An Unfulfilled Heart5

1.7K 250 25
                                    

Hai readers,..
jangan lupa follow my Akun Yah
like dan pasti coment cerita ini..

"Kenapa kau usir dia kemarin malam?" Ujar Sean tiba-tiba- bersandar pada pintu pendingin.

Pisau tajam yang sedang digunakan oleh Crystal untuk mencincang daging sapi di hadapannya terhenti seketika. Pandangannya teralihkan pada lelaki yang berada di sampingnya. Laki-laki itu menyandarkan punggungnya ke lemari es, menunggu jawabannya.

"Aku tidak mengusirnya." jawab nya santai.

"Kau tahu apa maksudku." Ujar sean sinis.

Crystal menarik nafas pelan- sungguh apa permasalahan ini harus dipertanyakan lagi. "Aku kasihan padanya, kalau Ayahku atau wartawan melihatnya bisa-bisa dia citranya buruk di mata masyarakat." jawabnya tenang sambil melanjutkan kegiatan mencincang dagingnya. "Berita tentang dia yang menjadi selingkuhanmu, pasti seluruh korea selatan akan tahu." Sambung krystal acuh."Karir dan reputasimu akan buruk." Sambung Crystal jujur.

Sean hanya bisa tertegun mendengar jawaban Crystal. Benar juga. Pemuda berambut gelap ini tidak pernah berpikir sampai situ. Dia tidak pernah berpikir panjang. Dia mengajak gadisnya datang ke pernikahannya hanya bermaksud untuk menggertak istrinya, agar beberapa bulan kemudian mereka bisa cerai atau apalah. Apa mungkin pekerjaannya di bidang hiburan dapat membuatnya berpikir sejauh ini? Dia memikirkan tindakannya sejauh ini.

Lalu Sean melihat jarinya dan ternyata ia baru sadar bahwa ia masih memakai cincin kawin sialan itu.Ia mendecih seraya melepas cincin dari jarinya dan memasukkannya ke saku jeans. Sean pun berlalu begitu saja.

Saat derap langkah Sean terdengar menjauh. Crystal menolehkan wajahnya- menatap Sean yang menjauh darinya. Tatapannya menerawang, ia memegang kalungnya yang berbandul cincin pernikahannya dengan Sean.

Selang beberapa jam kemudian, masakannya telah siap- Gadis beriris madu itu tengah berkonsentrasi dengan meja makan; menata lilin hias dan makanan. Tempat-tempat lilin yang terbuat dari kaca beragam bentuk membuatnya tersenyum- menyalakan pemantik api dan mendekatkannya pada sumbu lilin. Sumbu lilin terbakar. Cahaya yang ditimbulkan oleh api sangat terang. Sempurna. Ia melirik jam tangannya. Sudah pukul setengah tujuh malam.

Ia pun mengambil dua botol champagne beralkohol rendah dari rak di dekat kulkas. Botol-botol itu diletakkan di masing-masing keranjang yang dianyam. Satu botol untuknya, satu lagi untuk Sean. Sejenak, Crystal mengalihkan pandangannya kearah sofa. Dimana suaminya berada, setelah dari ruangan kerjanya beberapa menit yang lalu. Tiba-tiba senyum di bibir Crystal kini hilang. Melihat tampang suaminya yang begitu kusut. Ia pikir, ternyata setumpuk berkas-berkas itu mampu membuat wajah tampannya memudar.

Crystal kembali mengatur posisi makanan yang telah dimasaknya. Aah, dessertnya belum dikeluarkan dari lemari pendingin. Tepat saat ia hendak mengambilnya, suaminya itu kini berdiri di hadapannya. Tatapannya begitu dingin- Crystal melangkah mundur ketika melihat Sehun menatapnya seperti itu. Entah kenaoa, tiba-tiba, rasa takut menyelinap di hatinya.

"Sea-"

Sebelum Crystal sempat melanjutkan, tangan pria bermata kelam itu tengah mencengkram kuat lengannya. Nafasnya terdengar memburu. Secepat kilat, tangan lelaki dingin itu menarik tubuh Crystal mendekat kearahnya- Sean mendekap tubuh ringkih istrinya kedalam pelukannya.

"Aku muak denganmu." bisiknya dingin, tepat ditelinga Crystal- memyeramkan itulah yang menggambarkan mimik wajah Suaminya saat ini.

Gadis beriris madu itu tercekat. Lelaki di hadapannya seperti psikopat saja. Laki-laki ini seperti kerasukan sesuatu. Ia mencoba melepaskan cengkraman kuat Sean, tapi tak bisa. Lengannya begitu kekar. Apa yang terjadi dengannya?

"Lepaskan!" Ujar Crystal dingin. Ia begitu benci situasi seperti- situasi yang membuatnya lemah.

"Kau benar-benar menghancurkan segalanya." Dia mendorong tubuh istrinya kuat, hingga terpelanting membentur meja makan.

BRUKK!

Kepala istrinya itu membentur kaki meja. Namun, Sean tidak menyadarinya. Gadis malang itu merintih pelan dan mencoba bangkit dari posisi awalnya yang telungkup. Dalam keadaan terduduk, tangannya meraba pelan keningnya.

Ia menatap nanar- Makanan yang telah ia sajikan jatuh begitu saja, saat tubuhku menghantam meja makan itu. Kue manis itu berjatuhan kemana-mana. Pecahan piring berserakan di bawah meja. Seakan belum puas, Sean pun membanting botol Champagne.

PRANG!...

Minuman itu sudah tak utuh lagi, semuanya sudah berserakan.
Air dari Champagne itu menggenang di lantai.

Mata sayu Crystal hanya menatapnya nanar. Dia benar-benar monster. "Hentikan!" Crystal membentak, namun ia tidak mengindahkan.

Pria itu semakin menjadi, Crystal sadar ini belum selesai. Gadis itu kembali memundurkan langkahnya ketakutan. Pandangan Sean begitu menyeramkan.

PRANG! PRANG! PRANG!

Tiga kali suara benda berbahan dasar keramik itu jatuh membentur lantai berturut-turut. Piring-piring itu terpecah belah. Pecahannya berserakan dimana-mana. Nasi kepal yang sudah ia siapkan, diinjak-injak oleh suaminya. Sup rumput laut tumpah mengotori lantai. Dan makanan lainnya yang sudah berceceran di lantai, diinjak-injak oleh Sean. Saus kecap mengotori sandal rumah yang dikenakan Sean. Semuanya sudah tidak bisa dimakan. Semuanya sudah seperti adonan bubur kental.

Bahunya naik-turun. Crystal benar-benar marah. Dia tidak tahu apa kesalahannya sampai pria di hadapannya mengamuk seperti ini. Apakah karena kejadian kemarin malam? Astaga bahkan ia sudah menjelaskan semuanya- dan ia tidak melarang Sean untuk berhubungan dengan kekasihnya.

"Hentikan!" Teriak Crystal. Gadis itu merasakan sakit yang teramat sangat. Kepalanya berdenyut-denyut. Mata itu menatapnya bengis. Dia tidak melihat pelipis Crystal yang lecet- Semuanya tertutupi oleh emosinya. "Ka-kau..." menarik nafasnya kasar. "Ja-jahat.. kejam, biadab- Psikiopat!" teriaknya.

Suasana rumah itu sangat mencekam. Crystal sangat ingin menghajar pria itu saat ini juga. Tapi, entah mengapa dia tidak bisa. Seluruh tubuhnya benar-benara terasa sakit.

Tanpa memperdulikan Crystal, Sehun berjalan mengambil mantel hitam yang ada diatas sofa, mengenakannya lalu mengambil kunci mobil. Sean berjalan menuju ruang tamu dan memegang kenop pintu erat. Mata gelapnya tertumbu pada vas berisi beberapa tangkai bunga lili itu. Sean memejamkan mata dan mengembuskan nafas keras. Kedua kelopak matanya terbuka kembali dan membuka pintu rumah lebar-lebar, tanpa menguncinya kembali. Tanpa ada rasa bersalah, dia melangkah pergi dari rumah.

Menghancurkan acara makan malam yang susah payah istrinya siapkan. Merubah malam yang seharusnya penuh tawa menjadi penuh luka. Meninggalkan istrinya sendirian yang sedang kesakitan.

"Sialan..!"

An unfulfilled heartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang