17. Rasakan Nikmatnya

748 102 1
                                    

Serial SHALIH SQUAD - 17. Rasakan Nikmatnya

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2017, 22 Agustus

-::-

Bakda Magrib, Bima dan Queen terbiasa meluangkan waktu untuk duduk berhadapan dengan satu meja menjadi pemisah mereka. Satu kitab Al Quran akan tergeletak menutup di atas meja tersebut. berdiam di antara dua tangan Bima dan Queen yang saling bergenggaman.

Queen muroja'ah di hadapan Bima, demi menguatkan hafalannya.

Peraturannya begini:

Queen akan melantunkan surat tertentu yang dipinta oleh Bima, atau yang Queen ajukan secara khusus. Atau bisa jadi Bima mengawali satu ayat, dan Queen meneruskannya ketika Bima menghentikan lantunannya.

Pada fase awal, Queen merutuki dirinya yang pandai sekali sambung lirik lagu Korea tapi payah benar dalam sambung ayat.

Kemudian, jika suatu kali Queen didapati melakukan kesalahan dalam hafalannya, maka tangan kanan Bima yang menggenggam tangan kiri Queen, secara cepat akan menggenggam lebih kuat. Fungsinya adalah untuk menyentak Queen dan mengingatkannya jika dia salah.

Rasanya tujuh kali lipat lebih berdebar daripada naik rollercoaster."

Dan sore ini, mereka duduk berhadapan dengan lantunan surat Al Ma'arij yang mengalun indah dari lisan Queen.

"Bacaan 'ain-nya ditekan, Ta," kata Bima begitu mendapati alis Queen bertaut setelah tangan kanan Bima menyentak jemarinya.

Dua ayat pertama surat Al Ma'arij memang diakhiri dengan 'ain. Dan telinga Bima tuh benar-benar awas dalam pelafalan 'ain ini.

Jadi Queen mengulang dari ayat awal lagi.

"Ta'rujul, bukan ta-rujul," Bima menyentak tangan istrinya lagi. Tertawa melihat Queen memberengut.

Padahal ini muroja'ah, bukan setoran hafalan. Artinya, sebelumnya dia sudah lulus dalam hafalan surat ke tujuh puluh ini. Hanya saja, mungkin karena berfokus pada hafalan surat lainnya, hafalannya yang ini jadi acak-acakan lagi.

Dengan penuh kesabaran. Queen menghabiskan dua puluh menitnya berada di lembar pertama surat tersebut. Yang mad-nya kurang lah, yang pelafalan qof-nya kurang tebal lah. Inilah itulah...

"Mim-nya tiga ketukan. Yaumi idzimmmbibaniih," Bima lagi-lagi menguatkan gengamannya atas tangan kiri Queen. Membuat Queen mengulang dari awal ayat ke sebelas tersebut.

Semuanya lancar, sampai...

"Walladziina yushoddiquuna biyaumiddiin. Walladziina hummmin 'adzaabi robbihimmmusfiquun. Walladziina hum 'an sholaatihim saahuun..." ucap Queen. Tapi ucapannya terhenti karena Bima menyentak lagi tangannya. Dia membuka pejaman matanya, dan mendapati Bima menggeleng. "Opo, Mas? Apanya deh yang salah?"

"Ulangi, Ta," kata Bima.

"Walladziina yushoddiquuna biyaumiddiin. Walladziina hummmin 'adzaabi robbihimmmusfiquun. Walladziina hum 'an sholaatihim saahuun..."

"Hei, hei, kok jadi ke Al Ma'un, hm?"

Queen melongo. "Hah? Apa iya?"

Dia menggumam lagi beberapa baris ayat dan menyadari kesalahannya. Seharusnya setelah Walladziina hummmin 'adzaabi robbihimmmusfiquun itu tuh Inna 'adzaaba robbihim ghoyru ma'muun.

Duh, kok dia bisa ngga fokus gini!?

"Aduuuh," Queen menggerutu pelan, melipat tangannya dan menumpukan keningnya di sana. "Kok acak-acakan gini sih..." rajuknya.

"Jangan ngeluh, Ta," kata Bima, mengusap kepala Queen yang tertutup mukena.

Queen langsung diam, tapi hatinya masih merasa kesal.

"Alhamdulillaah, hafalannya acak-acakan..." kata Bima lagi.

Queen tertawa mendengarnya.

Iya, Mas Bima-nya dengan seluruh konsep bersyukurnya.

"Tapi waktu itu aku hafal lho, Mas... Sekarang ngga hafal, kan malu..." sungut Queen lagi.

"Malu sama siapa?" tanya Bima. Alisnya turun-naik. Menggoda istrinya yang masih bersungut-sungut.

"Ya... malu sama Mas Bima lah," jawab Queen lirih.

Dia malunya kuadrat nih sekarang. Mana ada malu di hadapan manusia, coba. Malu tuh di hadapan Allah.

"Malu itu di hadapan Allah, Ta," kata Bima, membuka kitab di hadapan mereka.

Tuh kan...

"Malu, kalau kita sehat dan punya waktu luang, tapi ngga digunakan untuk ibadah ke Allah," lanjut Bima lagi. "Malu, kalau kita lebih sering lalai. Fokus sama hal-hal ngga berfaedah. Sedangkan kamu, kan kamu mengulang hafalan. Kalau salah ya wajar."

"Tapi salah terus, Mas..."

"Dalam hidup, yang dinikmati itu proses," kata Bima kemudian. Diambilnya lagi tangan Queen yang masih lunglai. Tak bersemangat. "Kayak ibadah umrah, yang nikmat itu pas jalanin thawaf dan shai-nya, atau pas udah balik ke Indonesia? Yang nikmat itu pas shalat menghadap ka'bah-nya atau lihat foto-foto saat di ka'bah?"

"Ya pas lagi di sana lah, Mas..."

"Kayak kamu pas hamil Umar, yang nikmat itu pas sudah lahir atau pas Umar di dalam perut? Pas nyusuin Umar atau pas Umar udah tidur?"

"Mas Bima..."

Queen ngga ngerti deh, suaminya ini bisa banget bikin hatinya menghangat.

"Allah ngga lihat hasil kita, tapi usaha kitanya, Ta..." ucap Bima. "Saat kamu salah menghafal, kemudian diperbaiki, ada catatan amal baik di sisi Allah. Beda, dengan kamu sudah hafal dan merasa sombong. Beda jauh..."

"Ya aku juga ngga mau sombong..."

"Tapi kamu capek, hafalan tapi missed terus?"

Queen diam.

Dan Bima paham betul, perempuan kalau diam, berarti jawabannya iya.

"Rasakan aja nikmatnya menghafal. Capeknya kamu diganjar pahala oleh Allah," kata Bima sambil menarik dagu Queen. Membuat istrinya tersipu. "Memangnya kamu ngga capek, cuciin baju aku, baju Umar, siapin makan buat aku dan Umar, dan ngurusin banyak hal lainnya. Capek kan? Apa kamu mau nyerah? Ngga kan?"

Queen manyun, "Ya ngga lah, Mas. Malah aku senang bisa capek di rumah demi Mas sama Umar..." nada kalimatnya merendah. Dia menggigit bibirnya setelah menyadari kalimatnya sendiri.

"Kenapa bisa gitu? Karena kamu sayang sama aku dan Umar. Ya ngga? Ke Quran juga gitu, Ta... mesti sayang. Capek-capek menghafal, ganjarannya luar biasa."

Sunggingan senyum Queen mulai tampak.

Teringat dahulu mereka bertemu di Aksi Bela Islam yang digelar demi membela ayat Al Quran yang dilecehkan petinggi negeri.

"Iya, Mas. Iya..."

"Ya udah, kamu baca dulu ayat yang tadi. Dua menit ya, nanti Mas dengerin lagi."

Bima memutar kitab Quran di atas meja hingga menghadap sang istri. Lalu diam-diam menikmati wajah istrinya. Tersenyum melihat dan mendengar Queen mengulang-ulang ayat di lembar ke dua surat Al Ma'arij tersebut.

"Nanti sambung ayat ya?" goda Bima. Kemudian tergelak melihat wajah snewen istrinya.

"Ngga!" tukas Queen cepat. "Iiish, Mas Bima... Ini aja belum kelar."

Queen mencubit dada suaminya. Paham bahwa di sana letak kelemahan Bima. Suaminya itu berkelit sambil tertawa.

"Iya, iya, kenapa jadi nyerang aku gini? Buruan bacanya, bentar lagi Isya, Ta. Dua menit," kata Bima. Kali ini dia yang snewen.

Hampir saja pertahanannya runtuh.

[][][]



[✓] BIMAQUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang