Disinilah mereka bertiga sekarang. Duduk di sebuah restoran cepat saji ala jepang yang dipilih Leon sendiri.
Sedari tadi Rica tak henti-hentinya tersenyum karena Dito sudah berbaik hati turut mengajaknya ikut makan siang bersama. Ia bahkan memakan makanannya dengan mulut penuh yang tak henti menahan senyuman senang.
"makan ya makan aja. Ga usah senyum-senyum segala" Dito melirik Rica sekilas, setelah akhirnya kembali fokus pada piringnya.
"Aku seneng banget deh karena Om juga ngajakin kesini" Rica menaruh sumpit yang tadi ia gunakan ke atas meja, kemudian meraih minumannya yang ada di sisi kanan piring gadis itu. Seret juga rasanya ternyata ketika makan sambil tersenyum. Ia menelan makanan yang belum terkunyah sepenuhnya karena asyik tersenyum.
"Ga usah Ge eR. Ini semua cuma buat Leon seneng aja."
"Ga papa kok. Aku tetep seneng Om ajakin kesini. Kita udah kayak keluarga bahagia deh jadinya" Rica tertawa keras saat melihat wajah Dito yg tertekuk masam akan ucapannya. Entah mengapa ia sangat suka sekali menggoda Dito dan melihat wajah rupawan itu tertekuk karena bete akibat ulahnya.
"Ayah.. Leon mau ketoilet" Leon mendongakkan kepalanya menatap kearah Rica dan Dito secara bergantian.
"Biar Kakak aja yang temenin" Rica sudah akan berdiri dari duduknya, namun kembali urung karena seruan Leon yang sangat terdengar seperti penolakan keras akan tawarannya.
"Ga Mau. Leon 'kan mau masuk toilet cowok, Kak. Masak ditemenin sama cewek" Leon turun dari tempat duduknya dan berjalan mendekat ke arah Dito.
"Temenin Leon ya, Yah?" Dito mengangguk setuju dan menghentikan kegiatannya yang sedang makan. Pria itu ikut berdiri dan menggandeng tangan Leon menuju toilet.
***
Berselang beberapa menit saja dari Dito dan Leon yang pergi ke toilet tadi, Rica kembali memakan makanannya dengan pelan. Sesekali ia juga mengedarkan pandangannya kesekitar restoran.
Namun tiba-tiba kunyahan makanan dimulut Rica semakin lama semakin memelan, ketika semakin lama pula matanya memastikan bahwa objek yang dilihatnya tersebut hanyalah ilusi.
Saat ia tengah menatap random suasana restoran tersebut, matanya tak sengaja bertemu pandang dengan iris hitam kelam dibalik bingkai kacamata kuning tersebut. Yang pemiliknya tersebut sudah pasti sangat-sangat Rica hindari.
Rica buru-buru menundukkan kepalanya menatap kearah piring. Entah mengapa nafsu makannya tiba-tiba saja menguap cepat. Tergantikan rasa was-was dan tak ingin keberadaannya ketahuan. Bisa gawat kalau laki-laki itu menyadari keberadaannya disini. Urusannya pasti aka. Sangat-sangat panjang.
Tap..tap..tap..
Langkah kaki itu berasal dari arah kiri tempat duduknya, sedangkan Dito dan Leon tadi pergi kearah kanan tepat dimana toilet berada.
'Ya Allah jangan..'
Rica terus memanjatkan doa-doa yang dihafalnya. Mulai dari al-fatihah sampai ayat kursi.
"Rica?"
'Ya Allah.. Gue lupa dia bukan setan, jadi ayat kursi mana mempan!'
Rica masih bergeming di posisinya saat ini. Tak berani mengangkat kepalanya seinchi pun.
Ia kenal. Benar-benar kenal dengan nada suara itu. Niko Marune, pria berdarah batak yang sangat tergila-gila pada dirinya."Kau Rica kan? Ey Rica, kenapa tunduk-tunduk kepala gitu kau?" Niko dengan logat khas bataknya, menyapa Rica sok asik.
'Beneran dia ternyata..'
Perlahan Rica mengangkat wajahnya melihat kearah pria itu. Baru sekilas melihatnya saja Rica serasa akan pingsan.
Senyum lebar yang memamerkan behel berwarna merah pria itu, kemeja polkadot yang dimasukkan kedalam celana jeans longgar, serta gesper berlogo OSIS yang melekat rapih di tubuh pria itu semakin menambah kesan 'Aneh' orang-orang ketika melihat outfit yang dikenakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY
Teen FictionSingkat saja. Pertemuanku dengan pria itu adalah ketika aku tidak sengaja menemukan bocah lucu yang tengah menangis kecewa ditengah padatnya pengunjung kala weekend. Siapa yang tahu? Bocah kecil itu lah yang justru membuatku menemukan kebahagiaan se...