28. Malam Mencekam

107K 7.8K 328
                                    

"Duh, Xa, kok gue deg-degan, ya?"

Alexa menoleh ke sahabatnya,Ellen. Entah mengapa apa yang dirasakan Ellen dirasakan juga oleh Alexa.

"Gue nggak tahu sedekat apa Dhirga sama Tommy dan Bara. Gue nggak nyangka aja kalau Dhirga sampe ikut turun tangan buat nolongin Bara dengan cara ..."

"Ikut tawuran?" tanya Ellen. Alexa mengangguk pelan.

"Gue ternyata nggak tahu kehidupan Dhirga di luar sekolah itu gimana, yang gue tahu itu dia selalu ngejaga sikap dia selama di sekolah karena jabatan dia tinggi, Ketua OSIS. Dia juga nggak pernah buat dirinya dicap buruk oleh guru-guru."

"Intinya adalah Dhirga itu beda saat di sekolah dan diluar?"

"Iya. Dia beda banget. Bahkan guru-guru nggak nyangka kalau Dhirga sempat ikut tawuran di dekat sekolah buat nolongin Tommy sama Bara. Seolah-olah jabatannya itu nggak penting. Itu pertama kalinya dia diskors seminggu. Dan itu pertama kalinya juga dia dicurigai guru-guru sama murid SMA Angkasa."

Ellen menghela napas pelan. "Xa, lo kenali aja Dhirga lebih dalam. Mungkin semakin lo tau Dhirga yang sebenarnya, lo makin nggak mau jauh dari dia."

"Makasih, Len." Alexa memegang tangan Ellen. Ia bersyukur ada seseorang yang mengerti perasaannya saat ini.



***



Dhirga dan Tommy memimpin rombongan motor yang melintasi jalanan malam kota padat. Ini kedua kalinya Dhirga mengikuti tawuran. Tidak ada penolakan sedikitpun dari diri Dhirga sendiri untuk menolong Bara---bukan karena sebentar lagi Bara akan menjadi saudara tirinya. Tetapi, karena ia mengerti Bara sama seperti dirinya. Kesepian.

Sesampainya di tempat tujuan, Dhirga langsung turun dari motor---begitu juga dengan Tommy dan para anggota geng Fatal. Semua cowok yang baru tiba itu sama-sama maju. Melihat tubuh Bara tergeletak tak berdaya di tengah lapangan luas membuat mereka marah. Terutama Tommy yang sangat dekat dengan Bara--- bahkan ia sudah percayakan pada Bara untuk menggantikannya sebagai ketua geng Fatal.

"Eh, ada Dhirga. Apa kabar ... keturunan pecundang?"

Dhirga diam tak menjawab walaupun ia tidak menerima dirinya dikatakan keturunan pecundang---padahal Jacky tidak tahu apapun tentang Dhirga. Ia melihat Tommy membantu Bara untuk berposisi duduk. Wajah Bara terluka dan memar. Sesuai dugaan Dhirga bahwa Bara dikeroyok sebelum geng Fatal datang.

"Bar, sadar. Bar, lo nggak pa-pa?!"

"BARA!"

"BARAAAAAA!"

"Gue--ma-sih na-pas," ucap Bara dengan terbata-bata bersamaan suara seraknya yang parau. Tommy dan lainnya lega bukan main ternyata Bara masih kuat dan ia akan selalu mengucapakan kalimat 'Gue masih napas' di saat kondisi separah apapun. Itulah ciri khas Bara.

"Lo yang keturunan pecundang," jeda Tommy yang sudah berdiri di sebelah Dhirga, "atau kami?!"

"Sorry, bro. Kita bukan keturunan pecundang kayak kalian."

"Lo main keroyokan. Itu pecundang namanya. Kalo lo mau war, jangan main keroyokan. Itu menunjukkan kalau lo semua itu ... le-mah."

"DIAM LO!"

"Baru gue ngomong gitu lo semua udah kepancing emosi. Bocah!" seru Tommy.

Jacky mengepalkan tangannya kuat-kuat. Merasa harga dirinya diinjak.

"Gue tahu target lo kali ini gue sama Bara. Tapi menurut gue lo nggak pantes main keroyok. Lo bisa selesain masalah baik-baik. Kalau lo gak bisa terima kekalahan lo di balap motor malam itu, gue akui itu hal wajar." Dhirga bersuara dibalik wajah datarnya.

DHIRGA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang