau"
Mentari menggeleng. "nggak yang terakhir tadi apa?"
"Gue tau."
"Terserah"
Fajar terkekeh geli. Sebenarnya Fajar ngerti maksud Mentari. Tapi, karena Fajar emang jail, jadi kayaknya nggak apa-apa jailin Mentari. Siapa tau judesnya ilang.
"Maksud gue status kita ini apa?"
Mentari menatap Fajar lama.
"Temen?" Fajar mengernyit mendengar ada nada keraguan di dalam ucapan Mentari.
"Kok ragu jawabnya?"
Mentari gelagapan. Sedangkan Fajar tertawa melihatnya.
"Apa jangan-jangan lo udah suka sama gue ya?""Ih ogah!"
"Masa?" Fajar semakin gencar menggoda Mentari, membuat Mentari malu.
"Apaan sih Jar, udah sono lanjutin gambarnya!" Mentari memberikan kotak pensil warna ke arah Fajar. Fajar hanya tersenyum melihat Mentari yang kembali fokus pada gambarannya.
"Jangan salahin gue kalau suatu saat gue cinta sama lo. Karena, saat ini gue udah mulai nyaman sama lo."
Mentari diam mendengar ucapan Fajar. Jantung Mentari berdegup kencang, Mentari berharap Fajar nggak bisa mendengar degupan jantungnya.
Karena, Mentari juga nyaman dengan Fajar.
------------------------------------------------
Mentari berlari sekencang mungkin, berusaha meredam emosinya. Dadanya sesak, kenapa Fajar lebih membela Senja? Kenapa Fajar nggak membiarkan Mentari dan Senja di hukum bersama, sehingga adil untuk mereka berdua? Apa mungkin Fajar mempunyai perasaan lebih kepada Senja? Tapi apa secepat itu?
Setelah dirasa nggam sanggup lagi untuk berlari, Mentari duduk di pinggir lapangan. Tinggal 3 putaran lagi, tapi rasanya kaki Mentari sudah nggak sanggup untuk berlari lagi. Susah payah ia menahan tangis, menahan perih kakinya yang sedikit lecet.
"Lo pake aja." Sebuah dasi terulur di hadapan Mentari. Mentari mendongak, mendapati Senja yang sedang berdiri di hadapannya. "Tiga puteran lagi kan? Biar gue yang lanjutin. Mending lo ke kelas aja deh." Memang sejak tadi Senja tidak kembali ke kelas, Senja hanya berkeliling di koridor, setelah itu menuju kesini untuk menyusul Mentari. Senja merasa bersalah telah memakai dasi Fajar yang seharusnya dipakai oleh Mentari.
"Gue lari dulu." Senja mulai mengelilingi lapangan yang luas ini. Kakinya berlari kecil-kecil menelusuri setiap sudut lapangan. Mentari menatap Senja sebentar, kemudian menyimpan dasi milik Fajar di sampingnya.
Setelah beberapa menit akhirnya Senja selesai berlari, dia menghempaskan tubuhnya di samping Mentari, matanya menatap langit, melihat sekumpulan awan berkumpul seperti kapas lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENTARI, FAJAR & SENJA
RandomAku, Fajar dan Mentari. Aku suka senja, karena senja mempertemukanku dengan Rembulan. Rembulan yang selalu menemani senyap malamku. Aku selalu rindu Fajar, rindu akan kehangatannya. Dan aku kagum pada Mentari, kagum akan sinarnya yang menyinari Faja...