Aku serasa berdiri sendiri setelah kepergianmu yang tak pasti.
~Arina Fiana
Seperti biasa suasana pagi di rumah Arina selalu hening tanpa suara. Bukan hanya pagi bahkan sepanjang hari. Dan tanpa disadari Arina selalu sendirian dalam keheningan setiap harinya.
Hari ini masih sangat pagi tetapi mamanya sudah tidak ada di rumah. Saat mengecek ponselnya ada pesan dari mamanya yang mengatakan akan keluar kota selama satu minggu untuk urusan bisnis perusahaannya.
Pesan itu ia biarkan bertanda centang biru saja tanpa berniat untuk membalasnya.Selama beberapa bulan ini Arina dapat menghitung dengan jari dirinya melihat mamanya di rumah. Hanya sekedar melihat tanpa bicara. Untuk melihat saja sulit apalagi untuk sekedar bicara sejenak. Apapun itu Arina masih bisa menahan diri untuk kuat. Ia akan bertahan. Arina yakin ia masih bisa bertahan.
Jam dinding di kamar Arina menunujukkan pukul enam tepat. Tak ingin merenungi kesendiriannya Arina bergegas memakai sepatu dan keluar untuk mengajak Dhea lari pagi.
"Tumben ngajak gue? Biasanya juga sendiri." tanya Dhea sembari mengusap keringat yang jatuh di pelipisnya.
"Nggak selamanya gue bisa bertahan untuk sendiri." ucap Arina kemudian mempercepat larinya.
"Gue yakin lo masih kuat, Ar." gumam Dhea. Ia tahu Arina butuh seseorang untuk menguatkannya setelah keluarganya benar benar hancur menyisakan kepedihan yang mendalam untuk sosok Arina.
_AR_
Napas Raka tersenggal-senggal. Ia berhenti seraya membungkuk memegang lututnya. Beberapa kali Raka menghembuskan napas kasar. Ia merasa sebentar lagi kakinya akan patah di tempat. Ini semua karena Rafa yang dengan sengaja mengganggu anjing galak di salah satu rumah yang mereka lewati tadi. Alhasil mereka dikejar anjing hitam itu. Rafa bisa lari jauh menghindar karena sedari tadi ia di depan sementara Raka yang tadi di belakang menjadi korbannya."Sial! Lo kenapa nggak ada hormatnya sih, sama gue? Gue lebih tua dari lo!" semprot Raka dengan napas yang masih tersenggal.
"Bisa!" ucap Rafa sembari mengangkat tangannya ke pelipis memberi hormat pada Raka. Kemudian melanjutkan larinya menjauh dari Raka.
"Gue nyesel punya adik kaya lo!" teriaknya dengan muka yang merah padam.
"Niatnya mau lari santai malah lari maraton." Kini Raka hanya bisa berjalan saja.
Saat melihat ke depan Raka melihat Rafa yang tengah minum air mineral bersama seorang perempuan di sampingnya. Raka seperti mengenalinya. Ia segera menuju tempat itu. Dan benar saja dia sangat mengenali perempuan itu.
"Arina."
"Lo ngapain sama Arina? Awas aja lo modus. Udah cukup tadi lo ngerjain gue. Udah sana! Lo itu masih kecil, ya." cerocos Raka yang tak terima melihat Rafa berbicara dengan Arina.
"Santai aja kali. Gue cuma lupa nggak bawa duit terus minta dibayarin sama perempuan ini yang ternyata temen lo."
Raka mendelik tak percaya. "Lo minta dibayarin? Astaga lo malu-maluin."
"Maaf, Ar. Nanti gue ganti. Adik gue emang kelewatan." ucapnya sembari menahan rasa malu.
"Nggak usah." jawabnya singkat.
"Adik lo jauh lebih cool ketimbang lo, ya." ucap Dhea di sela-sela amarah Raka.
"Hati-hati kalo sama Raka, takutnya dia nyusahin soalnya diakan masih bocah." sumpah kali ini Raka ingin mencakar muka sok cool Rafa.
Dhea mendadak tertawa. Tingkah kakak beradik di depannya sangatlah konyol. Sementara Arina hanya melihat Raka dan Rafa dengan kesedihan dibaliknya. Arina justru mengingat Algan. Ia ingin berkumpul lagi bersama Algan kembali. Tak hanya Algan tetapi juga mamanya dan juga Ayahnya. Pelupuk mata Arina hampir saja meneteskan air mata kalau saja dia tak mendongak.
_AR_
Arina pulang ke rumah dengan tatapan kosong. Dalam hatinya terus berseru bahwa ia masih bisa bertahan dengan semua luka ini. Ia masih kuat. Arina tak ingin menjadi pecundang yang hanya bisa menangis putus asa.
Tanpa disadari tatapan kosongnya itu justru membawa langkahnya ke sebuah ruangan di rumahnya yang lama tak ia kunjungi. Arina tersadar setelah tangannya menyentuh knop pintu ruangan itu. Dalam hati ia bertanya pada dirinya sendiri. Sanggupkah ia mengingat berbagai kenangan hangat didalam.
Arina tak lagi peduli ia membuka pintu itu dan masuk ke dalam ruangan itu. Sebelumnya ia membuka jendela agar ruangan itu lebih terang. Setetes air mata jatuh tanpa bisa dikendalikan oleh Arina.
Beberapa alat musik seperti gitar dan piano masih tertata rapi seperti waktu terakhir ia masuk ke sini bersama papanya. Air matanya kian menetes tanpa henti. Arina duduk di kursi dengan meja di depannya yang sering kali papanya gunakan untuk mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan musik.
Arina membuka laci meja itu. Ia menemukan sebuah laptop disana. Laptop yang sering papanya bawa. Perlahan Arina membuka dan menghidupkan laptop itu. Halaman depan laptopnya terpampang foto kehangatan keluarga yang sangat Arina rindukan. Arina semakin terisak melihat itu. Namun, ia tetap melanjutkan untuk membuka yang lain. Ia membuka dokumen.
Ada sebuah file yang menarik perhatiannya. File itu berjudul 'PUTIH ABU' dengan tulisan capslock. Arina membukanya. File itu berisi tulisan-tulisan mengenai keseharian papanya mengenai dirinya yang mengajar di SMA Bina Bangsa. Dari tulisan itu Arina mememukan petunjuk yang selama ini Arina cari.
Tangisnya berhenti kemudian ia menelepon Algan, "Besok gue akan daftar eskul musik."
Hai! Hampir sebulan lebih ya KANA nggak update. Hhe.Gimana part ini?
Mulai penasaran belum dengan apa yang terjadi pada keluarga Arina?
Ditunggu ya vote dan komentarnya.
Sekian dan terima kasih!
KAMU SEDANG MEMBACA
Aquecer
Teen FictionDunia dingin dan penuh masalah milik Arina seakan bertambah berantakan saat pindah sekolah. Arina yang ingin menyelesaikan masalahnya di sekolah itu justru bertambah rumit ketika Raka si cowok receh dikelasnya selalu mengusik dirinya. Rasanya Raka...