Serial BIMAQUEEN – 7. Kenapa Beda
Penulis : Uniessy
Dipublikasikan : 2017, 12 Oktober
-::-
Pagi ini, usai membaca zikir pagi, Queen menyiapkan sarapan berupa roti dengan selai. Bima tiba di rumah sekitar jam enam pagi kurang sepuluh. Begitu menjejakkan kaki di lantai rumah, Bima langsung menuju meja makan. Wajahnya semringah.
"Alhamdulillaah..." ucap Bima seraya menarik satu kursi. "Kita sarapan roti? Kayak di Inggris gitu, Ta?"
Queen tertawa. "Iya, kemarin beli roti agak banyak, Mas. Aku sengaja ngga masak nasi."
Bima mengangguk, menyetujui apa yang dikatakan istrinya.
"Mas mau selai apa?" tanya Queen yang kini sudah duduk di sebelah Bima.
Di bulan ke dua pernikahan mereka, meja makan mereka hanya cukup untuk dua orang. Itu juga menempel dengan dinding ruangan. Fungsi meja makan biasanya untuk meletakkan lauk pauk yang dimasak oleh Queen.
"Cokelat sama stroberi coba deh," kata Bima.
"Siap!" Queen berkata riang. Diambilnya selembar roti, lalu dipegang dengan tangan kiri. Kemudian tangan kanannya gesit mengambil selai cokelat, mengoleskannya ke atas roti menggunakan pisau tipis.
"Tiga lembar dong, Ta," kata Bima ketika melihat Queen mulai mengoleskan selai stroberi di separuh lembaran roti.
Maksudnya Bima, selembar selai cokelat, selembar selai stroberi. Kemudian ditumpuk dan ditutup dengan selembar roti kosong.
Mengangguk paham, Queen melanjutkan mengoles selai cokelat ke lembar pertama. Lantas mengambil lembar roti yang ke dua. Mengoles selai stroberi di sana.
"Mas tahu ngga," Queen mulai berbicara, "berita tentang travel agent yang umrah itu, yang nipu ribuan jamaahnya. Sampai ribuan orang, Mas. Parah banget."
Bima melirik istrinya. "Iya, tahu. Kemarin dengar beritanya di internet."
"Nah iya itu, Mas," kata Queen mulai heboh. "Di grup WhatsApp aku tuh rame bahas itu, Mas. Tega banget ya itu orang. Masa nipu orang-orang yang mau ibadah..."
"Semoga Allah kasih hidayah ke orang-orang yang khilaf karena dunia ya, Ta," kata Bima. Tangannya menerima sodoran tiga lembar roti yang menumpuk, dari tangan istrinya.
"Allaahumma aamiin," kata Queen, mengambil roti lanjutan untuk dirinya sendiri. "Di grup heboh banget, Mas. Ada beberapa yang nyinyir juga. Katanya, kenapa kok yang kayak begitu ngga didemo? Ke mana Pejuang 212?"
Pejuang 212 adalah Pejuang yang turun Aksi Bela Islam pada 2 Desember beberapa waktu lalu.
"Hah?" Bima mengernyit, "Apa urusannya?"
"Itu dia," Queen menuang susu kental manis cokelat ke atas rotinya. "Mereka bilang, kok yang kayak gini ngga didemo? Kan melecehkan Allah juga? Menipu ribuan manusia."
"Tunggu bentar deh, Ta," Bima menyela. "Ini maksudnya, membandingkan kejadian tahun itu sama penipuan besar-besaran?"
Queen mengangguk.
"Iya, terus sama koruptor kok ngga didemo? Kan mereka menghina Al Quran? Melecehkan Al Quran, karena mereka kan sumpah setia jabatan dengan Al Quran. Itu sih kata teman-teman aku di grup, Mas. Aneh ya pertanyaannya? Aku juga bacanya agak aneh. Tapi ngga ngerti mau balas apa..."
Bima menghentikan kunyahannya. Memerhatikan istrinya yang kini meletakkan kaleng susu di dalam wadah mangkuk plastik berisi sedikit air.
"Ingat ngga, Ta, waktu Rasul diludahin orang-orang kafir ketika lewat? Atau kisah RasulAllah Shallallaahu 'Alayhi Wasallam yang selalu dilempar kotoran. Atau pas ada sekumpulan orang kafir yang menuang kotoran unta pas Rasul lagi sujud?"
Queen menoleh, gigitan rotinya terhenti. Dia mengangguk sebelum melanjutkan menggigit ujung roti.
"Ingat. Kenapa, Mas?"
"Apa yang koruptor lakukan, dan yang travel agent itu kerjakan... hampir sama tuh kayak kaum kafir yang menuang kotoran ke Rasul atau mengganggu RasulAllah dengan keji."
"Kok sama? Sama dari mananya?"
"Iya, mereka menghina Rasul dengan cara-cara buruk. Sama, penipu dan koruptor itu, menghina manusianya. Mengganggu manusianya. Menghinakan manusianya. Bukan menghina Allah seperti yang dilakukan pejabat negara sampai adanya Aksi Bela Islam berkali-kali."
"Menghinakan manusia?"
"Iya, orang-orang itu bersalah ke manusia lainnya," kata Bima. "Dan itu parah juga. Tapi ya urusannya individu. Makanya ngga ada gerakan Aksi Bela Islam dan lain-lain. Kalau 212 kan karena gubernur sementara itu asik aja bilang ayat Allah dipakai untuk membohongi orang. Allah yang dihina. Dia bilang ayat Allah adalah untuk berbohong, Padahal ayat Allah kan semuanya kebenaran. Sama kayak masjid yang begitu aja diganggu. Diadakan demo Karena kita kan Bela Allah."
"Kok aku ngga ngerti ya, Mas?"
Bima tertawa kecil, mencabik rotinya lalu mengunyahnya pelan.
"Iya, kalau penipuan dan koruptor kan sudah ada peraturan jelas dari manusia. Penipu dan koruptor dihukum sesuai dengan hokum yang berlaku. Lantas, untuk apa ada demo? Harusnya negara langsung tanggap dan memberlakukan hukum sesuai dengan apa yang ada," jelas Bima. "Tapi ketika ayat Allah dilecehkan? Negara diam aja karena tumpul dan ngga berani. Makanya umat bergerak. Membela agama Allah. Kalau kena tipu, kan ada jalur hukumnya. Bisa pakai pengacara. Tapi kejadian 212 kemarin itu? Mana? Udah ada Aksi aja masih dibela. Melampaui batas banget."
Queen terkekeh, melihat raut kesal di wajah Bima. Dicubitnya dagu Bima sambil berkata, "Duh, iya, iya... Sabar, Mas. Kan pelakunya udah dihukum..."
Bima mendengus, lalu tertawa pelan. "Iya sih, tapi sedih aja, Ta," dia melanjutkan melahap rotinya. "Kok banyak banget orang berpikiran sempit, bawa-bawa Pejuang 212. Jelas beda kan kasusnya."
"Mungkin sama kayak aku, Mas Bim..." Queen mengunyah pelan. "Ngerasa janggal, tapi ngga ngerti apa yang janggalnya."
Bima menarik napas panjang.
"Aneh ya, ta," kata Bima. "Banyak banget orang ngejar dunia. Rela korupsi atau nipu orang. Padahal berbuat salah ke orang itu lebih berbahaya daripada bersalah ke Allah."
"Hah? Emang beda, Mas?"
Queen mengerucutkan bibir. Pikirnya, kan sama-sama bersalah. Dilihatnya sang suami mengangguk.
"Kenapa beda deh?"
"Iya, kalau ngelakuin kesalahan ke Allah, kita taubatan nasuha, Allah yang Maha Pengampun kemudian terima taubat kita, kelar urusan. Minta ampunannya juga diem-diem aja, di tengah malam misalnya," kata Bima. Punggungnya menempel di sandaran kursi. "Tapi bersalah ke manusia? Kayak travel agent itu, nipu sekian banyak orang... Okelah uangnya dikembalikan utuh. Tapi kecewanya ribuan orang itu karena gagal atau tertunda ibadah mereka, susah dihilangkan. Sedihnya orang-orang. Bersalah ke orang-orang... Mesti minta maaf ke manusianya. Satu-satu, Ta. Berapa lama tuh... Itu juga kalau mereka masih hidup. Kalau ada yang sudah meninggal dalam jangka waktu penyelesaian kasus? Allaahuakbar... Berat, Ta."
Queen bergidik.
"Iya juga ya, Mas..."
Hening melanda mereka sampai Bima selesai dengan porsi rotinya.
"Nambah, Mas?"
Bima menggeleng, "Bikinin kopi susu aja deh, Ta."
"Okey!"
"Sama nanti tuh di grup, diinfokan begitu. Biar ngga salah paham ke Pejuang 212," ucap Bima. "Semoga Allah kasih mudah buat kamu jelasin ke mereka."
Tepat ketika Queen ingin sekali bersuara; Aku ngga bisa jelasin, Mas.
Sunggingan di wajah Queen terlihat. "Iya, khayran insyaaAllah, Mas Bim..."
"Oh iya, bahas-bahas 212..." Bima nyengir. Bikin Queen deg-degan. "Masih amazing aja rasanya, Ta. Ternyata satu dari Bidadari yang bela agama Allah, duduk di samping aku sekarang. Jadi istri aku."
Tersipu, Queen mencubit perut suaminya.
[][][]
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] BIMAQUEEN
Spiritual(Sudah dicetak) (Baca aja ya selagi ada) Rumah Tangga Mas Bima dengan Qanita ?