BAB X - Perjuangan Rica (4)

1.2K 138 7
                                    

"Uni, mulai hari ini Uni ga usah bersihin kamar Rica ya" Rica menuruni anak tangga kamarnya. Dan saat tengah bersusah payah mengangkat keranjang pakaian kotor miliknya, mata gadis itu tak sengaja melihat sosok Asisten Rumah Tangganya tersebut lewat.

"Loh, kenapa Ca? Barang Rica ada yang hilang ya?" Raut khawatir dan tak enak hati tiba-tiba saja tampak diwajah Uni. Ia merasa tak enak jika ada barang dari majikannya tersebut ada yang hilang.
Walaupun ia tak merasa mengambil ataupun menyentuh barang-barang berharga yang ada dikamar gadis itu sekalipun, tetap saja hanya ia orang lain dari keluarga ini yang keluar masuk kamar gadis itu saat akan membersihkannya.

"Bukan gitu, Ni. Rica cuma mau mandiri gitu loh Ni.. Rica bisa kok beres-beres kamar Rica tanpa Uni bantu"

"Oalah.. Uni kira kenapa" Uni menepuk dahinya berulang kali saat mendengar pernyataan Rica. Ia sangat takut jika selama ia bekerja ada barang majikannya yang hilang. Sebisa mungkin jika sudah ada yang kehilangan sesuatu Uni akan membantu mencari sampai barang tersebut ketemu.

Hal inilah yang membuat keluarga Rica sangat sayang pada Uni. Wanita paruh baya ini sangat mengabdi pada pekerjaannya dan selalu menjunjung tinggi nilai kejujuran. Sangat sulit menemukan Asisten Rumah tangga seperti itu dijaman sekarang bukan?

"Bener nih bisa mandiri?"

"Iyalah Ni, apasih yang Rica ga bisa di dunia ini?"

"Tapikan itu emang kerjaan Uni. Kamu mau nikung posisi Uni dirumah ini ya?" Rica terbahak mendengar guyonan Uni pagi ini. Ia menggelengkan kepalanya tak percaya saat  mendengar guyonan  sarkas yang Uni lemparkan.

"Siap-siap aja gajinya Uni bagi dua sama Rica bulan depan ya" Keduanya terbahak saling melempar jokes. Membuat suasana rumah terasa begitu ramai karena suara mereka berdua saja.

"Udah ah, Rica mau naruh ini di gudang cuci dulu"

"Awas yang bener ngangkatnya. Baju seragam kamu bisa kusut Rica" Peringat Uni kepada Rica.
Gadis itu hanya tersenyum mendengar seruan Uni. Ia serasa mempunyai dua Mama dirumah ini yang selalu mengingatkan dan memperhatikan lakunya. Dan Rica senang akan itu.

***

"Chika, menurut lo, hadiah yang disukain cowok itu yang kayak apa sih?"

"Buat si duda itu?"

"Ih Chika apaan sih sebutannya ga banget" Rica mendadak jengkel saat Chika terus-terusan memanggil Dito dengan sebutan 'si duda'. Padahal faktanya memang begitu. Tapi Rica risih saja jika ada orang lain yang menyebut Dito begitu.

"Gue belum ngasih restu sih sama lo. Jadi agak enggak sreg kalo lo curhat tentang dia"

"Chik! Lo jadi temen ga suportif banget"

"Gue tuh butuh dukungan kalian juga buat ambil atensinya Om Dito. Kalian kok jahat banget sama gue!" Rica benar-benar ngambek kali ini. Ia mengeluarkan kekesalannya pada ketiga sahabatnya karena masih tidak memberikan dukungan apapun untuk  dirinya.

Ia hanya butuh dukungan moral dan kata-kata penyemangat saja. Walaupun palsu, 'pun Rica terima.

Rena dan Elisa yang tadinya sibuk sendiri dengan dunianya tiba-tiba berbalik kearah meja Rica saat mendengar suara Rica yang sangat tidak santai ditelinga mereka.

"Kenapa?" Tanya Rena bingung.

"Ngambek dia,"

"Tuh kan masih dibecandain! Tau ah males. Punya temen kayak ga punya temen" Rica menelungkupkan kepalanya keatas meja, meredam kekesalannya pada para sahabatnya.

"Ca, lo ngambek beneran?" Chika tersentak saat melihat sikap Rica yang beda dari biasanya. Biasanya temannya satu ini bukan termasuk orang yang mudah baperan. Tapi kali ini Chika rasa ceritanya berbeda.

SERENDIPITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang