Diandra POV
Aku berusaha membuka mataku yang terasa sangat berat. Hal pertama yang kulihat adalah langit-langit kamar berwarna coklat tua, lalu aku berusaha mengedarkan pandanganku, aku berada disebuah kamar besar bernuansa klasik. Aku tersentak dan berusaha bangun, namun kepalaku terasa habis dihantam batu besar, sakit sekali.
Aku memegang kepalaku, tapi aku merasakan ada benda halus yang melingkari kepalaku. Kepalaku diperban? Kakiku juga? Dimana ini? Siapa yang melakukannya?
Pertanyaan terus berputar di benakku, sampai suara gagang pintu terbuka menarik perhatianku, dari sana masuk seorang pria dengan mengenakan jubah hitam, kulitnya pucat dan matanya yang segelap malam dengan sorotan yang tajam. Ia mendekatiku dengan sekejap mata, secepat kilat. Lord Jesus, apalagi ini?
Aku beringsut menjauhinya, namun tangannya sigap mengelus leherku lalu beralih ke pipiku. Membuat napasku memburu."Bagaimana keadaanmu? Apa masih sakit?" Tanyanya.
Suara termerdu yang pernah kudengar. Dari jarak ini mampu kulihat dengan jelas wajahnya yang tampan. Okay, walaupun otakku cedera, aku masih sempatnya memikirkan hal itu."Eh.. emm.. aku sudah merasa lebih baik." Ucapku kikuk.
"Hmm.. baguslah kalau begitu." Jawabnya sambil duduk disebelahku."Kau yang menolongku?" Tanyaku kemudian.
"Begitulah." Jawabnya singkat.
"Bagaimana kau menemukanku? Sebelumnya aku ingin mengucapkan terimakasih Tuan...?" Aku sampai lupa menanyakan namanya.
"David. Namaku David. Aku menemukanmu saat aku sedang berburu. Inginnya aku memakanmu saat itu. Namun kau terluka, jadi aku memutuskan untuk menolongmu dulu." Jawabnya santai.Memakanku? Tunggu dulu. Jadi si tampan ini kanibal. Aku perlahan beringsek menjauh darinya.
Melihatku. Ia hanya terkekeh.
"Jangan khawatir, aku tidak jadi memakanmu, karena selain kau sedang terluka, aku tipe yang sensitif." Ucapnya lagi."Maksudnya?"Aku mulai tidak mengerti pada si tampan.. eh maksudku si gila ini.
"Kau berbau seperti werewolf, dan kau juga sedang sakit hati. Aku sedikit sensitif jika meminum darah yang seperti itu. Itu membuatku lemah." Jelasnya. Semakin aku tidak mengerti.
Ia menggeleng frustasi, melihatku sejak tadi tidak conect dengan penjelasannya. Lalu Ia membuka mulutnya sejenak dan dua buah taring yang panjangnya tak wajar menyembul turun, dan seakan membuat mesin di otakku bekerja dan menyembulkan sebuah kata besar bertuliskan Vampire.
Namun aku tidak merasa takut, well sedikit. Karena musuh alami werewolf adalah vampire, harusnya aku merasa waspada kan? Mengingat werewolf, aku bangkit dengan susah payah menuju ke arah meja rias kuno di sebelah ranjang dan membalikkan badanku, namun kekecewaan menyelimutiku karena mark yang diberikan Sam sudah hilang, hanya meninggalkan bekas goresan cakar yang dibuat oleh Julia.
Seakan mengetahui kekecewaan dan kesedihanku. David mendekatku dengan kecepatan flash dan memelukku, anehnya aku merasa nyaman dan membalas pelukannya, meringkuk didalam jubahnya yang hangat. Beberapa detik pelukan itu berlangsung dan aku tersadar lalu melepasnya."Maafkan aku, sangat tidak sopan." Kataku sambil tertunduk malu.
"Tak apa, senang bisa membantu menghilangkan kekecewaanmu sejenak." Ucapnya sambil tersenyum.
"Aku memiliki keahlian unik, dapat menyerap perasaan negatif orang lain. Dan membalikkannya menjadi perasaan positif. Keren kan?" Katanya membanggakan diri.
Aku terkekeh melihat tingkahnya yang seperti anak-anak.
"Terimakasih kau sudah menolongku David." Ucapku tersenyum.
"Ini semua tidak gratis, kau tahu." Ucapnya sambil memyeringai. Kesan bocah kecil tadi menghilang entah kemana. Digantikan oleh aura mencekam yang seakan mencekikku.
Lord Jesus save me. Doaku dalam hati, ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight and Darkness
FantasyWerewolf? Vampire? Kedua mahluk itu asing di kamus Diandra. Tidak pernah percaya mereka ada. Karena mereka hanya ada di televisi. Namun bagaimana jadinya saat Diandra berhasil menghapus kutukan sang Alpha? Dan menolong sang vampire. Hidup Diandra b...