12. Rumah Dhirga

118K 8.4K 168
                                    

"Yang dianggap baik belum tentu benar-benar baik."

***


"Aldera ...." panggil Alexa pada adik perempuannya. Ia mencari-cari di mana keberadaan adiknya saat ini. Rumah juga terlihat begitu sepi. Tidak ada satu pun orang yang ada di rumah saat Alexa pulang sekolah.

Cklek!

Pintu luar terbuka, buru-buru Alexa ke depan untuk mengecek apakah itu adiknya atau bukan. Rupanya benar, adiknya sudah pulang dari sekolah. Namun, melihat tawa senang Aldera, membuat Alexa mengernyitkan keningnya heran. Dengan siapa ia tertawa? Apakah Aldera membawa teman-temannya ke rumah?

"Ayo, nggak pa-pa, masuk aja." Aldera tampak berbicara dengan seseorang.

"Siapa itu Alde ... ra?" ucapan Alexa terputus seketika saat kedua matanya menangkap sosok wanita yang sudah lama tidak ia temui itu muncul di ambang pintu. Sudah tiga tahun lamanya ia tidak bertatap muka dengan wanita itu. Ya, seorang wanita yang mengandungnya selama sembilan bulan.

"Mama?" Alexa tampak kaget, ia tidak percaya dengan situasi ini. Bagaimana bisa Aldera menemukan ibunya? Pikirannya melantur ke mana-mana. Napasnya hampir tercekat, perasaannya bercampur aduk. Ia tidak dapat berpikir dengan jernih, dadanya kini terasa panas seperti ada sesuatu yang membakar jiwanya.

"Alexa." Panggil Ibunya.

Alexa menggeleng, tidak ingin mendekati ibunya. Ia berlari ke kamar, mengunci pintu kamarnya. Berganti pakaian dan membawa tas kecil yang telah diisi ponsel dan barang sebagainya. Ia membuka kunci pintu kamarnya kemudian menutup pintu dengan bantingan. Kakinya menuruni anak tangga dengan cepat, melewati adik dan ibunya di ruang tamu. Alexa berjalan cepat, ibunya berusaha mengejarnya. Alexa tidak akan menghentikan langkahnya untuk berbalik menatap wanita yang sedang mengejarnya saat ini.

"Alexa! Dengar Mama dulu sayang!"

Langkah Alexa akhirnya terhenti namun ia tidak berniat sedikitpun untuk berbalik ataupun menoleh.

"Mama minta maaf sayang, mungkin karena Mama kamu jadi dibenci Aldera. Maaf--"

"Maaf?" Potong Alexa. "Segampang itu kamu bilang maaf saat kamu udah ngehancurin perasaan saya, kamu kembali dan hanya untuk bilang maaf? Kamu nggak tahu gimana hidup saya tanpa seorang ibu yang mendampingi. Kamu nggak kasihan sama Aldera? Anak yang paling kamu sayangi di rumah. Dia itu lebih membutuhkan kamu daripada saya. Dia masih kecil, belum tahu apapun tentang masalah kamu.

"Tiga tahun lamanya kamu pergi tinggalin saya, tinggalin Aldera, tinggalin Papa ... hanya karena selingkuhan kamu!" Alexa berbalik menatap ibunya dengan air mata yang sudah menetes. Rasanya kepedihan yang sudah lama terkuak kembali.

Sakit.

Begitu sakit dan perih.

"Mama bisa jelaskan, nak, kenapa Mama seperti itu." Jelas Ibu Alexa dengan tatapan sendu.

"Udah terlambat. Seharusnya tiga tahun yang lalu kamu jelasin kenapa kamu memutuskan untuk pergi." Alexa mengusap air matanya kasar. "Saat saya terpuruk, saya sakit, saya butuh seorang ibu, kamu di mana? Kamu nggak ada saat saya selalu ngebutuhin kamu!"

Ibunya terdiam. Ia tahu selama ini ia sudah banyak salah pada anak pertamanya. Ia lebih menyayangi Aldera di banding Alexa. Ia menyesal, tidak seharusnya ia berpilih kasih pada kedua anaknya itu.

"Apapun yang jadi alasan kamu, saya nggak akan pernah mau tahu. Seseorang bisa berubah kapanpun, termasuk merubah rasa sayang menjadi rasa benci."

"Alexa ..." lirih Ibunya.

DHIRGA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang