An Unfulfilled Heart7

1.7K 235 25
                                    

Hai readers,..
jangan lupa follow my Akun Yah
like dan pasti coment cerita ini..

Setelah ia menelpon rumah adiknya dan ada seoranng gadis meminta tolong padamu- menghembuskan napasnya kasar. Dengan rasa khawatir, ia berlari cepat memasuki rumah yang ada dihadapannya. Setelah menggunakan mobilnya tadi dengan kecepatan tinggi, amarah orang-orang yang tak bisa ia hindari- tetapi ia tak memperdulikan itu. Ia benar-benar merasa khawatir dengan seseorang yang memint5a tolong padanya- yang ada dipikirannya itu mungkin adik iparnya.

Benar saja, saat laki-laki berperawakan tinggi menginjakkan kakinya di rumah minimalis tersebut- ia cukup terkejut. Saat kedua sepatunya menginjak pecahan vas bunga. Hatinya semakin menjadi was-was, bahkan tak terdengar ada suara orang-pun.

"Sean?" Ia mencoba memanggil. Dan tidak ada jawaban. Ia terus melangkah. Dia sudah berada di ruang tengah. "Sean?" Ujarnya kembali memanggil.

Hingga, langkah kakinya pun terhenti di ruang makan. Ia tidak bisa menyembunyikan ekspresi keterkejutannya kali ini. Saat Retina matanya menangkap pemandangan yang begitu menyedihkan.

Gadis itu- tengah terkapar di lantai. Dahi gadis itu meneteskan cairan kental berbau amis-darah. Tangannya yang semula menggenggam erat telopon yang ia yakini sesaat gadis itu mengangkat panggilan darinya. Belum cukup sampai di situ, Ia pun sempat merasa mual melihat makanan yang sudah hancur. Pecahan piring yang begitu banyak membuat langkahnya semakin berhati-hati. Ia tidak peduli. Lengah kekarnya meraih tubuh gadis malang yang ada dihadapannya, sebenarnya apa yang terjadi. Apakah ada aksi perampokan? Apa yang sebenarnya tengah menimpamu? pikirnya bertanya-tanya.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Walaupun Sulli berniat konsisten terhadap tekadnya sendiri- bahwa Sean sudah milik orang lain- tetap saja gadis itu merasa khawatir dengan mantan kekasihnya yang satu ini. Dia... terlihat menyedihkan. "Oppa, tidak sarapan dulu?" Tanyanya Khawatir.

Namun, ia harus menelan pahit semuanya. Karena yang ia dapatkan hanya satu gelengan kepala dari Sean. Kantung mata Sean semakin hitam. Pandangannya terlihat kosong. Rambutnya acak-acakan, tak seperti Sean-nya yang ia kenal selama ini. Sebenarnya apa yang menjadi permasalahan ini. Lalu raut wajahnya... entahlah, seperti ada yang mengganjal. Seperti menanggung beban berat. Sungguh, ia ingin sekali mengubah ekspresi wajah itu.

"Aku pergi," pamit Sean dan pergi begitu saja keluar dari apartemen Sulli. Hampir saja Sulli menahannya, jika dia tidak ingat dengan janjinya sendiri. "Oppa..." Ujarnya bergumam pelan. Sulli menggigit bibirnya, cemas. Ia hanya bisa memamdangi punggung belakang orang yang ia kasih.

Sean melangkah menuju lift apartemen. Menekan tombol menuju basement dan masuk ke dalamnya. Tubuhnya ia sadarkan pada dinding lift yang melaju perlahan, ia tarik nafasnya kasar. Ia terdiam, tenggelam dalam pikirannya yang terasa bimbang. Dia mencoba mengurai permasalahan yang menimpanya dari awal; dimulai dari pernikahannya dengan Crystal yang... kebetulan? Sean tidak peduli.

Lalu raut wajah Crystal yang berubah begitu juga dengan sikapnya. Hingga kejadian tadi malam... yang mungkin semakin membuat gadis itu membencinya.

Baiklah, Sean beralasan pada dirinya sendiri. Crystal secara tidak langsung menghina Sulli- gadis yang ia cintai. Lelaki itu tidak terima, jika gadisnya dihina. Ia juga merasa kasihan, jika Sulli harus menerima kesedihannya sendiri. Ia tidak ingin Sulli menanggungnya sendiri, ia tak rela. Tiga tahun lamanya ia pacaran dengan Sulli, berbagi kasih sayang dan cinta. Lalu tiba-tiba datang seseorang yang menghina gadis yang ia cintai, bagaimana reaksimu? Kesal bukan? Emosi meluap bukan?

Rasanya ingin melenyapkan tak peduli siapapun orangnya. Begitu juga dengan Sean. Walau yang kemarin terlalu keterlaluan dan ia mengakuinya. Tapi ia sangat tidak terima dengan semua yang terjadi padanya- emosinya tak terkonrol begitu saja. Lamunannya terhenti saat tiba-tiba ponselnya yang bergetar. Dia masih berada di lantai sepuluh. Lift terus bergerak turun. Pesan singkat dari nomor yang tak ia kenal.

"Kau dimana? Apa kau gila, membiarkan istrimu dirumah dengan keadaan yang kacau. Sebaiknya kau pulang, Sean-ssi."

Mata itu membola, siapa yang lancang mengiriminya pesan seperti ini. Sean menarik kerahnya yang terasa mencekik lehernya, jika Appa tahu hal ini? Pria stoik ini diliputi rasa panik. Lelaki itu segera menekan tombol lift tak sabar. Saat pintu lift membelah dan terbagi dua, Sean keluar dan berlari menuju basement. Dia harus pulang. Harus pulang.

An unfulfilled heartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang