56. Remajanya SMA Angkasa

122K 7.5K 1.2K
                                    

Seminggu kemudian.

Masih pukul 06.30 pagi. Dhirga tengah berlutut di samping makam Ibunya dengan pakaian seragam putih abu-abu. Cowok itu menaburkan butiran kelopak bunga mawar di atas makam yang tampak hijau karena rerumputan yang telah dipotong rapi.

Ia menyentuh batu nisan dari granit hitam itu dengan senyuman kecil di wajahnya. Begitu rindu dengan senyuman Ibunya, masakan Ibunya, dan masa-masa ia bermain berasama Ibunya.

"Ma, ini Dhirga. Mama apa kabar? Dhirga kangen banget sama Mama. Mama tetap tersenyum, kan, seperti dulu? Dhirga pengen banget liat senyuman Mama lagi."

"Tahu, nggak, Ma? Hari ini hari Dhirga ambil raport. Biasanya Mama selalu minta untuk ikut Dhirga ke sekolah untuk bisa jadi orang pertama yang pegang raport Dhirga sebelum Papa. Mama yang tungguin Dhirga di mobil karena nggak sabar lihat hasil raport Dhirga."

"Sekarang, Dhirga udah nemuin satu cewek yang sama berartinya dengan Mama. Namanya, Alexa. Sejak Dhirga ketemu dia, Dhirga berubah. Dhirga udah bisa kembali hangat seperti dulu. Dhirga udah bisa membuka hati Dhirga untuk cewek lain. Janji Dhirga ke Mama nggak akan Dhirga ingkar. Kalau Dhirga nggak akan menyakiti cewek karena itu sama aja dengan Dhirga menyakiti Mama."

"Makasih, Ma, untuk waktu-waktu yang kita lalui. Sekarang Papa udah nikah lagi bukan karena mau mengganti posisi Mama dengan cewek lain. Tapi, Dhirga sadar Papa lakuin itu karena ingin lihat Dhirga nggak kesepian lagi. Saudara tiri Dhirga juga selalu nemenin Dhirga, namanya, Bara. Dia nakal tapi baik. Lucu ya, Ma."

Dhirga memandang langit biru di atasnya kemudian menatap makam Ibunya kembali.

"Dhirga akan melakukan yang terbaik untuk Mama, untuk keluarga Dhirga, dan untuk Alexa. Mama tetap ada di hati Dhirga sampai kapanpun. Dhirga akan buat Mama bangga dan tersenyum lagi di atas sana. Dhirga akan seperti Mama yang terus kuat dan tangguh. Dhirga sayang Mama. Dhirga pamit ya, Ma."

Dhirga bangkit berdiri dan berlalu dari tempat itu menghampiri motornya. Ia memakai helm full face hitamnya dan melajukan motornya menuju SMA Angakasa.

Sedangkan di tempat lain, Bara juga tengah mengunjungi makam Ayahnya. Bara terus menatap makam itu.

"Udah lama, ya, Pa. Udah lama Bara nggak ke sini. Bara kangen sama Papa. Bara kangen pelukan Papa, omelan Papa, dan tawa Papa karena hal konyol yang Bara lakukan."

"Kalau diinget-inget, lucu juga ya, Pa, dulu kita dua sama jahilnya ke Mama. Sekarang Mama udah ada pedamping baru bukan karena ingin mengganti posisi Papa. Tapi, karena Mama nggak ingin lihat Bara kesepian dan nggak bisa merasakan sebuah keluarga lagi."

"Hari ini Bara ambil raport, Pa, untuk kenaikan kelas. Jangan ketawa lagi ya, Pa, karena peringkat Bara yang nggak bisa masuk sepuluh besar. Tapi, untung, sih, Papa nggak pernah marah karena nilai Bara yang selalu jelek."

"Nakalnya Bara di sekolah uda kurang, kok, Pa, apalagi sahabat Bara si Tommy, udah nggak satu sekolah lagi sama Bara. Maafin Bara ya, Pa, yang lebih sering kecewain Papa dibanding buat Papa bangga. Cuma rumah kita sekarang, Pa, yang bisa Bara jaga sampai mati. Rumah itu yang buat Bara bisa tetap merasa kalau Bara tetap bersama Papa."

"Papa yang tangguh sekuat baja akan Bara terapkan dalam diri Bara sampai kapanpun. Papa tetap di hati. Bara bangga punya Super Hero seperti Papa. Bara pamit dulu, ya, Pa."

Bara beranjak dari tempat itu menuju motornya dan melajukan motornya menuju sekolah dengan senyuman di balik helmnya.


***


Hari ini, hari di mana para murid SMA Angkasa menerima raport. Lapangan penuh dengan barisan rapi para murid. Apalagi para kaum hawa sangat betah berlama-lama berdiri di lapangan karena dapat melihat Dhirga sebagai pemimpin upacara. Punggung tegap cowok itu selalu menjadi idaman para wanita hingga mereka menjerit dalam hati karena tubuh Dhirga yang begitu tinggi dan gagah.

DHIRGA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang