Bimbang. Itu yang tengah dirasakan oleh Joe. Melihat kondisi Imel yang tidak berdaya membuat dia khawatir sekaligus kesal karena mengingat dirinya yang tidak bisa membantu apa-apa. Semua yang ada difikirannya untuk membantu Imel dirasanya kurang tepat.
Akhirnya, dengan menguatkan hati dan bersiap menerima resiko apapun yang akan terjadi nanti Joe mengangkat tubuh ringkih Imel kedalam gendongannya. Wanita itu terasa ringan ditangan kekar Joe.
Samar-samar Imel membuka matanya dengan lemah merasakan tubuhnya terayun-ayun. Matanya menangkap bayangan wajah Joe yang sedang terlihat khawatir dan lelah, kombinasi yang membuat Imel merasa bersalah.
"maaf..." ujar Imel dengan lemah, sorotan matanya lurus dan lembut kearah Joe.
Joe membulatkan matanya terkejut melihat Imel sadar.
"kau sadar?" Tanya Joe.
"aku tidak pingsan".
"maaf telah menjadi beban untukmu" kata Imel lemah.
"diam dan istirahatlah" balas Joe memandang Imel jengah.
"kau marah?" Tanya Imel khawatir.
"apa aku terlihat marah?" Tanya Joe balik
"ya".
Joe menghembuskan nafasnya perlahan, "aku tidak marah" kata Joe lebih lembut.
"sungguh?".
"iya. Istirahatlah, jangan banyak bicara" perintah Joe.
"kau lelah" kata Imel tidak memedulikan perintah Joe tadi.
"aku memang lelah. Jadi diamlah" jawab Joe tegas namun lembut.
"terimakasih..."
kata Imel tersenyum dengan manis kearah Joe. Imel lalu mengalungkan kedua lengannya dileher Joe, kepalanya dia tenggelamkan didada bidang Joe. Hangat dan nyaman.
Joe terperangah mendapati perlakuan Imel padanya. Sejenak langkahnya terhenti dan memandang Imel dengan heran. Namun kerisauannya menghilang ketika dia melihat wajah Imel yang tersenyum digendongannya. Senyum itu menular pada Joe, jantungnya berdetak lebih kencang, ada semburat merah yang muncul dipipinya.
"istirahatlah, jangan khawatir. Aku akan menjagamu" bisik Joe ditelinga Imel.
...
Setelah menempuh perjalanan selama tiga hari akhirnya Joe tiba dan membawa Imel langsung kerumahnya. Badan Imel terasa panas seperti api, Joe sangat khawatir ini karena ulahnya. Tapi, orang tua Imel meyakinkannya bahwa Imel akan baik-baik saja.
"sudahlah berhenti menghawatirkan Imel, hawatirkan saja dirimu dulu" Clara menatap jengah pada Joe
"siapa yang menghawatirkan Imel?" bantah Joe
"lalu kau menghawatirkan Elizabeth?" sarkas Clara
"tentu saja tidak!" bantah Joe tegas
"yasudah, kamu menghawatirkan Imel" balas Clara santai
"Tidak!" bantah Joe lagi lebih tegas.
"kudengar kondisi Imel semakin memburuk" kata Clara dengan mimic sedih yang dia buat-buat. Dia ingin mengerjai sepupunya ini.
"be-benarkah?" Tanya Joe terlihat cemas.
"iya, kudengar juga dari kakaknya Imel tidak punya harapan untuk bertahan".
Mendengar itu, Joe langsung berdiri dari duduknya dan bergegas pergi keluar. Melihat itu Clara mencibir kearah perginya Joe.
"dasar, kepala batu" umpatnya.
Clara menghembuskan nafasnya lelah, wajahnya yang ceria tadi berubah menjadi muram. Tangannya diangkat dan diperhatikan, warna kehitaman menjalar dibagian pembuluh darahnya dari pergelangan sampai kebagian telapak tangannya. Clara memusatkan kekuatannya pada telapak tangan. Mencoba untuk mengeluarkan api disana. Sepercik api merah terlihat.
"Akh!"
Clara meringis merasakan kesakitan yang luar biasa menjalar ditangannya. Setitik cairan bening keluar dari matanya.
"hidup ini tidak melulu tentang siapa yang paling kuat ataupun siapa yang paling lemah saying, tapi siapa yang mampu bertahan disaat keterpurukan yang paling parahpun" suara lembut nanmenenangkan terdengar dari arah pintu yang menghubungkan ruangan tempat Clara dan Joe berlatih dengan ruangan keluarga. Clara mengusap dengan cepat cairan bening yang mengalir dipipinya, melihat dengan sendu kearah wanita yang selalu memberikan dia semangat dan kasih saying.
"mama..." gumamnya "aku tidak mau jadi beban untuk kalian kalau aku menjadi lemah dan tidak berguna".
"kamu bukanlah beban sayang, kamu adalah anugrah terindah yang dikirimkan tuhan untuk mama" bantah mama Clara dengan lembut. Diusapnya rambut Clara dengan penuh kasih saying.
"maaf, aku tidak bisa membanggakan mama" seiring dengan meluncurnya kata-kata Clara begitupun juga dengan semakin derasnya air mata berjatuhan kepipinya yang pucat. Dia memeluk dengan erat mamanya mengeluarkan semua rasa kesedihan yang tersimpan.
Tidak bisa mengeluarkan kekuatan atau tidak mempunyai kekuatan merupakan aib yang besar. Orang-orang akan mencemooh dan mengasingkan mereka dari pergaulan masyarakat. Menjadi lemah dan tertindas itulah yang akan dialami mereka. Tidak ada lagi kehormatan, tempat, ataupun ruang yang bisa diberikan bagi mereka yang tanpa kekuatan. Sekarang Clara menjadi salah satu dari mereka, tanpa kekuatan. Beruntung dia memiliki keluarga yang selalu menyayangi dan menjaganya, tapi dia tidak bisa selamanya untuk bergantung pada keluarganya. Suatu saat, orang-orang akan tahu dan mengucilkan dirinya.
Sihir hitam terkutuk yang menyerangnya telah merenggut kekuatannya. Tangannya yang bisa mengeluarkan api akan terasa sakit dan tidak bisa digunakan lagi. Syaraf-syaraf penyaluran kekuatan telah rusak karena sihir hitam itu. Kekuatannya telah lenyap. Dia tsekarang tidak memiliki apa-apa. Dia nelangsa.
"mama tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi padamu sayang" kata mama Clara menengkan.
"apakah aku akan mati mama?" Tanya Clara masih terisak.
"kenapa berkata begitu?"
"orang-orang tidak akan mau menerimaku, lalu mereka kan membunuhku"
"tidak sayang. Ada mama, papa, dan Joe yang akan melindungimu. Jangan lupakan ketiga temanmu juga"
"apa mereka mau menerima Clara seperti mama?" Tanya Clara khawatir.
"tentu saja, mereka adalah orang-orang yang tulus menyayangimu".
Clara tersenyum dibalik pelukan ibunya. Hatinya berharap apa yang dikatakan mamanya adalah benar. Dia memang tidak meragukan ketulusan ketiga temannya terutama Imel, tapi ada suatu hal yang yang masih membuat dirinya ragu. Seseorang yang sangat dia harapkan untuk menerima kondisinya. Seseorang yang belum kunjung menemuinya setelah dia mengabarkan kondisinya. Nathan.
Dimana dia?

KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Eyes
Fantasy[FANTASI-ROMANCE] Dia wanita terkuat, tak terkalahkan, dan tak tertandingi. ayahnya sendiri tidak bisa melawannya. sejak kecil selalu ditakuti. namun, satu kelemahnnya tak tersentuh. bukan karena dia tidak ingin disentuh namun, dia tidak bisa disent...