Disini aku berdiri ditengah hamparan tanah yang gersang, matahari bersinar sangat terik menyiratkan kemurkaannya. Aku berhadapan dengan dia yang berdiri dengan tegap, siap untuk menyerangku. Dengan Jelas aku mendengar dari arah sampingku suara isakan dari wanita paruh baya yang sangat aku sayangi. Aku juga bisa dengan jelas merasakan aura kecemasan tiga orang yang berada disamping wanita paruh baya itu.
"mulai!"
Orang yang ada dihadapanku berkata dengan tegas. Aku segera mengucapkan mantra yang sudah kuhafal diluar kepala untuk melindungiku dari lawan dihadapanku. Aku menampakkan wajah kesal ketika melihat warna biru yang terus merambat kearahku, bersiap untuk mengendalikanku. Tapi warna itu menghilang ketika mengenai perisai pelindungku.
"ayah, seriuslah!"
Aku sedikit membentak kepada lawan didepanku. Ya, dia adalah ayahku, dia sedang menguji kekuatanku. "sabarlah sedikit Imel" kata ayahku menenangkan, tapi berbeda dengan senyuman yang dia tampakkan, senyuman itu tampak licik. Aku tidak terpengaruh dengan senyuman itu karena aku sudah tau apa yang akan ayahku lakukan, bahkan dari dua hari sebelum diadakan pengujian ini. Itulah kelemahan ayahku, dia selalu menyusun rencana jauh hari sebelumnya dan aku bisa dengan mudah untuk membaca fikirannya. Ayah melancarkan serangannya lebih brutal. Akhirnya dia mengeluarkan panah api untuk menyerngku. Ribuan panah api datang mendekat kearahku, sanagat siap untuk membakar tubuhku tanpa sisa. Tapi aku harus kukatakan tidak mudah untuk melakukan itu. aku sedikit mengayunkan tanganku dengan malas kearah panah api tersebut dan hilanglah panah api itu. tapi tiba-tibakobaran api yang sangat besar mengelilingiku, aku bisa merasakan hawa panasnya. Perisaiku tidak bisa membendung panas yang dikeluarkan kobaran api itu. aku tersenyum kearah ayahku, rupanya dia telah mengganti rencananya. Aku memejamkan mataku dan merapalkan mantra, seketika hujan yang lebat turun dan memadamkan api itu. tapi tiba-tiba hujan itu berubah menjadi jarum-jarum es yang mengarah padaku. Mama semakin histeris, ketiga kakakku juga mulai berteriak meminta ayah untuk berhenti. Jarum es itu semakin turun mendekat kearahku. Jaraknya sudah satu senti diatas kepalaku, aku mengibaskan kedua lenganku dan hilanglah jarum es itu. aku melihat ayah dengan pandangan datar, memberitahukan kalu aku ingin yang lebih serius.
Tiba-tiba gelombang air datang menghampiriku, menyeretku dengan arusnya yang ganas. Aku tenggelam tapi tetap tenang ini tidak seberapa bagiku. Aku memejamkan mataku dan membuat posisi duduk bersila. Kutautkan kedua tanganku dengan jari telunjuk tangan kananku menghadap keatas aku bergumam dan hilanglah gelombang air itu. aku melihat kearah ayah, dia terlihat kelelahan nafasnya tidak beraturan. Tapi dengan sigap dia kembali melempar bola api yang sangat besar kearahku. Bola api semakin dekat kearahku dan semakin membesar, sebentar lagi dia akan mencapai kearahku, semakin cepat, semakin cepat, semakin besar, cepat dan besar, siap melahap. Bola api itu terbelah menjadi dua ketika akan melahapku. Bola api lain bersusulan datang tampa henti kearahku, tapi sayang tidak ada yang bisa menyentuhku. Sekali lagi kulihat ayah, wajahnya pucat terdapat keringat dikening mengalir kepipinya. "aku harus mengakhiri ini" kataku dalam hati melihat kondisi ayah. Aku menunduk memejamkan mataku dan kubuka lagi, kini mtaku berubah warna dari biru gelap menjadi merah menyala, kutatap ayahku dengan intens, sontak ayah mengejang, "A..." dia menjerit kesakitan sampai terjatuh "ayo ayah, bilang.." aku mencoba komunikasi melalui fikiran dengan ayah, tapi ayah tidak kunjung mengatakan apa yangku ingin dengar. Aku semakin memusatkan mataku padanya "AAA..." dia semakin kesakitan sampai berguling ditanah tapi dia belum mengatakannya, "Hentikan Imel, kau bisa membunuh ayah!" teriak kakakku cemas dengan keadaan ayah. Tapi itu tidak bisa menggoyahkanku, aku terus fokus pada ayah "ayah, cepatlah katakan" aku terus menyuruh ayah untuk mengatakannya melalui fikiranku. "B...B...Ba...Baik...lah.." kata ayahku sambil menahan sakitnya. "akhirnya" aku tersenyum bahagia dan menghentikan penyerangan pada ayahku.
Kulihat ayah berusaha bangkit, sepertinya aku terlalu menyakitinya, aku menyesal.
"uhuk...uhuk..."
Ayah terbatuk dengan mengeluarkan darah dari mulutnya. Aku, mama, dan ketiga kakakku berlari menghampirinya. Aku tiba lebih dulu karena memang aku jaraknya yang paling dekat dengannya. Kupegang jemari ayah. Kudongakkan kepalaku untuk melihatnya, tidak terasa air mataku telah menetes dengan deras "maafkan aku ayah..." kataku sambil menangis. "sudahlah, kenapa menangis? Ayah tidak apa-apa" ayah menenagkanku dengan senyumannya. Dia mengangkatku dan menggendongku di pinggangnya. "anak ayah hebat" katanya sambil tersenyum, dia mengusap air mata yang terus mengalir dipipiku. "besok akan ayah daftarkan kesekolah finera" katanya lagi sambil tersenyum. Akhirnya apa yang kuinginkan dikabulkannya juga. "tapi yah, imelkan masih 3 tahun. Aku yakin pihak sekolah tidak akan mengijinkannya" kata kak Chris, kakakku yang paling besar. "kamu tidak lihat kemampuannya tadi Chris? Ayah yakin pihak sekolah akan menerima Imel" ayahku menjawab dengan tersenyum, aku juga ikut tersenyum. "tapi, bagaimana Imel akan bergaull dengan mereka nantinya? Disana tidak ada anak yang berumur 3 tahun yah semuanya 7 tahun keatas" kali ini yang protes adalh kakak perempuanku, kak Tany, dia kakakku yang kedua dan dibawahnya ada kak Jhon yang hanya diam saja. Aku tau kak Jhon bingung harus bersikap bagaimana, karena dia sangat mendukungku untuk ikut sekolah sepertinya walupun kami akan berbeda kelas karena aku akan berada dikelas 1 dan kan Jhon sekarang sudah kelas 3. Dialah orang yang pertama kali mengetahui kekuatan sihirku, kami selalu berlatih bersama setiap hari. "Imell pasti bisa" perkataan ayah membuyarkan lamunanku dari kak Jhon yang tertunduk. "sayang bagaimana kalau tahun depan saja kita masukkan kesekolah Finera" ujar mama membujuk "iya, aku setuju dengan mama" kata kak Chris "aku juga" kali ini kak Tany sedangkan kak Jhin masih bungkam. "tidak. Ayah sudah pasti untuk memasukkannya besok. Tidakkah kalian lihat dia mengalahkan ayah dengan mudah tadi? Kalian bertiga kalau menyerang ayah bersamaan saja belum bisa mengalahkan ayah sampai sekarang". Sekarang kedua kakakku itu terdiam dan menghembuskan nafas dengan perlahan "ini bukan masalah kemampuannya ayah, tapi sosialnya!" kali ini kak Chris meninggikan suaranya "disana pasti akan ada banyak anak laki-lakinya juga, sedagkan ayah tahu kalau Imel tidak bisa disentuh oleh laki-laki lain selain kita" aku menunduk mendengar kak Chris. Yah, aku akui itu memang kelemahanku, aku tidak bisa disentuh oleh laki-laki lain selain keluargaku. Kalau aku disentuh aku akan pingsan ditempat. Keluargaku sudah mencoba berbagai cara untuk menyembuhkanku tapi tetap tidak bisa. Awal mulanya dulu waktu mama mengandungku dia diserang oleh sekelompok penyihir laki-laki yang jahat. Mereka ingin membunuh mama. Mama histeris ketakutan. Tapi ketika mereka seorang wanita penyihir seumuran ibu datang dan melawan mereka sampai mereka kabur, tapi wanita itu terluka parah dan meninggal. Sejak saat itu mama dibayangi ketakutan oleh penyihir laki-laki sampai dia melahirkanku. setelah usiaku satu bulan mama bisa mengendalikan dirinya dan normal kembali. Tapi ketakutan itu berimbas padaku, aku tidak bisa disentuh oleh laki-laki selain ayah dan kakak-kakakku. Pernah sekali pamanku mencoba untuk menggendongku hasilnya kau sakit selama berminggu-minggu. Ketika aku berumur 2 tahun kalau aku disentuh oleh laki-laki aku akan langsung jatuh pingsan. "ayah memasang perisai untuk menghindari sentuhan" kata yah mantap dengan keputusannya "dan... Jhon, ayah yakin kamu bisa menjaga adikmu disana" lanjut ayah sambil menatap kak Jhon dengan tersenyum yang dibalas senyum senang kak Jhon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Eyes
Fantasy[FANTASI-ROMANCE] Dia wanita terkuat, tak terkalahkan, dan tak tertandingi. ayahnya sendiri tidak bisa melawannya. sejak kecil selalu ditakuti. namun, satu kelemahnnya tak tersentuh. bukan karena dia tidak ingin disentuh namun, dia tidak bisa disent...