BAB XVIII - Ajakan

1.1K 110 5
                                    

Pintu ruangan berwarna coklat gelap itu diketuk dengan pelan, selang beberapa detik kemudian kembali terbuka dan menampakkan seorang anak kecil dengan piyama tidurnya yg bergambar kartun baymax. Terlihat lucu dan menggemaskan bagi siapapun yg memandangnya.

"Ayah" Panggil Leon pelan, membuat pria yang di sapanya sebagai Ayah itu pun mendongakkan kepalanya, lantas tersenyum.

"Kamu belum ngantuk sayang?" Mendengar pertanyaan tersebut Leon menggeleng pelan, kemudian beringsut naik kepangkuan sang ayah.

"Kenapa?" Dito masih menanyai dengan sabar sang anak yang mulai menyandarkan kepalanya ke leher pria itu manj.

"Ayah ga lupa kan? Besok ayah disuruh Bu guru datang kesekolah."

"Ga, ayah ga lupa kok sayang" Dito mengusap punggung kecil yang terlihat rapuh tersebut dengan lembut. Punggung kecil yang terlihat rapuh tersebutlah yang menguatkannya untuk tetap melanjutkan hidup.

"Leon juga boleh ngajak Bunda kata Bu guru. Soalnya nanti Leon mau main piano didepan teman-temannya Leon, juga.." Ada jeda sejenak sebelum anak itu melanjutkan kembali kalimatnya. Dengan kepala tertunduk dalam, Leon kembali melanjutkan ucapannya.

"Juga Leon mau nunjukin ketemen-temen Leon kalau Leon punya Bunda.." nada lirih tersebut terdengar begitu menyayat di telinga Dito. Entah karena yg mengatakan itu adalah Leon puteranya atau memang kalimatnya yang memang terdengar menyedihkan.

"Leon punya Bunda kok, tapi Bundanya Leon sudah disurga. Jadi kalau temen-temen Leon bilang Leon ga punya bunda, temen-temen Leon salah.. karena Bunda Leon udah tenang disurga." Dito kembali memberi anaknya ini pengertian. Entah sudah yang ke berapa kali ia memberikan pengertian seperti ini kepada Leon ketika anaknya tersebut mengeluh tidak memiliki Ibu.

Rasanya benar-benar tak tega melihat putranya ini tumbuh tanpa orang tua yang lengkap. Namun sebisa mungkin Dito memberikan semua kasih sayangnya untuk Leon, agar anak lelakinya ini tidak merasa kekurangan kasih sayang walaupun hanya memilik satu orang tua saja.

Benar-benar malang hidup Leon. Bocah kecil itu tak pernah merasakan asi pertamanya, tak tau sentuhan tangan wanita yang melahirkannya, tak ada ibu yang menemaninya mengerjakan pr, serta tak pernah tau bagaimana rasanya dirawat oleh kedua orang tua yang lengkap.

"Leon tau kok Yah, bunda udah ada di surga. Surga itu jauhkan yah? Ayah udah pernah bilang dulu kalau mau bunda bahagia, Leon harus banyak-banyak berdoa untuk Bunda. Tapi.. Leon pengen ada bunda lagi biar Leon ga kesepian.. sama biar Leon ga diejek lagi" diakhir kalimatnya kepala kecil bersurai hitam itu menundukkan kepalanya kembali. Tak sanggup menatap mata sang Ayah, takut-takut Ayah-nya marah akan permintaan konyolnya tersebut.

Dan benar saja. Dito tiba-tiba tak nyaman saat membahas perihal ini. Dito lantas mengalihkan pembicaraan nya. Semakin lama ia semakin tak sanggup jika harus melanjutkan pembicaraan mereka. Ia belum bisa jika harus di desak mencari pengganti istrinya tersebut. Sekalipun puteranya sendiri yang meminta. Sulit untuk Dito mempertimbangkannya.

"Ini sudah malam Leon, sebaiknya kamu tidur. Ayo ayah antar kekamar kamu"

"Tapi besok ayah datang sama siapa?" di pertengahan jalan menuju kamar Leon kembali bersuara.

"Ayah datang sendiri"

"Ajak kak Rica ya, Yah" pinta Leon. Membuat gerakan tangan Dito membuka pintu kamar Leon sempat terhenti.

"Kak Rica sibuk sayang"

"Besok kan hari sabtu yah, kak Rica ga sekolah"

"Ayah ga bisa ajak-"

"Kalau gitu Ayah ga usah datang aja ke acara perpisahan sekolah Leon" interupsi Leon cepat. Wajah lucu bocah itu berubah menjadi cemberut ketika mendengar alasan Ayahnya.

SERENDIPITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang