An Unfulfilled Heart12

1.6K 200 13
                                    

Sudah terhitung dua hari sejak kejadian itu, tapi tetap saja ia tak bisa ia enyahkan Crystal dari kepalanya. Sejujurnya Sean merasa sedikit cemas karenanya, entah sejak kapan Crystal menjungkir balikkan kehidupannya. Masih sangat melekat diingatannya, bagaimana sorot mata itu saat meminta untuk tidak menghawatirkannya.

'Sorot Mata itu- begitu dingin namun mnyedihkan.

"Astaga, berhenti memikirkan perempuan itu." Sean memukuli kepalasanya kesal, emosinya memuncak seketika. Ia merutuki dirinya sendiri karena telah berprilaku bodoh. Padahal sejak awal ini yang ia inginkan, agar ia bisa bersama kekasihnya.

"Kau harus foku pada rencana awalmu, seharusnya kau memikirkan cara agar perempuan itu enyah dari hidupmu." Ujarnya tersenyum, tidak ada yang tidak bisa Ia atasi sejauh ini. 

Semuanya selalu berjalan dengan sempurna dalam genggamannya, meski dengan cara licik sekalipun. Apapun akan ia lakukan untuk bersama kekasihnya meski harus menyakiti Crystal- Istrinya. Persetan dengan perasaan perempuan itu dan ia harus mengenyahkan perasaan iba yang menurut pandangannya terhadap Crystal.

----------

Crystal hanya duduk termenung diatas sofa sejak selesai pengambilan adegan beberapa saat yang lalu. Jika dipirkan lagi memang benar, setelah menikah dengan Sean, mimpi itu tak hadir lagi dalam tidurnya. Tapi, saat memikirkan tentang Eomanya, tiba-tiba saja bayangan seseorang itu muncul lagi dalam mimpinya. 

Crystal bertanya, apakah semua itu karena ada kaitan dengan Eommanya?

Jika memang benar adanya, rasanya Crystal ingin memikirkan tentang Eomma setiap malam agar selalu bertemu dengan bayangan seseorang itu- meski disisi lain menyakiti dirinya.

Crystal selalu berdo'a pada Tuhan, untuk mengabulkan permintaannya agar bisa bertemu dengan seseorang itu di waktunya yang tak banyak ini. Ia ingin bertemu dan pergi menghabiskan waktu bersamanya. 

Namun, di usianya saat ini yang sudah menginjak 22 tahun do'a itu belum terkabulkan. Bahkan mungkin itu tidak akan terjadi, meski harus menunggu berabad-abad lamanya.

Crystal hanya bisa menghela nafasnya sedih. Hidupnya benar-benar menyedihkan setelah sekian lama tejebak dengan seorang Ibu yang psikopat, sekarang ia harus terjebak dengan hubungan suami dan kekasihnya.

 Bahkan ia hampir atau memang benar bahwa semuanya tidak akan berakhir kecuali jika ia mengakhiri hidupnya sendiri.

"Crys...?"

Crystal mendongakkan kepalanya, saat suara yang akrab di pendengarannya memanggil nama dirinya. Ia pun memmberikan senyumnya- meski itu tidak terlihat murni dan ia yakin orang itu menyadarinya. Terlihat dari mimik wajahnya yang langsung berubah cemas.

"Kamu Ok?"

Managernya memang sedikit berlebihan padanya, selalu menghawatirkannya seperti seorang kaka meski pada kenyataannya memang ia lebih tua darinya.

Crystal menganggukan kepalanya tersenyum. "Oppa, aku lapar." Ujarnya memegangi perutnya dengan memasang mimic mukanya yang imut.

Managernya berdecak kesal. "Aiogo, apa kau menjadi perempuan menyedihkan saat lapar." Ujar Alex dibuat kesal.

----------------

"Baiklah, Aku akan segera menemuimu. Iah aku tahu, jadi tunggulah sebentar." Ujarnya pada seseorang di telponnya.

Pemuda itu, Kai dengan segera merapikan berkas-berkas yang berserakan di mejanya. Ia tak tau kenapa Sean menelponnya dan menyuruhnya untuk ke rumahnya.

 Sungguh, dia memang adik yang kurang ajar selalu bertindak seenaknya. Kai segera menyambar kunci mobilnya dan berlari keluar.

An unfulfilled heartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang