7. Pecundang

68 9 0
                                    

Tampang menawan tak menjamin hatinya selembut sutra.

~

"Haduh, si Raka yang malang sudah nggak jadi kapten lagi." begitu Raka masuk kelas, Rini sudah menyambutnya dengan kalimat ejekannya.

"Ushh ussh usss, kasian, jangan merana terus gantung diri di depan kelas, ya. Seremmm." lanjut Rini lagi semakin mendramatis keadaan.

"Masih pagi tapi pikiran lo udah buntu aja. Kalau gue gantung diri, lo, orang pertama yang gue gentayangin." katanya sambil terkekeh.

Rini bergidik ngeri mendengarnya, "Enak saja. Gue bakal baca ayat kursi biar lo kebakar, mati lo." katanya sembari mendelik ke arah Raka di hadapannya.

"Nggak bakal mempan," Raka mendengus kemudian meninggalkan Rini untuk meletakkan tasnya.

Raka menyadari sesuatu yang menurutnya janggal. "Rin, kenapa lo baru ngatain gue sekarang? Kenapa nggak dari kemarin?" Karena Raka sudah dinyatakan berhenti dari dua hari lalu, terlambat jika Rini baru mengejeknya sekarang.

"Yee, gue baru tahu tadi malam. Lo buka grup angkatan nggak, sih? Lo nggak malu apa, diomongin satu angkatan."

"Gue lupa, muka lo itu udah tebal kayak tembok." ralat Rini.

Raka tak mengerti dengan ucapan Rini. Grup angkatan, memang ada apa. Lantas Raka mengambil ponsel disakunya.

"Yah! Rin, tathering, dong!"

"What? Tathering makanan apa, ya?" menyebalkan Rini ini.

"Eh, Nando! Sini hp lo." Nando yang baru datang langsung di palak saja.

"Baru juga datang," keluh Nando.

Sebuah video terpampang nyata disana yang membuat Raka kesal. Apalagi dengan komentar seluruh siswa kelas XI yang mengejeknya. Video dimana dia yang sedang dimarahi habis habisan oleh pak Bagas, guru olahraga sekaligus pelatih futsal.

"Oiya, si Rak piringkan semalam jadi trending topik. Kemana saja lo?"

"Wahh, iya. Keren banget! Gue jadi tambah terkenal, dong." Raka mengatakannya sambil tertawa. Padahal hatinya dongkol setengah mati.

"Siapa yang videoin gue?!" ekspresi wajah Raka berubah seketika menjadi merah terbakar amarah.

_AR_

Selama belajar mengajar berjalan, mata Raka tak beralih dari gerak-gerik yang dilakukan Arina. Rasanya dia tak ingin melewatkan satu detik pun tanpa memperhatikan Arina. Bahkan bu Tina, guru sosiologi, sempat menegur Raka setelah menyadari satu siswanya itu tidak memperhatikannya.

"Raka Ferdiandaru! Apakah seluruh perhatianmu sudah teralih sepenuhnya untuk Arina?" sontak seisi kelas langsung terfokus pada Raka dan menimpalinya dengan keriuhan luar biasa.

"Wuhuuii, si Raka udah dapat gebetan saja."

"Hati-hati, Ar, sama Raka."

"Baru juga patah, udah pulih saja itu hati."

Arina menoleh dan tatapannya bertemu dengan manik hitam milik Raka. Namun, hanya sekilas dan Raka hanya bisa tersenyum kikuk menampakkan deretan giginya yang berpagar.

AquecerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang