Kala Senja🌇

285 15 2
                                    

- Karena sejatinya kita tidak akan pernah bersatu, takdir kita hanya berdampingan. Sudah cukup untuk berharap agar kita bersama -

🌆🌆🌆🌆

Mentari mendengus kesal, dia benar-benar marah kepada sang ayah yang lagi-lagi pergi tanpa pamit kepadanya. Ayahnya pergi ke Lombok siang tadi tanpa memberi tahunya. Hal itu membuat Mentari benar-benar kesal setengah mati.

"Sayang udah dong. Papa kerja kan buat kamu juga, papa tadi itu buru-buru banget, jadi ga sempat bilang sama kamu." Melani membelai rambut Mentari, terus memberikan pengertian pada putri sulungnya itu.

"Tapi kan mah seengganya papa sms aku. Sms ga makan waktu 1 jam kok." Melani tersenyum, walaupun sudah besar tetapi Mentari tetap bersikap manja kepada papanya. "Papa kan udah janji mau ngajakin Mentari jalan-jalan."

"Ya udah, berhubung Papa ga bisa ajak kamu jalan-jalan, ajak aja tuh pacar kamu siapa namanya? Fajar. Ya fajar." Mentari terkejut, kemudian kedua pipinya bersemu. Sepertinya ibunya berhasil menggoda putrinya ini.

"Apaan sih Mah udah ah. Mending Mama siramin tanaman aja." Mentari mendorong ibunya pelan untuk keluar dari kamarnya, mendengar perkataan anaknya itu membuat Melani melotot, kemudian berhenti melangkah.

"Kamu ini. Harusnya kamu yang Mama suruh, kamu cewek, ga baik males-malesan." Melani menatap putrinya yang sedang tersenyum lebar, kemudian mencubit pelan pipinya yang masih bersemu. "Mama gamau tau, pokonya pas Mama pulang semua tanaman yang ada di depan udah seger di siramin sama kamu." Mentari menatap punggung ibunya yang semakin lama semakin menjauh. Dia mendengus malas, matanya melirik jam dinding, masih banyak waktu untuk menunggu Ibunya pulang. Jadi, Mentari pikir menyiram tanamannya bisa di tunda terlebih dahulu.

Mentari berjalan menghampiri piano yang sedikit berdebu, tangannya membersihkan debu-debu itu agar pergi menjauh. Kemudian dia duduk di kursi yang sudah di sediakan. Sudah cukup lama Mentari tidak menyentuh piano ini, Mentari memang mempunyai hobi bermain piano sejak kecil, maka dari itu ayahnya berniat membelikan putri kecilnya piano.

Mentari memejamkan matanya, jari-jari lentiknya sudah siap untuk menari di atas tuts hitam putih. Sedetik kemudian tangannya sudah menari-nari di atas tuts, matanya terpejam mendengar irama yang keluar dari piano. Mulutnya terbuka, siap untuk bernyanyi.

Here I am

Playing with those memories again

And just when I thought time had set me free

Those thoughts of you keep taunting me.

Mentari menghela nafas sejenak, matanya menatap lurus ke depan, kenangan hangatnya bersama Fajar berputar kembali.

Holding you

A feeling I never outgrew

Though each and every part of me has tired

Only you can fill that space inside

So there's no sense pretending

My heart it's not mending

Mentari menghela napas, menghilangkan sesak yang merayapinya. Matanya kembali terpejam, setidaknya dengan begini ia bisa mengingat kenangan dulu.

MENTARI, FAJAR & SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang