Jangan menduga jika hanya akan salah sangka. Berpikir dulu saja.
~
Keriuhan kelas yang tak ada gurunya ini mungkin terdengar sampai luar. Tak hanya kelas ini mungkin saja semua. Hal ini wajar karena ini hari pertama masuk.
"Woii sakit. Jangan keras - keras!"
"Tadikan emang dapet keras, Rin."
"Yaelah, tapi kepala gue sakit ini."rintihnya sambil mengelus kepalanya.
Rini dan temannya sedang bermain mejikuhibiniu.
Raka dan kawannya bermain abc lima dasar. Kekanak kanakan memang.
Tapi beginilah suasana kelas XI IPS 1.Sedangkan di sudut kelas, Arina terlihat masih diam belum berbaur dengan yang lain. Dia hanya duduk dengan earphone yang menempel di telinganya.
Berbeda dengan Dhea yang sudah berkenalan dengan semua teman kelasnya. Dan saat ini dia tak ada di kelas. Entah kemana.
Arina memijat pelipisnya, merasakan penat yang mendalam. Bukan karena lelah. Dia sebenarnya muak dengan suasana kelas yang sangat riuh dan kekanakan ini.
Sempat terlintas dalam pemikirannya kelas ini adalah kelas buangan. Arina memang pantas berpikiran seperti itu dengan keadaan kelas saat ini yang absurd menurutnya. Kemungkinan kecil dugaannya itu salah dengan melihat sisi prestasi Arina dan Dhea satu tahun lalu di sekolahnya yang dulu.
Arina yang memiliki prestasi menjuarai basket tingkat provinsi dan timnya juga mengalahkan SMA Bina Bangsa. Sekolahnya saat ini.
Waktu itu guru olahraganya pun sempat tidak percaya dengan kemampuan Arina yang banyak mencetak gol dan dapat menjuarai lomba itu. Karena sebelumnya tim basket putri milik SMA Damai belum pernah juara. Hal itu yang menjadi salah satu sebab Arina menjadi populer.
Untuk prestasi akademik dia pun dapat dikatakan cukup pandai untuk ukuran anak ips.
Dhea pun juga memiliki prestasi yang tak kalah keren dengan Arina. Dia seorang kapten cheerleader di SMA Damai. Waktu itu dia juga pernah mengikuti lomba walaupun masih kalah dengan SMA nya saat ini. Untuk bidang akademik dia juga tidak begitu bodoh.
Lepas dari semua itu Arina dapat mengambil hikmah dimana dia tidak menjadi pusat perhatian seperti dulu.
∆∆∆
"Ar, lo sakit?" tanya Dhea yang sedari tadi keluar kelas dan kini muncul dengan cepat di hadapan Arina.
"Nggak."
"Lah itu ngapain, tangan lo mijitin pelipis gitu?"
"Nggak, cuma haus aja."
"Lo aneh,"
"Ar, boleh minta kertas?"
Raka yang sedari tadi bermain abc lima dasar entah kenapa mendadak menghampiri meja Arina. Dan melontarkan pertanyaan aneh.Arina hanya memicingkan matanya sebagai jawaban.
"Selembar aja sama pulpennya juga."
Arina merobek selembar kertas pada salah satu bukunya dan tak lupa memberikan pena.
"Lo nggak usah bertingkah deh, Rak." ucap Nando mendekati Raka.
Raka yang sudah selesai menuliskan sesuatu segera menyodorkan ke arah Arina.
"Itu nomor apa aja? banyak banget, ngapain lo kasih ke Arina? Lo waras nggak sih Rak?"
"Lo ngapain nyerocos, kepo kaya infotaimen."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aquecer
Teen FictionDunia dingin dan penuh masalah milik Arina seakan bertambah berantakan saat pindah sekolah. Arina yang ingin menyelesaikan masalahnya di sekolah itu justru bertambah rumit ketika Raka si cowok receh dikelasnya selalu mengusik dirinya. Rasanya Raka...