BAB XV - Penolakan (lagi)

1.3K 129 9
                                    

Minggu pagi yang cerah seolah menjadi pertanda awal yang baik untuk Rica. Ia sudah menyelesaikan mandi paginya dan memoles wajahnya dengan beberapa skincare dan makeup tipis. Rambut lurus sebahunya tersebut juga sudah ia tata dengan rapi. Tak lupa puluhan kali semprotan parfum juga telah sudah ia lakukan.

Ia akan kerumah Dito hari ini. Memberikan 'Kejutan Kecil' sesuai saran point nomor empat artikel yang ia baca kemarin.

Sebelum benar-benar pergi dari kamarnya, Rica sekali lagi memperhatikan penampilannya di kaca. Untuk penampilan, tak ada yang salah menurutnya. Blouse hitam dan rok dasar berwarna hitam corak putih selutut yang ia kenakan tampak sangat pas ditubuhnya yang mungil. Sepatu flatshoes berwarna putih gading yang sekarang terpasang dikakinya juga menambah kesan anggun dan feminim Rica. Ia benar-benar cantik saat ini.

Apalagi saat setelah satu bulan pemakaian skincare-nya. Wajah Rica yang tadinya kusam sudah memperlihatkan hasilnya. Wajah cantik itu semakin cerah dan halus. Ini benar-benar planning yang sangat tak Rica sangka-sangka akan berhasil.

"Emang kurang sehat sih Om Dito kalau ngeliat cewek secantik gue enggak klepek-klepek. Awas aja ngusir gue lagi"

Rica buru-buru keluar dari kamarnya karena Ojol yang ia pesan sudah sampai didepan rumahnya. Ia sangat excited membayangkan ekspresi wajah Dito ketika menerima hadiah darinya. Pria itu pasti akan menyukainya, ia harap.

"Uni, tolong teleponin Mama, kasih kabar kalau Rica pergi keluar hari ini. Takutnya Rica lupa ngabarin pas udah sampe ditempat tujuan" Rica terkekeh kecil diakhir kalimatnya.

"Iya Ca. Ibu tadi juga sebelum ke butik nitipin uang buat Rica jajan kalau keluar hari ini. Itu di dekat telepon rumah Uni taruh" sahut Uni dari arah dapur

"Ohh iya, Ni makasih yaa" Rica mengambil uang tersebut dan buru-buru keluar. Mas-mas ojol yang menjemputnya sudah terlalu lama menunggu.

***

"Pagi, Pak Arif" Rica memanggil satpam rumah Dito dari balik pagar yang tertutup, isyarat minta dibukakan pintu pagar. Melihatnha Pak Arif buru-buru menghampiri Rica dan membukakan pintu untuk gadis kecil ini

"Mbak Rica, ngapain?" Tanya Pak Arif basa-basi. Padahal ia sudah tau jika Rica kesini sudah pasti main dengan anak majikannya.

"Om Dito, ada?" Rica kembali bertanya ketika pintu pagar kokoh rumah Dito sudah dibuka Pak Arif.

"Pak Ditonya pergi ke car free day, Mbak" jawab Pak Arif sopan.

"Masih lama ga ya, Pak?" Rica melihat jam yang ada diponselnya,  menunjukkan pukul sembilan pagi. Apa ia terlalu pagi bertamu kerumah orang? Tapi biasanya kan memang ia tak pernah tau waktu dan malu jika sudah berurusan dengan Dito.

"Biasanya kalau enggak sebelum jam makan siang ya setelah jam makan siang, Mbak"

"Ohh, yaudah aku nunggu disini aja deh Pak" Rica memilih menunggu di pos satpam sempit tempat Arif menghabiskan waktunya selama berhari-hari ini. Ia tahu jika weekday seperti ini Bi Aya tidak bekerja. Perempuan paruh baya itu bekerja saat tidak ada Dito saja. Karena jika weekday seperti ini, Leon hanya akan bersama Dito seharian. Jadi Dito memilih untuk tidak memperkerjakan Bi Aya dihari libur.

Sudah hampir dua jam lebih Rica menunggu Dito pulang, namun tanda-tanda pria itu akan pulang belum terlihat. Bahkan ia sampai kehabisan topik obrolan dengan Pak Arif.

"Diminum, Mbak"

Rica mengangguk saat Pak Arif menawarinya air mineral gelas yang pria tua itu dapat dari bawah meja jaganya, lantas meminum minumannya sampai habis.

"Ini udah mau masuk makan siang, ya Pak?"

"Iya, Mbak Rica. Berarti Pak Dito bakal pulang setelah jam makan siang. Mereka sekalian makan siang diluar mungkin" mengangguk saja mendengar jawaban pak Arif.

SERENDIPITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang